AFFERO 32 - Busy Day and Mixed Feelings
•
•
•
"Putuskan Dyezra. Papa sudah menjodohkanmu dengan gadis lain."
What the hell?! Lelucon apalagi ini?!
"PA!"
Pegangan Fero pada sofa yang didudukinya mengerat. Ia menatap tajam sang papa yang tengah asik menyeruput kopi dengan santai, seolah apa yang baru saja dikatakannya adalah hal biasa.
"Jangan bercanda!"
Antonio mengangkat sebelah alisnya, lalu meletakkan cangkir kopi yang telah habis setengahnya itu ke atas meja.
Tak!
"Kamu pikir Papa bercanda?" tanya Antonio. "Tinggalkan Dyezra, karena Papa sudah menjodohkanmu dengan anak dari kolega Papa. Dia lebih unggul di dalam segala bidang daripada pacar kamu itu. Lagipula, mana mungkin Papa membiarkanmu berakhir bersama dengan anak dari Arkabima Wijaya yang jelas-jelas kastanya ada di bawah keluarga kita."
Fero tertawa sarkas. "Jadi ini soal kasta?
Prok! Prok! Prok!
"Papa benar-benar luar biasa."
Fero beranjak dari duduknya dan mengambil camilan yang telah ia siapkan untuk sang papa, lantas menyuguhkan kue-kue basah itu di depan papanya. "Tapi Papa lupa satu hal. Fero sudah dewasa, Pa. Fero bukan anak kecil lagi yang akan menurut begitu saja saat Papa perintahkan," ujar pemuda itu dengan tenang.
"Jadi kamu menolak?"
"Bukankah sudah jelas?" Fero tersenyum miring.
"Kalau begitu, mari kita lihat. Kamu atau Papa yang akan menang dalam pertempuran ini." Antonio menegakkan posisi tubuhnya, sebelum menyeruput setengah kopi yang tersisa di dalam cangkirnya. Lantas kemudian beranjak berdiri dan berniat untuk pergi dari apartemen milik Fero karena dirasa urusannya telah selesai. "Papa pamit dulu. Ada beberapa hal yang harus Papa urus di kantor G-ON Corp sebelum kembali ke Indonesia besok."
Fero memutar bola matanya malas sebelum ikut beranjak untuk mengantar sang papa sampai ke depan pintu apartemennya. "Hati-hati di jalan. Jangan kebanyakan pikiran, apalagi mikirin masa depan Fero. Aku sudah bisa menentukan masa depanku sendiri, Pa. Jadi urus saja urusan Papa sendiri, hm?"
Antonio berdehem, sebelum mengangguk. Tidak heran lagi jika suatu waktu Fero akan berbicara sarkas padanya. Ia pun sudah kebal dengan kelakuan anak tengahnya yang cenderung kurang ajar tersebut.
"Papa pamit."
"Ya, hati-hati!"
Fero melambaikan tangan disertai senyum palsu yang terulas di bibirnya. Begitu sang papa sudah menghilang di balik tikungan koridor, ekspresi hangat Fero pun seketika berubah dingin. Pemuda itu berdecih kesal sebelum kembali memasuki apartemennya dengan membanting pintu yang tidak berdosa.
BRAK!
"Arghh! Dasar Pak Tua menyebalkan!"
𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓
Usai percakapan dengan sang papa di apartemen, Fero jadi kepikiran. Ia tentu tidak bisa pasrah dan menerima begitu saja saat sang papa terus ikut campur dalam urusan percintaannya. Ayolah, ia bukan anak kecil lagi yang segala sesuatunya harus diatur oleh orang tua. Ia sudah dewasa dan ia sudah bisa menentukan mana yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri.
Akan tetapi, Antonio Galarzo tidak mau tahu akan keinginan dan pilihan Fero yang dirasa tidak cocok dengan seleranya.
"Ck! Makin dipikirin, jadi makin pusing gue." Fero memijit pelipisnya dengan sedikit kuat sebelum menghela napas panjang setelahnya. "Jadi kangen Dyezra. Ohh, ya! Faro tadi jadi ngajakin Dyezra kencan nggak, sih?" gumam Fero sebelum beranjak meraih ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas.
Baru saja pemuda itu menyalakan sambungan datanya, beberapa notifikasi sudah memenuhi beranda WhatsApp-nya.
Fero menghela napas dan memilih untuk membuka chat dari sang saudara kembar terlebih dahulu. Karena ia sungguh penasaran dengan acara kencan Faro dan Dyezra.
"Wahh! Pinter juga nih anak milih tempat." Fero terkekeh sebelum mengetikkan balasan singkat pada Faro. Lalu meletakkan kembali benda pipih tersebut di atas nakas dan bersiap untuk tidur. Karena besok ia masih harus kembali ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk.
𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓
G-ON Corp at 07:45 AM.
"Bagaimana persiapan untuk meeting, Levin?" Fero bertanya pada sang sekretaris dengan netra yang terus berfokus pada kertas-kertas di depannya.
"Semuanya sudah saya siapkan sesuai dengan arahan Anda, Bos."
"Hm, baguslah kalau begitu."
"Ada lagi yang perlu saya kerjakan?"
"Tidak. Kau boleh keluar sekarang. Panggil aku ketika waktu meeting sudah hampir dekat nanti."
Levin mengangguk patuh sebelum memberikan salam hormat pada Fero dan keluar ruangan sang bos setelahnya.
Sementara Fero, kembali berkutat dengan berkas-berkas di mejanya sambil menunggu jam meeting tiba. Jadwalnya memang cukup padat hari ini. Ia masih harus menemui klien dan menandatangani surat kerja sama dari perusahaan lain. Belum lagi ia harus mengantarkan sang papa ke bandara, karena pak tua itu akan pulang ke Indonesia hari ini juga.
Benar-benar hari yang sibuk bagi Fero.
Usai menyelesaikan beberapa kertas di atas mejanya tersebut, Fero merasa jenuh dan bosan. Pada akhirnya, pemuda tampan dengan balutan kemeja putih dan jas berwarna navy itu beranjak dari kursi kebesarannya. Fero memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak sembari menunggu waktu meeting tiba. Masih ada sekitar 45 menit. Waktu yang sangat cukup untuk sekadar merilekskan pikiran, bukan?
Kantin kantor adalah tempat pertama yang dipikirkan oleh sang bos muda ini. Fero berjalan menuju lift dan turun di lantai empat. Ia lebih memilih kantin yang berada di lantai empat karena di sana akan sangat sepi jika masih jam kerja seperti ini. Terlebih, kantin di lantai empat ini memang khusus untuk para karyawan. Jadi Fero sekalian ingin berkenalan dengan para karyawannya jika kebetulan ada salah satu diantara mereka yang tengah mengisi perut di kantin.
Kedatangan Fero di kantin lantai empat ternyata menimbulkan efek keterkejutan yang cukup dahsyat bagi para karyawan yang tengah menikmati makanan mereka. Tentu saja mereka sangat panik jika ketahuan makan di saat jam kerja masih berjalan. Karena bos mereka yang dulu–Antonio Galarzo–melarang para karyawan untuk makan di luar jam istirahat yang telah ditentukan oleh kantor.
Namun Fero berhasil mematahkan itu semua. Karena bukannya marah, pemuda itu malah tersenyum ramah. Seolah apa yang ia lihat adalah hal biasa.
"Kenapa berhenti? Lanjutkan saja acara makan kalian. Saya ke sini karena juga ingin mengisi perut, saya lapar," tutur Fero saat menyadari kalau para karyawan di kantin menghentikan aktivitas makan mereka karena kedatangan dirinya yang tiba-tiba.
"Ah! Te-terima kasih, Pak!"
"Kami akan melanjutkan makan kami!"
"Selamat makan, Pak Fero!"
Fero tersenyum dan mengangguk untuk merespon para karyawannya. Pemuda itu kemudian kembali melanjutkan tujuannya saat datang ke kantin. Memesan makanan dan mencari spot duduk ternyaman untuk menenangkan pikiran.
Well, ini tidak buruk juga.
•
•
•
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro