Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AFFERO 13 - Inner Turmoil and Guilt



Jika saja membunuh orang itu tidak dosa, maka Dyezra ingin sekali melakukannya pada Tante Mala sekarang. Bagaimana tidak? Ibu tirinya itu malah melarang-larang dirinya yang ingin bertemu dengan sang ibunda.

"Tante nggak ada hak ya, buat ngelarang-larang aku." Dyezra bisa merasakan kalau dadanya terasa panas sekarang karena amarah yang dipendam. "Aku juga nggak perlu izin Tante buat ketemu sama Bunda."

Winata Malaya, ibu kandung dari Winata Eska Anindita itu mendelik tak suka saat mendengar rentetan kalimat yang diucapkan oleh anak perempuan dari suaminya tersebut. "Kamu benar-benar tidak bisa diajak bicara ternyata," desis wanita paruh baya itu.

"Sudah aku katakan sebelumnya, Tante boleh tinggal di sini asalkan Tante nggak ngusik kehidupan aku, ngerti?" Dyezra berujar tanpa rasa takut. "Eh, sekarang malah mau larang-larang aku ketemu Bunda. Cih, yang benar saja." Netra kecoklatan Dyezra berputar malas dengan tangan bersedekap.

Posisi ibu dan anak tiri itu berada di dapur sekarang. Lebih tepatnya di dekat anak tangga yang menghubungkan langsung ke lantai atas. Dyezra yang sudah rapi dengan pakaian santainya itu berencana untuk pergi ke rumah sang ibunda malam ini. Akan tetapi, atensi Winata Malaya malah menghalanginya sekarang.

"Kemarin kamu sudah ke sana, Dyezra!"

"Ya terus kenapa?! Suka-suka aku, dong! Kok Tante jadi ngatur, sih?! Takut kalo Papa bakalan berpaling lagi ke Bunda dan ninggalin Tante?!"

Plak!

"Jaga omongan kamu, ya."

Dyezra bisa merasakan kalau pipinya terasa panas sekarang. Gadis itu berusaha menahan air mata yang hendak keluar dari pelupuk matanya. Tanpa membalas ucapan terakhir Tante Mala, gadis bernama lengkap Dyezra Wijaya Alengka itu langsung berjalan cepat menuju pintu keluar rumah. Ia sudah tidak peduli lagi sekarang. Beruntung sekali Tante Mala karena sang papa dan adiknya sedang tidak berada di rumah.

Kalau ada Diorza di sini, bukan tidak mungkin kalau Anda akan mendapatkan siksaan batin dari adik saya itu, Tante.

Sekarang tujuan Dyezra hanyalah ke rumah sang ibunda, Abella Wilona. Terkadang ingin sekali ia tinggal bersama sang ibunda. Akan tetapi di sisi lain, ia tidak bisa meninggalkan sang adik sendirian di rumah yang sudah seperti medan perang setiap harinya tersebut. Lagipula, ia sudah seperti pengganti sang bunda bagi Diorza sekarang.

Dyezra berjalan memacu motornya menelusuri jalan raya malam itu. Dengan jaket kulit berwarna cokelat dan scarf merah di leher, Dyezra mengendarai motornya dengan kecepatan 50 km/jam membelah jalanan. Sesekali gadis itu harus mengusap air matanya yang dengan lancang turun tanpa diminta.

Ketika dirasa dadanya semakin sesak dan air mata yang terus turun dengan deras, Dyezra segera menepikan motornya di pinggir jalan. Gadis itu mencari spot yang nyaman untuk memarkirkan sepedanya sebentar. Sesekali isakan mulai terdengar dari bibir mungil Dyezra.

Gadis dengan scarf merah itu berjongkok di dekat motornya dan terisak lebih keras. Sesekali Dyezra juga harus meredam suara isakannya dengan menutup mulutnya. Tatapan gadis itu buram karena air mata.

Gue butuh Fero ...

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Dyezra segera merogoh ponsel miliknya di dalam saku jaket dan mencari kontak sang kekasih, Afferozan Galarzo.

Tut ... tut ... tut ...

Ringing ...

Panggilan itu diangkat pada detik ketiga.

"Fe-fero. Lo di mana? I need you ..." ucap Dyezra disela isakannya. Tidak ada jawaban, dan itu membuat Dyezra mengernyit heran. Namun seperkian detik setelahnya, panggilan itu malah diputus secara sepihak.

Dyezra tersenyum miris.

Bagus.

Ia benar-benar sendirian sekarang.

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

Fero yang baru saja kembali dari toilet dibuat mengernyit saat mendapati saudara kembarnya memegang ponselnya dengan tatapan seolah menimbang-nimbang dan kebingungan.

"Tadi ada telepon, gue nggak lihat siapa namanya karena langsung gue angkat. Suara cewek nangis, Fer." Faro menjelaskan saat mendapati atensi sang kembaran mendekat ke meja resto tempat mereka singgah sejenak untuk makan malam.

Netra Fero seketika membulat. "Seriusan lo?!" Anggukan Faro membuat Fero segera meraih ponsel miliknya dan menyalakan benda pipih itu dengan cepat. Tatapan dari netra kelam milik Afferozan Galarzo itu seketika berubah cemas. "Itu dari cewek gue," ungkap Fero ketika selesai melihat riwayat panggilan dari ponselnya. "Lo nggak tanya keberadaan dia di mana?"

Faro menggeleng polos. "Tadi langsung gue matiin teleponnya," jawab Faro dengan watadosnya.

"Kampret!" Fero memberikan tatapan sinisnya pada Faro sebelum mengalihkan tatapan pada sang mama tercinta. "Ma! Fero izin pulang duluan, ya. Takut terjadi apa-apa sama Dyezra," tutur Fero kemudian.

Wanita paruh baya itu hanya mengangguk disertai senyuman teduhnya. "Iya, Mama ngerti kok. Hati-hati di jalan, ya. Kabari Mama kalau memang terjadi apa-apa sama calon mantu Mama."

Fero mengangguk dan tatapan pemuda Galarzo itu seketika beralih ke Bang Redo yang menatapnya penasaran. "Bang! Gue titip Mama! Gue tau lo penasaran, tapi nanti aja ceritanya. Lo bisa telepon bodyguard kita buat anterin mobil, 'kan? Karena mobilnya mau gue bawa."

Alfredo mengangguk mengiyakan. "Iya, tenang aja. Lo nggak usah khawatir. Udah sono, kasian cewek lo."

"Iya, gue tau. Kalo gitu gue cabut."

Fero pun bergegas keluar dari area resto menuju mobilnya yang terparkir nyaman di luar. Sesekali ia juga kembali menghubungi nomor Dyezra untuk bertanya di mana posisi gadis itu sekarang. Namun sayangnya, nomor gadis itu tidak bisa dihubungi. Entah memang sudah tidak aktif atau ponselnya yang dimatikan oleh Dyezra.

Fero tidak tahu.

Namun Fero sangat tahu, ke mana Dyezra akan pergi jika gadis itu tengah bersedih.

Tempat pacuan kuda milik Kakek Surya.

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

"Hai, Willy! Lama ya aku nggak ngunjungin kamu. Biasanya aku ke sini bareng-bareng sama Viona dan Devina, tapi sekarang aku sendiri ..." Dyezra mengulas senyum pedih. Gadis itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan air mata yang kembali ingin turun.

"Dyezra ... masuk dulu, yuk! Di luar dingin," interupsi Kakek Surya yang datang dari arah pintu kandang kuda.

Dyezra menoleh ke arah sang kakek dan mengulas senyum tipis. "Kakek duluan aja. Dyezra masih mau di sini," ujar gadis itu.

Kakek Surya hanya tersenyum maklum, lantas mendekat dan memberikan satu lipatan selimut yang tidak terlalu tebal untuk gadis itu. Dyezra menerimanya dengan senang hati, tak lupa mengucapkan terima kasih. Kemudian memilih untuk kembali berkomunikasi bersama Willy.

Sementara Kakek Surya, pria tua itu lebih memilih untuk masuk ke dalam rumahnya karena tidak tahan dengan udara malam yang semakin dingin. Sebelum itu, beliau juga sempat berpesan agar Dyezra tidak terlalu lama berada di dalam kandang. Karena jika malam semakin larut, udara di dalam kandang juga akan semakin dingin.

Kemudian di sisi Fero sendiri, ia sudah berada di depan gerbang besar pacuan kuda milik Kakek Surya sekarang. Pemuda itu turun dari mobilnya dan memencet bel yang ada di dekat gerbang. Yang membukakan gerbang untuk Fero adalah satpam penjaga di sana. Beliau juga bilang kalau ada Dyezra di dalam, dan berarti dugaan Fero benar.

Gadisnya sedang berada di sini.

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

Tok! Tok! Tok!

Fero langsung mengetuk pintu rumah Kakek Surya malam itu. Sesekali ia akan menggosok-gosok kedua telapak tangannya untuk menghangatkan diri sembari menunggu dibukakan pintu. Akan tetapi, fokus Fero seketika teralihkan saat netranya tidak sengaja melihat lampu di dalam kandang kuda menyala.

Pemuda itu mengernyit. Lantas menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. "Udah jam segini, dan lampu kandang masih hidup? Apa mungkin Kakek dan Dyezra ada di dalam kandang?" gumam Fero bertanya-tanya.

Karena tidak ingin terus merasa penasaran, Fero pun akhirnya memutuskan untuk memeriksanya sendiri. Ia membuka pintu kayu besar tersebut dan spontan mengarahkan pandangan ke segala arah. Hingga Fero berhasil menemukan atensi Dyezra yang meringkuk di dekat kandang Willy dengan selimut yang menutupi sebagian tubuh gadis itu.

"Buset, nih anak kenapa malah tidur di sini?" ujar Fero sembari mendekat ke posisi Dyezra. Bisa Fero lihat dari dekat kalau penampilan Dyezra saat ini sangat berantakan. Jangan lupakan kedua mata sembab gadis itu dan hidungnya yang memerah. Melihat Dyezra yang seperti ini, tentu saja membuat Fero tidak tega.

"Kali ini ... apa yang terjadi sama lo, Ra?" tanya Fero lirih. "Sorry karena udah cuekin lo beberapa hari ini." Fero menghela napasnya, pemuda itu jadi merasa bersalah sekarang.

Dengan hati-hati, Fero meletakkan tangannya di bagian tengkuk dan bawah lutut gadis itu. Mengangkatnya perlahan-lahan dalam gendongan. Senyuman teduh kembali terulas di bibir saat melihat sang gadis sedikit menggeliat tak nyaman.

"Maaf ..."

Hanya itu yang bisa Fero katakan sekarang.



Aaaa, sesayang itu emang si Fero sama Dyezra😭😭😭

Dyezra yang dikasih perhatian, kok aku yang baper sih😭

/ngereog/
/guling-guling/
/teriak-teriak nggak jelas/
😭😭😭😭😭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro