Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AFFERO 10 - One Project Together



Sepertinya benar dugaan Viona yang mengatakan kalau Fero sedang banyak pikiran. Buktinya, sudah 10 menit berlalu, tapi Fero belum menyentuh makanannya sama sekali. Dyezra sampai dibuat heran akan sikap Fero yang tak biasa ini.

Kedua sejoli itu tengah berada di kantin sekolah sekarang. Dengan seragam olahraga yang masih melekat, baik Dyezra ataupun Fero sama-sama memilih memisahkan diri sejenak dari teman-teman sekelasnya dan pelajaran olahraga yang melelahkan karena kejadian tidak terduga beberapa saat lalu.

Sampai sekarang, Dyezra masih menunggu Fero membuka mulut dan bercerita padanya. Akan tetapi, lihat saja apa yang dilakukan Fero saat ini. Pemuda itu malah melamun dengan kepala menunduk dan tangan kanan memegang ponsel yang bahkan layarnya sudah mati. Nasi goreng yang mereka pesan masih hangat, tapi Dyezra jadi tidak berselera makan.

"Fer!" panggil gadis dengan surai panjang yang dikuncir jadi satu tersebut.

Seolah baru saja tersadar dari lamunan, Fero tampak sedikit tersentak dan spontan menjawab panggilan Dyezra dengan gumaman tak jelas.

"Lo kenapa, sih? Sumpah, sikap lo tuh aneh tau nggak. Kalo ada apa-apa cerita kek. Aldi nggak salah apa-apa juga kenapa lo pukul?"

"Nggak salah apa-apa?" Koreksi Fero dengan tatapan yang sudah menajam. "Dia tadi ngerendahin lo!"

Dyezra memicingkan netranya. "Tapi nggak harus sampe mukul juga, 'kan?"

"Kok kesannya lo jadi belain dia?" tanya Fero tak suka. "Sekarang lo pikir, deh. Cowok mana yang bakal terima kalo ceweknya direndahin sama orang lain apalagi orang itu adalah temen lo sendiri?"

"Gue cuma-"

"Ah, udahlah. Terserah lo. Jadi nggak selera makan gue." Fero langsung beranjak dari duduknya. "Gue cabut," kata pemuda itu sebelum pergi meninggalkan Dyezra yang masih terpaku di salah satu meja kantin tersebut.

Beberapa saat setelah kepergian Fero, pegangan Dyezra pada sendok mengerat. Gadis itu memakan nasi goreng pesanannya dengan wajah menahan kesal dan amarah. "Gue tuh cuma nggak mau lo kena masalah, Fero! Ishh! Ngeselin banget sih jadi cowok!"

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

Tiga hari berlalu ...

Dyezra kira, perdebatan mereka di kantin hanyalah masalah sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan. Ia kira, Fero mungkin memang sedang emosi saja waktu itu dan akan kembali bersikap normal seperti biasa setelahnya.

Namun yang terjadi malah sebaliknya.

Sudah 3 hari berlalu ia diabaikan oleh kekasihnya itu. Chat tidak dibalas, telepon juga tidak diangkat. Disamperin ke kelasnya waktu jam istirahat juga orangnya selalu tidak ada di tempat. Fero seolah menghindarinya, dan itu benar-benar membuat Dyezra merasa bersalah dan frustasi. Sudah banyak chat berisi permintaan maaf yang ia kirim 3 hari belakangan, tapi hasilnya nihil.

Fero sama sekali tidak meresponnya, dan Dyezra jadi uring-uringan sendiri dibuatnya. Terlebih sekolah mereka akan disibukkan dengan acara tujuh belasan sebentar lagi. Bahkan para anak OSIS pun sudah mulai disibukkan dengan rapat yang entah akan mengadakan acara apa saat tujuh belasan.

Dyezra takut kalau ia tidak bisa menikmati waktu bersama Fero jika sudah disibukkan dengan acara tujuh belasan. Pasti ia akan sibuk sekali membantu ini-itu dan turut berpartisipasi pada setiap acara yang diadakan sekolah maupun daerahnya.

"Hah ..." Dyezra menghela napas sembari menatap roomchatnya dengan Fero yang hanya berisi spam darinya tanpa satupun balasan dari pemuda itu.

Ia saat ini tengah berada di perpustakaan sekolah. Sendirian bersama buku antologi cerpen yang terbuka tanpa dibaca. Kelasnya lagi jam kosong karena guru yang mengajar sedang ada keperluan, dan kelasnya mendapatkan tugas untuk mencari referensi cerpen serta mereviewnya kemudian.

Seharusnya ia bersama Viona, tapi sahabatnya itu sedang demam sejak kemarin. Jadi Viona tidak masuk hari ini. Sungguh, Dyezra benar-benar merasa kesepian.

Kriett!

Suara derit pintu perpustakaan yang dibuka membuat Dyezra spontan mengangkat kepala dan mengarahkan pandangan ke sumber suara. Ia sedikit terkejut akan kedatangan Alka di sana. Akan tetapi, Dyezra lebih memilih untuk tidak peduli dan kembali fokus mencari referensi di buku antologi.

Namun, entah angin apa yang membawa pemuda bernama Alkanu Fardhani tersebut menghampiri posisi Dyezra dan berdiri tepat di seberang meja gadis itu. Dari gelagatnya yang tampak ragu-ragu, Dyezra yakin kalau Alka mungkin saja memang ada keperluan dengannya.

"Dyezra ..."

Yang dipanggil spontan menutup mata seperkian detik dengan sudut bibir terangkat sedikit. "Iya, ada apa?" tanya Dyezra sambil berusaha menahan senyum. Kini tatapan Dyezra fokus ke arah Alka, menunggu pemuda itu mengucapkan sepatah dua patah kata dengan rasa penasaran yang membuat hati membuncah.

Lama sekali ia tidak berinteraksi dengan mantan pacarnya ini. Apalagi semenjak kenal dengan Fero. Eh tunggu, kalau diingat-ingat lagi ... bukankah Alka dan Fero adalah teman dekat dulunya? Hah ... usia yang semakin bertambah membuat ingatan jadi ikut terkikis dengan cepat.

"Lo disuruh ke ruang guru sekarang sama Pak Gibran."

"Hah?"

Ada apa gerangan guru Bahasa Indonesia itu memanggilnya ke ruang guru?

"Untuk urusan apa?" tanya Dyezra lagi sambil menegakkan posisi duduknya.

Alka mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu. "Beliau cuma nyuruh gue manggil lo."

Dyezra termenung. Karena tidak ingin terus merasa penasaran, gadis bersurai panjang yang sengaja digerai itu segera beranjak pergi keluar dari area perpustakaan. Sementara Alka hanya mengikuti gadis itu dengan jarak beberapa meter di belakangnya.

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

Sesampainya Dyezra di ruang guru, gadis itu segera menghadap ke meja Pak Gibran selaku guru Bahasa Indonesia. Tanpa disangka, ternyata di sana juga ada Bu Auliya selaku guru Fisika. Yang paling mengejutkan lagi, tentang keberadaan Alka. Ternyata mantan pacarnya itu juga dipanggil Pak Gibran yang entah ada urusan apa karena turut memanggilnya juga yang jelas-jelas berbeda kelas dengan Alka.

"Jadi, ada apa Bapak dan Ibu memanggil saya kemari?" Dyezra yang terlampau penasaran, akhirnya pun memilih untuk langsung bertanya.

"Begini, kan sebentar lagi sekolah kita akan sedikit sibuk karena banyaknya acara di bulan Agustus untuk memperingati kemerdekaan negara kita." Bu Auliya menjelaskan sembari menatap Dyezra dan Alka bergantian. "Jadi Ibu ingin meminta kalian berdua untuk mengikuti lomba karya ilmiah antar SMA yang akan diadakan seminggu mendatang dengan saya dan Pak Gibran sebagai pembimbing."

"Karya ilmiah? Ibu yakin meminta saya mengikuti lomba itu? Kalo Alka yang ikut sih saya udah nggak heran, Bu. Tapi saya?"

"Kenapa? Kamu tidak yakin dengan kemampuan kamu?" tanya Pak Gibran yang menyadari keraguan dalam diri Dyezra. "Menurut data nilai dari para guru, kamu merupakan salah satu siswi terpintar di angkatan ini. Jadi, apa yang dipermasalahkan?"

Dyezra tak mampu lagi menjawab. Ia melirik ke arah Alka. Pemuda itu hanya diam tanpa berniat membantunya. Sudah pasti kalau pemuda emas kebanggaan sekolah ini tidak akan menolak jika diminta mengikuti lomba.

Dyezra menghela napas dan mengangguk pasrah. "Baiklah, saya akan mengikuti lomba tersebut."

Senyuman Bu Auliya dan Pak Gibran seketika mengembang. "Terima kasih, Dyezra. Nanti saya akan menghubungi kalian berdua untuk jam dan waktu latihannya," tutur Bu Auliya sebelum mempersilakan keduanya keluar dan kembali ke kelas masing-masing karena bel tanda berakhirnya masa istirahat sudah berbunyi.

𓈓 𓈓 ◌ 𓈓 𓈓

"Kenapa lo nggak mau ikut lomba ini?" tanya Alka begitu mereka keluar dari ruang guru. "Karena satu tim sama gue?"

Dyezra menggeleng cepat. "Bukan gitu! Gue nggak percaya diri aja kalo se-tim sama lo. Secara lo kan emang sering ikut lomba beginian. Sementara kalo gue, bisa dihitung dengan jari dalam 2 tahun terakhir," ungkap Dyezra kelewat jujur.

"Tapi bukan berarti lo harus rendah diri begitu. Seenggaknya lo harus lebih percaya diri," ujar Alka menasihati. "Gue tau kalo lo bisa."

Sudut bibir Dyezra seketika terangkat. Moodnya jadi sedikit membaik karena perkataan Alka.

"Lo bener, Ka. Gue pasti bisa!"



Cieee, yang bakalan satu project bareng sama mantan :>

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro