Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AFFERO 01 - A Relationship



Mentari pagi memang selalu menghangatkan hati. Apalagi jika ditemani dengan sang pujaan hati.

Setidaknya, itulah yang tengah dirasakan Fero saat ini.

Senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya itu membuat pemuda tersebut berkali-kali lipat lebih bersinar dari biasanya. Di sampingnya ada Dyezra, sang pujaan hati yang tengah fokus pada buku di tangannya. Bahkan gadis itu sampai tidak sadar jika dirinya terus diperhatikan oleh sang pemuda.

"Sayang," panggilnya.

"Apaan?"

Respon yang terkesan cuek itu membuat Fero langsung berdecak kesal. Ditariknya buku itu dengan paksa hingga membuat sang empunya terperangah dan beralih menatapnya dengan tajam.

"Balikin!"

"Enggak, siapa suruh cuekin gue."

Melihat Fero yang tampak merajuk membuat Dyezra menggigit bagian dalam mulutnya lantaran merasa gemas dengan tingkah pemuda itu.

"Fero, gue harus belajar buat ulangan susulan."

Dyezra harus bersabar sedikit lagi saat Fero justru tak merespon perkataannya. Ia memang ada ulangan susulan setelah hampir dua minggu tidak masuk sekolah untuk pemulihan tubuhnya. Luka tembaknya pun sudah hampir sembuh, tapi bekas luka itu tidak akan mudah hilang begitu saja.

Sama seperti luka yang membekas di hatinya karena Tragedy Zenius Camp waktu itu. Devano sudah mendekam di dalam penjara, sementara Devina dipindahkan ke luar negeri oleh orang tuanya. Hal itu sedikit memengaruhi pikirannya akhir-akhir ini. Dirinya masih tidak menyangka kalau Devano dan Devina melakukan hal seperti itu padanya, bahkan sampai melibatkan Nindi di dalamnya.

Kemudian Aretta, gadis itu masih dalam masa skors. Dia juga termasuk korban karena Devano mengancamnya sehingga dia tidak dikeluarkan dari sekolah. Sebenarnya, Nindi yang meminta pada kepala sekolah agar mempertahankan Aretta di sekolah mereka. Dengan jaminan bahwa dia sanggup membuat gadis itu berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi nantinya.

"Lo 'kan udah pinter, Ra. Jadi nggak usah belajar lagi."

Perkataan Fero kembali menarik Dyezra dari lamunan sesaatnya. Ditatapnya sang pemuda yang tampak cemberut, bibir Dyezra sedikit tertarik ke atas.

Cup!

"Jangan cemberut gitu dong."

Fero sedikit gelagapan saat mendapat kecupan kilat di pipi kanannya itu, bahkan wajahnya sudah memanas sekarang. "Curang! Kalo kek gitu gimana gue mau marah sama lo!"

Kekehan kecil keluar dari bibir Dyezra. Disenderkannya kepalanya pada bahu Fero, lalu memeluk lengan pemuda itu dengan nyaman. Kedua sejoli tersebut tidak sadar akan tatapan iri yang dilayangkan para penghuni kelas XI MIPA-3 pada mereka.

Berita jadiannya Fero dan Dyezra memang sudah menyebar di sekolah mereka. Entah siapa yang pertama kali menyebarkannya. Yang jelas, sekarang mereka berdua sudah lebih leluasa untuk menunjukkan kasih sayang kepada satu sama lain.

"Pagi-pagi udah ngapel aja lo berdua."

Fero dan Dyezra menoleh ke sumber suara. Viona berdiri di pintu kelas dengan kedua tangan bersedekap. Gadis itu mendekat ke tempat Dyezra dan mendorong Fero yang menempati tempat duduknya. "Mending lo balik ke kelas, bel masuk bentar lagi bunyi," ujar sahabat Dyezra dengan potongan rambut sebahu itu.

Fero berdecak. Dengan sedikit tidak rela, ia beranjak pergi meninggalkan kelas sang pujaan hati dan kembali ke kelasnya sendiri di XI MIPA-2.

𓈓 𓈓𓈓 𓈓

"Gimana keadaan Devina, ya?"

Viona yang mendengar gumaman Dyezra langsung menghela napasnya. Ditatapnya sang sahabat yang tampak menatap jendela sembari menerawang jauh ke sana. Ia juga tidak mampu menjawab pertanyaan itu. Kasus yang terjadi dua minggu lalu begitu membekas pada ingatan keduanya.

"Entahlah, gue juga nggak ngerti, Ra."

Keheningan kembali tercipta di antara kerasnya suara Bu Auliya yang mengajar di depan sana. Kedua mata Dyezra kembali terpaku pada sang guru saat namanya dipanggil untuk maju ke depan dan mengerjakan sebuah soal di papan tulis.

Dengan cekatan dan tidak membutuhkan waktu yang lama, Dyezra sudah menyelesaikan soal yang tergolong mudah untuknya itu. Namun ketika ingin kembali ke tempat duduknya, ia menghentikan langkahnya saat suara Bu Auliya terdengar.

"Dyezra, Ibu tau kejadian waktu itu membuat kamu terpukul, tapi kamu harus bangkit dan mengenyahkan bayang-bayang yang terus mengganggu pikiran serta konsentrasi belajar kamu."

Senyuman Dyezra mengembang setelah beberapa detik terdiam karena perkataan Bu Auliya. "Saya mengerti, Bu. Terima kasih atas nasihatnya," ujar Dyezra yang langsung melangkahkan kakinya kembali ke tempat duduknya.

Viona mendengar semuanya. Ia menatap Dyezra dengan sendu. Dadanya terasa sesak saat memikirkan persahabatan mereka yang jadi seperti ini.

Tidak hanya Dyezra, saya pun merasa terpukul, Bu Auliya. Devina adalah sahabat kami.

"Baiklah, kita lanjutkan pembelajarannya, ya. Ada beberapa soal yang harus kalian kerjakan." Suara Bu Auliya kembali terdengar. Semua siswa-siswi di kelas XI MIPA-3 pun kembali fokus pada penjelasan. Termasuk Dyezra dan Viona sendiri yang kini pikirannya masih berkecamuk frustasi. Keduanya tidak bisa fokus di sepanjang pembelajaran yang diberikan oleh Bu Auliya di jam pertama ini.

𓈓 𓈓𓈓 𓈓

"Lo nya aja yang baperan!"

"Gue baperan? Dih, najis!"

Ya, siapa lagi yang suka adu bacot di tempat umum jika bukan Dyezra dan Fero. Bahkan keduanya tampak bodo amat dengan tatapan orang-orang di sekeliling mereka saat ini. Semuanya berawal dari suatu insiden di mana Dyezra tengah menolong seorang laki-laki yang terjatuh dari atas motornya, sementara saat itu Fero tengah izin pergi ke toilet sebentar di sekitar area parkir mall tersebut.

"Cemburu tuh bilang! Gengsi amat."

"Gue nggak cemburu."

"Halah! Lo tuh nggak bisa bohong sama gue, Fero!"

"Terserah."

"Dih!"

Dyezra memalingkan wajahnya ke arah lain, ke manapun asal tidak ke arah Fero yang mungkin akan membuatnya semakin kesal sekarang. Padahal hanya masalah sepele saja, tapi kenapa Fero sampai semarah itu, sih? Ia kan hanya ingin menolong laki-laki itu, tidak lebih.

Fero sendiri juga demikian, bukannya mengalah, malah lebih memilih ikut memalingkan wajah. Enggan menatap ke arah Dyezra yang mungkin saja bisa membuat amarahnya semakin naik. Ya, beginilah jadinya jika keduanya sama-sama keras kepala dan tidak ada yang mau mengalah.

Kedua sejoli yang baru pulang dari sekolah itu memang memutuskan untuk mampir ke mall sebentar tadi. Rencananya Fero ingin meminta ditemani membeli beberapa bahan untuk praktek masak-memasak di mata pelajaran Prakarya besok. Namun jika kondisinya seperti ini, apa yang harus Fero lakukan untuk mencairkan suasana panas di antara dirinya dan Dyezra?

"Hei! Maaf, deh. Oke, gue ngaku. Gue emang cemburu tadi," kata Fero yang kini sudah mensejajarkan langkahnya dengan Dyezra memasuki area mall.

Namun apa yang Fero dapat? Delikan dan decihan singkat dari Dyezra yang tampaknya memang masih sangat kesal padanya. Pemuda itu sampai menggaruk belakang kepalanya karena bingung harus bagaimana membujuk sang kekasih yang tengah merajuk. Fero memutar otak dengan cepat dan mendapat ide brillian saat netranya menangkap sosok maskot dari salah satu merek handphone yang cukup terkenal tengah memberikan brosur di depan toko.

Pemuda itupun bergegas ke sana dan sikapnya itu terpaksa membuat Dyezra menghentikan langkahnya sembari menatap apa yang akan dilakukan oleh kekasihnya itu dengan pandangan bingung dan penasaran.

Ngapain dah tuh anak?

Entah apa yang sebenarnya dibicarakan Fero dengan maskot berkepala putih itu hingga tiba-tiba sang maskot melepas kostumnya dan diberikan pada Fero. Dyezra semakin mengerutkan keningnya saat melihat Fero mulai memakai pakaian maskot dari handphone oppo itu dan berbalik memunggunginya.

Tidak lama kemudian, Dyezra dibuat terperangah akan apa yang ia lihat ketika Fero berbalik dengan kostum maskot yang masih dipakainya. Pemuda itu memegang sebuah whiteboard kecil bertuliskan I'm Sorry, Love yang diangkat tinggi-tinggi hingga semua orang kini memerhatikan ke arahnya. Bukan, lebih tepatnya ke arah keduanya karena Fero sekarang sudah berjalan ke tempat Dyezra berdiri.

Pemuda itu melepas kepala maskot putih tersebut dan tersenyum kecil ke arah Dyezra yang kini netranya sudah berkaca-kaca karena terharu. "Maafin gue yang suka cemburuan ini ya," ujar Fero penuh kelembutan.

Jangan tanya bagaimana keadaan Dyezra sekarang. Gadis itu tidak bisa berkata-kata, tapi ekspresi wajahnya sangat mudah terbaca. Fero terkekeh geli melihat gadis kesayangannya ini mulai mencebikkan bibir mungilnya dengan netra yang semakin berkaca-kaca. Sebelum tangis Dyezra pecah, Fero buru-buru melepas kostum maskotnya dan memberikan kembali pada sang pemilik. Tentu saja ia tidak akan lupa berterima kasih karena sudah dipinjami kostum konyol itu.

Setelahnya Fero kembali ke tempat Dyezra, menarik gadis itu dalam dekapan hangat di antara lengan dan dada bidangnya. "Sstt! Jangan mewek di sini, lo. Malu-maluin ntar," bisik Fero, tak lupa dengan senyuman miring andalan pemuda itu.

Dyezra yang setengah kesal dan setengah malu spontan memukuli punggung Fero yang dapat digapai oleh tangannya. Bagaimana tidak? Fero mendekapnya dengan erat dan membenamkan wajahnya pada dada pemuda itu yang terbungkus oleh jaket. Membuat Dyezra jadi kesal dan malu bukan main karena mereka masih berada di tempat umum.

Namun, Dyezra juga dibuat terharu akan aksi Fero dengan kostum maskot tadi. Pemuda itu selalu saja punya cara unik untuk membujuknya dan membuatnya kembali tersenyum dengan segala tingkah anehnya. Bagaimana mungkin Dyezra tidak tersentuh dengan semua itu?

"Ish! Gue nggak mewek, ya! Udah ah, lepas!" pekik Dyezra sambil meronta-ronta di kungkungan lengan besar Fero dan tubuhnya. Gadis itu mendelik kesal pada Fero setelah berhasil keluar dari pelukan pemuda tersebut. Sementara Fero sendiri hanya terkekeh geli melihat tingkah malu-malu kekasihnya.

"Udah, nggak usah ngambek-ngambekan segala. Ayo temenin gue nyari bahan-bahan masakan," tutur Fero yang langsung barjalan sambil menarik tangan Dyezra memasuki area market mall. Mengabaikan gerutuan gadis itu yang merasa terkejut karena tangannya langsung ditarik begitu saja tanpa aba-aba.

𓈓 𓈓𓈓 𓈓

Sementara itu di belahan bumi yang lain, tampak seorang laki-laki dewasa muda dengan tatapan tegasnya tengah menatap penuh ancaman pada sosok laki-laki yang lebih muda tiga tahun darinya. Laki-laki dewasa muda tersebut terlihat sangat berwibawa ketika duduk di kursi kebesaran dalam ruangannya itu.

"Apa begini hasil pekerjaanmu selama sebulan ini, Faro?!" bentaknya keras. "Cih! Bahkan Fero bisa lebih baik darimu," lanjutnya yang tentu saja masih bisa didengar oleh pemuda di depannya.

Kedua tangan pemuda itu mengepal kuat di sisi-sisi tubuhnya. Akan tetapi, yang dikatakan oleh laki-laki dewasa muda yang tengah duduk di kursi CEO itu tidak bisa disangkalnya. Dari dulu, Fero memang selalu menjadi anak emas di keluarganya setelah Bang Redo. Sementara ia yang memang terlahir sebagai anak bungsu dan memiliki otak yang tidak sepintar sang kakak dan kembarannya hanya bisa menerima dengan lapang dada.

Alasan ia dikirim ke LA bersama Bang Redo semenjak tiga tahun yang lalu juga karena ini. Kedua orang tuanya ingin ia belajar mengelola bisnis bersama sang kakak pertama, Alfredo Galarzo. Yah, memang. Setelah mati-matian belajar selama dua tahun, akhirnya ia bisa menduduki posisi sebagai Direktur Utama di perusahaan.

Namun entah kenapa, nama Fero tidak pernah absen disebut sebagai CO-CEO hebat dan berbakat setelah posisi Bang Redo sebagai CEO. Padahal setahunya, Fero tidak pernah turun tangan langsung mengurusi perusahaan sepertinya dan Bang Redo, tapi nama Fero selalu saja dielu-elukan oleh orang-orang di perusahaan.

Jujur saja, itu membuatnya muak.

Fero tidak pernah serius dan lebih sering bermain-main, tapi semua perhatian dan pujian selalu mengarah pada saudara kembarnya itu.

"Affarozan Galarzo! Kamu dengar saya tidak?!"

Faro tersentak, ia menatap Bang Redo selaku kakak sekaligus atasannya itu dengan cepat. "Maaf, akan segera saya perbaiki kesalahan sekecil apapun pada kinerja saya dengan cepat," jawab Faro tanpa ragu.

Sudut bibir Alfredo Galarzo terangkat ke atas. "Bagus. Kamu yang paling tau kalo Abang sangat membenci kegagalan yang menyangkut perusahaan keluarga kita, Faro."

Faro mengangguk cepat tanpa banyak bicara. Pemuda yang secara fisik sangat mirip dengan Afferozan Galarzo itu undur diri dari ruangan sang kakak dan memilih untuk langsung kembali ke ruangannya sendiri. Ia harus segera memperbaiki kesalahannya sebelum para klien sekaligus kakaknya berkomentar lebih banyak lagi. Bagaimanapun caranya, ia harus membuat sang kakak terkesan dengan hasil kinerjanya dan orang-orang di bawah pimpinannya.

Tentunya seorang Affarozan Galarzo tidak akan kalah dalam hal mencari perhatian keluarga seperti yang selalu dilakukan oleh saudara kembarnya, Afferozan Galarzo.



Akhirnya, selesai juga part iniಥ_ಥ
Ada yang nyangka nggak sih kalo sebenarnya Fero itu punya kembaran? Mana namanya beda satu huruf doang lagi.

Alfredo Galarzo
Afferozan Galarzo
Affarozan Galarzo

Nah, begitu urutannya gaes.
Jadi si Fero itu anak tengah.
:

b

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro