Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

O3. redupnya indurasmi

biru mengamati jelas gerak-gerik dari pemuda itu, netranya enggan berpindah selain mengamati satu objek yang sedang sibuk membaca buku sastra.

"mas langit, mau ikut jalan-jalan sore gak? di pantai nailaka. saya mau kesana, barangkali mas langit mau ikut."

langit menggeleng, dari jam dua siang ia masih berkutat dengan setumpuk buku yang cukup tebal. biru heran, kenapa orang-orang suka sekali membaca buku dalam kurun waktu yang lama? melihat tulisan saja membuat kepalanya pening.

"kenapa masih disitu? katanya mau jalan-jalan sore." ujar langit tanpa memandang ke arah biru yang duduk di atas kasur. jelas sekali kalau ia sedang terganggu akan kehadiran si puan jelita. apa karena pembicaraan semalam yang mengundang ragu di benaknya? entah, tidak ada yang tahu bagaimana perasaan si pemuda juli itu.

"saya nunggu mas langit selesai baca buku. emangnya enggak bosen pacaran mulu sama buku?"

langit melepaskan kacamata bundarnya lalu membalikkan daksanya menghadap ke arah biru. ia menatap datar pada gadis bersurai hitam itu.

"kalau saya pacaran sama buku emangnya salah? saya kasih tau, lebih baik menghabiskan waktu untuk membaca buku daripada menghabiskan waktu untuk jalan-jalan sore sama kamu, membuang-buang waktu berharga milik saya." tuturnya tanpa tedeng aling-aling.

biru mengerjapkan matanya berkali-kali, masih terkejut akan jawaban dari langit yang kesannya sarkas dan terlalu jujur, sangat berbanding terbalik dengan seseorang yang diajaknya bicara waktu larut malam.

"kalau gitu, gak usah minta saya buat nemenin mas langit di banda neira. percuma, menghabiskan waktu saya."

langit menarik kurva miring di potret rupawannya, ada setitik rasa kecewa di kedua netra sublimnya. perihal harapan yang ia tanam dari semalam sudah hirap, jua dengan rahsa yang mulai muncul di ambang angan.

"saya enggak butuh kamu." ingatkan langit untuk tidak mengingkari ucapannya.
     
"yaudah kalau gitu, saya gak akan deket-deket sama mas langit mulai dari sekarang. kalau mas butuh bantuan, enggak usah dateng atau manggil saya kesini." biru meringsut mundur, meninggalkan langit yang hanya duduk diam diatas kursi jati.

langit menatap nanar kepergian biru. ada yang tidak bisa dijelaskannya sejak tadi, ia memilih untuk bungkam tanpa berbicara sepatah kata untuk biru, ego nya lebih tinggi dibanding apapun.


***

tepat saat biru turun dari tangga, ia disambut oleh kekasihnya. bukan biru kalau tidak tersenyum saat bertemu dengan pemuda itu. spontan, ia langsung merengkuh daksa tinggi itu sesekali menghirup aroma kayu manis yang menguar disana. ia merindukan segalanya tentang byantara.

"aku kira kamu lupa pulang ke rumah gara-gara kelamaan di batavia."

"mana mungkin aku lupa, hm?"

biru mendongak, menatap obsidian kelam milik si adam. "bisa jadi kamu lupa karena terlalu nyaman disana."

byantara menarik labium tebalnya sampai menampakkan kedua lubang cacat di kedua pipi serta netra yang ikut melengkung membentuk bulan sabit. biru berhasil dibuat tersenyum karenanya.

"biru, dirumah atau tidak dirumah, cinta tetaplah cinta, karena nyatanya kamu itu definisi rumah yang sesungguhnya, tempat aku singgah, tempat aku berpulang."

jadi kalau sudah seperti ini siapa yang mau menolak byantara?

"jalan-jalan ke pantai nailaka yuk? kita udah lama enggak kesana kan?" tanya byantara dibalas anggukan antusias oleh biru.

karena seorang biru harusnya tahu batas, ia memiliki byantara dan sebaliknya. tiga tahun merajut kisah, baru kali ini afeksi yang dirasakannya berkurang. ada separuh hal yang lenyap saat menatap laki-laki itu, dan biru sadar betul kalau detak yang berdegup dijantungnya sudah berbeda, bukan untuk byantara tapi langit.

"biru, baru kali ini aku lihat kamu gak seceria biasanya. kamu lagi banyak pikiran ya? kalau ada, kita bisa tunda dulu buat sementara," ucap byantara saat merasakan perubahan kecil dari si hawa, ia tahu ada suatu hal yang disimpan rapat-rapat oleh biru.

"aku enggak apa-apa byan, kita lanjutin perjalanannya aja," sahut biru berusaha untuk meyakinkan kekasihnya.

"yaudah kalau gitu, ayo berangkat." byantara mengambil sepasang hasta milik biru lalu dilingkarkannya pada pinggang, kebiasaan yang sering mereka lakukan saat berboncengan sepeda.

Diatas sepeda tuanya, byantara menembus jalanan sore yang kian meredup dengan ditemani seorang gadis yang ada dibelakangnya, ia mengayuh pedalnya menuju pantai nailaka. tepat pada saat itu, nabastala barat banda neira mulai memancarkan semburat jingga, senja kali ini terasa sama bagi byantara tapi terasa berbeda bagi biru.

"biru, tetap disampingku ya? apapun yang terjadi kita lewatin sama-sama."

permintaan byantara kelewat mudah kan? tapi kenapa lidahnya mendadak kelu untuk menjawab.

"iya kita lewatin sama-sama." dan jawaban itu terdengar kosong. tanpa arti, tanpa makna, tanpa rahsa.



banner by laviendier

saya nulisnya
kurang ngefeel ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro