O1. sawala rasa
banda neira, juli 1985
gadis itu mengeluarkan semua baju yang ada di lemari sampai tidak ada yang tersisa satu pun. menghela nafas berat lalu menatap tumpukan kaos dan celana jeans yang ada di atas kasur tua nya. lebih dari puluhan pakaian, tapi tidak ada satu pun dress yang ada di dalamnya. ia merutuki dirinya sendiri, aku cewek apa bukan sih ?
"biru, kamu- astaga, apa yang kamu lakuin?! bukannya siap-siap berangkat malah berantakin baju. kalo kayak gini-" itu suara si ibu yang berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang.
"biru yang bakal beresin bu, janji deh," sahutnya, sambil memilih baju dengan asal. ia termasuk golongan orang yang cuek akan cara berpakaian yang penting nyaman.
"jangan pakai baju yang itu, kayak gembel aja. cari baju yang lain, kemarin mama beliin dress lima potong di kota. kamu taruh mana?" ujar ibu.
biru menepuk jidatnya saat mengingat sesuatu. skakmat, jangan-jangan plastik hitam kemarin isinya dress ?. oh tidak, plastik itu pasti sudah berakhir apik di tempat sampah.
biru nyengir sambil melipir ke kamar mandi, berniat kabur dari amukan ibunya yang bentar lagi pasti akan meledak.
"kamu taruh dimana biru?" tanya ibu mendesak. aduh, kalau sudah begini rasanya biru mau kabur sampai antartika kalau perlu.
"ehm itu... kayaknya sekarang ada di tempat sampah deh, bu."
tepat pada saat ia menutup pintu kamar mandi, teriakan ibunya melengking sampai membuat gendang telinga nya bisa pecah saat itu juga.
"biruuu! ibu beli itu pakai uang ya, bukan pakai daun mangga!
"maaf bu itu sengaja, eh enggak sengaja!" balas biru dari dalam kamar mandi. ia yakin, pasti setelah kejadian ini uang jajannya akan dipotong setengah.
***
dengan gerakan malas, biru membuka pintu mobil volkswagen milik ayahnya. ia menyesal tidak sempat membawa payung atau topi baseball miliknya. kalau sudah begini, ia harus merelakan kulitnya yang putih terbakar sinar matahari.
"biru, ayo buruan masuk. kamu masih betah berjemur kayak ikan asin?"
biru tersentak kecil saat suara ayahnya masuk ke dalam telinga, terlalu sibuk ngedumel membuatnya lupa diri. ia menggembungkan pipinya lalu mengikuti langkah lebar sang ayah yang mulai masuk ke area pelabuhan, menjemput seorang tamu istimewa.
"ayah, tamunya dimana? kok enggak kelihatan." biru celingukan mencari keberadaan si tamu yang dimaksudkan oleh ayahnya, ia mengira kalau tamu yang akan berkunjung kali ini pasti seumuran dengan orang tuanya.
"harusnya udah sampai dari dua puluh menit yang lalu. tapi kok anaknya belom ada ya?" ujar ayah yang juga kebingungan mencari eksistensi si tamu istimewa ini sembari mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
biru mengernyit, anak? apa tamunya kali ini seorang anak-anak atau remaja seusianya? biru masih terlarut dalam pikirannya sampai tidak sadar ada orang yang berdiri tepat di hadapannya.
pemuda itu berdeham membuat biru langsung mendongak ke arah sosok yang lebih tinggi darinya. ia dibuat terlena oleh wajah rupawan yang nampak tidak nyata itu, ditambah dengan surai lebat berwarna biru tua yang membuatnya nampak mencolok diantara kerumunan banyak orang.
"ini tamu ayah apa bukan?" tanya biru sembari berbisik ke ayahnya, ingin memastikan sesuatu.
"iya, namanya langit. dia ini siswa ayah saat masih mengajar di surabaya dulu, selama dua sampai tiga bulan dia bakal bantu ayah menyelesaikan percobaan." jelas ayahnya membuat biru bersorak senang dalam hatinya. berarti, selama dua sampai tiga bulan, ia bisa puas memandangi pemuda itu.
"langit, kenalkan ini anak saya, biru. dia juga akan membantu kamu kalau lagi butuh sesuatu."
keduanya berjabat tangan saling menyebutkan nama masing-masing. ada sesuatu yang timbul dalam benak biru untuk mencari tahu semua yang ada dalam diri langit. sosok yang pendiam dan misterius ini jauh lebih menarik daripada kekasihnya sendiri.
banner by laviendier
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro