Rusia - Nyanyian Para Elf
Chapter 3
Nyanyian Para Elf
Binar cokelat Mira memandang gusar pada pria yang telah menangkis serangan pedang yang ia miliki.
Sapphire milik si pria justru memandang sangar pada Mira. Seolah gadis itu telah melakukan sebuah kesalahan besar.
Tania dan Nikita memanfaatkan kesempatan itu untuk segera melarikan diri. Mira yang memandang hal tersebut semakin merasa geram.
"Kau baru saja menghancurkan kesempatan emasku. Mereka hampir ketakutan tadi! Arghh!!!"
Dengan frustasi Mira pun mengacak-acak rambut merahnya. Menatap sebentar dengan sinis. Lalu beranjak pergi.
Tapi lengannya tertahan, Mira menaikkan satu alisnya. Pria bernetra sappire menatap pelipisnya yang terluka.
"Lepaskan!" desis Mira. Genggaman di lengan langsung terlepas. Ia mendengus kesal lalu beranjak sesegera mungkin pulang ke rumah.
Di toko, paman Ron terkejut melihat tampang Mira yang nampak awut-awutan. Di tambah noda koloid berwarna merah yang telah mengering.
"Mira! Demi Greya! Apa yang terjadi padamu?"
Mira berusaha mengelak ketika di tanya paman Ron. Sang paman berusaha untuk melihat kondisi sang keponakan. Tapi tangan Mira dengan cepat mencegah.
"Aku baik-baik saja, Paman. Jangan khawatir. Malam ini kita akan pergi 'kan?"
Paman Ron hanya mengganguk. Tak lagi bertanya dan membiarkan Mira menghilang ke dalam balik pintu.
Malamnya, pinggiran kota Sackan telah didirikan sebuah tenda berukuran raksasa. Tenda tersebut di bangun di luar gerbang ibukota. Beberapa hiasan dengan potongan bendera segitiga berwarna-warni terhias di sekeliling tenda.
Cahaya dari nyala api obor semakin memperindah suasana. Beberapa penjaja makanan ringan turut hadir di sekeliling area.
Puluhan orang memenuhi tempat tersebut. Mira mengenakan tunik panjang berwarna putih tulang. Rambut merahnya ia gerai di balik punggung. Bersama paman Ron, mereka mengantri untuk memasuki tempat yang telah di sediakan.
Beberapa orang bertelinga runcing, dengan tunik khas bangsa Elf berwarna hijau. Berdiri sebagai dua penjaga tiket. Keduanya adalah seorang pria dewasa yang tingginya sekitar 175 cm.
Beberapa wanita nampak tersihir oleh ketampanan ras Elf. Kulit mereka terlihat bercahaya dalam kegelapan, hidung bangir mereka pun nampak tajam. Di tambah netra emerald yang mampus membius siapapun.
Pria-pria itu sepertinya tidak keberatan ketika beberapa wanita mencoba untuk menggodanya.
Mira dan paman Ron melewati pemeriksaan tiket. Kedua pria Elf bersurai ungu muda. Terperangah saat melihat warna rambut yang di miliki oleh Mira.
"Warna rambut yang bagus. Bagaimana kau mewarnai rambutmu?" tanya seorang dari mereka.
"Ini warna alami," sahut Mira dengan datar. Kedua Elf tersebut saling melempar pandangan.
"Ayo Mira!" Paman Ron lekas menariknya masuk. Saat lawan bicara mereka ingin mengucapkan sesuatu.
Ketika Mira dan sang paman telah tiba di tempat mereka duduk. Beberapa wanita Elf bertebangan di dekat panggung. Mereka terlihat sibuk untuk mempersiapkan pentas drama.
Di sisi lain tribun penonton. Nampak raja dan jajarannya turut hadir. Putri Annalika sendiri nampak duduk serasi bersama pemimpin pasukan guild kitsune.
Setelah beberapa menit berlalu. Lampu mulai meredup dan menyisakan sisa cahaya yang menyorot di atas panggung. Alunan musik pembuka terdengar memenuhi tenda.
"Selamat malam warga kerajaan Sackan." Seorang pria bertelinga runcing lainnya berdiri di tengah-tengah panggung mengenakan sebuah sutra panjang berwarna hijau tosca.
"Terima kasih atas undangan Raja Roberto kami ucapkan dengan penuh hormat. Saya sebagai pimpinan karavan ini Falen sangat merasa tersanjung atas antusisme penduduk kota," ucap Falen, "karena ini malam yang sangat spesial. Kami akan memberikan pentas drama tentang sebuah legenda yang telah di ceritakan para leluhur kami."
Musik penggiring kembali diperdengarkan. Sorot lampu pada Falen memudar lalu seluruh panggung menjadi gelap.
Detik berikutnya sebuah adegan pun di mulai dengan diiringi musik musikal yang khas dan nyanyian merdu seorang wanita pun terdengar begitu lembut dalam alunan lagu.
Beratus-ratus tahun yang lalu. Sebuah kelahiran terjadi di dekat pulau api.🎵
Makhluk itu lahir begitu saja. Tanpa ada satu pun yang mengetahuinya. Awalnya ia hidup seorang diri tanpa siapapun di sisinya.🎵
Namun semuanya berubah, ketika ia mendengar suara kepakan sayap yang khas dari atas langit.🎵
Ketika makhluk tersebut melongok keluar. Ia bertemu sesuatu yang tidak pernah ia duga. Makhluk-makhluk itu menatapnya penuh heran.🎵
Lalu mengajaknya untuk bergabung dalam kawanan mereka.🎵
Mereka berteman dan selalu menghabiskan waktu di pulau berjalan.
Dalam nyanyian dan ilustrasi yang ditunjukkan. Mira seolah merasa hal tersebut seperti pernah ia dengar sebelumnya, ia merasa seperti deja vu. Padahal, ini pertama kalinya ia mendengar kisah dalam nyanyian tersebut.
"Paman," lirih Mira, "kepalaku pusing."
Sang paman tahu apa yang harus ia lakukan. Dengan segera ia menarik Mira untuk menuntunnya keluar.
Tubuh Mira mendadak panas. Raut wajah paman Ron terlihat khawatir. Seorang pria yang sedari tadi membuntutti Mira. Bergegas mengikuti dari belakang.
Dalam lamunannya menonton pertujunjukkan, pikiran Alvian melayang saat ia tiba di pusat kota. Aura mana yang mencurigakan mendadak menghilang begitu saja.
Mereka berpencar untuk mencari tahu. Menanyakan beberapa orang akan aura tersebut. Sebagian memang merasakannya. Tapi tak ada satu pun yang tahu. Lokasi aura tersebut berasal.
Putri Annalika melirik Alvian secara diam-diam. Walau netra pria tersebut tertuju ke arah panggung. Pikirannya jelas berada di tempat lain. Sang putri hanya bisa menghela napas dalam diam.
Nyanyian dan kisah yang ditunjukkan para Elf bagi Annalika seperti dongeng pengantar tidur. Semua orang tahu makhluk apa yang di maksud oleh sang aktris.
Setiap ras memiliki legendanya sendiri-sendiri. Dan bagi Annalika kisah tersebut sangatlah membosankan. Ia melirik ke sang ayah. Nampaknya beliau terlihat hanyut dalam nyanyian.
Di luar pertunjukkan, paman Ron telah mengendarai gerobak tarik mereka untuk kembali pulang. Namun baru beberapa melangkah masuk melewati gerbang. Seorang pria bertudung menghalangi jalan dengan berdiri di depan kereta.
Mira yang merasa kepalanya semakin berat. Menatap buram ke arah depan. Ia terpaksa bersandar pada pundak sang Paman.
"Pria muda. Apa gerangan kau menghalangi jalan kami?" tanya Paman Ron.
Pemuda tersebut tidak menjawab. Yang ada ia malah menghampiri gerobak dan duduk di belakang. Tempat di mana biasanya Mira meletakkan barang belanjaannya.
"Hey!" Paman Ron tampak terkejut dengan sikap pemuda tersebut.
"Bawa aku ke tempat kalian. Cepat!"
Paman Ron nampak urung melakukan perintah tersebut. Tapi karena melihat kondisi Mira yang semakin terkulai lemah. Mau tidak mau memaksanya untuk segera pulang.
Ketika bunyi roda berderit dengan bebatuan jalan. Sang pria pun membuka tudung yang mereka kenakan.
"Keturunan Uros. Sejatinya akan bangkit."
Tali kekang yang di gunakan paman Ron untuk membuat Lisa si kuda berjalan tiba-tiba ditarik secara mendadak.
Suara ringikan dari sang kuda. Membuat Mira cukup terkejut dari tidurnya.
Paman Ron melirik sekilas ke arah penumpang gelap yang tengah duduk di belakang mereka.
"Falen dan rombongannya akan menyelidiki kalian." Netra electric blue itu menatap lurus pada wajah paman Ron.
Rahang pria tua tersebut mengatup rapat. Ia melirik Mira yang masih nampak setengah sadar.
"Namaku Lei." Ia memperkenalkan namanya. "Dan aku ingin anak angkatmu bergabung denganku."
_/_/___/_____
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro