Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Remon - Troll

Chapter 7
Troll

Mulut Mira terganga lebar. Sang Troll menyeka ujung bibir dengan punggung tangan. Dalam gejolak politik Aestival, beberapa ras berniat mengawini ras lain demi melahirkan ras baru yang jauh lebih kuat.

Mira yang terkejut bukan main melangkah mundur untuk menjauh. Tapi karena kakinya telah membengkak dan nyeri yang sangat kuat, membuatnya terjatuh di atas tumpukan dedaunan yang menutup tanah.

"Mira!" teriak Lei seraya berlari dan berdiri di depan Mira yang terjatuh.

Bastard sword ditarik keluar. Tanpa bisa Mira duga, Lei melesat cepat bagaikan hembusan angin. Dedaunan kering di sekitar mereka bertebangan ke udara dan saat dedaunan jatuh kembali ke pusat bumi.

Tubuh Troll tersebut telah rubuh dengan cairan koloid berwarna merah di sekujur tubuhnya. Tidak berhenti sampai di situ, perlahan-lahan mayat Troll tersebut menjadi partikel-partikel kecil yang menghilang dalam semilir angin pagi. Dan detik berikutnya, mayat Troll tersebut menghilang tanpa jejak.

Mira mengedipkan mata tidak percaya. Mulutnya terkatup rapat-rapat lalu terbuka lagi.

"Kau! Bagaimana kau melakukannya?" tunjuk Mira pada tempat di mana mayat Troll seharusnya berada.

Mengacuhkan Mira, Lei membersihkan noda darah pada bilah pedang yang berwarna hitam tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam sarung.

"Mereka berkeliaran di mana-mana. Kita harus segera terbang bersama Cloudy. Berjalan kaki tak aman."

Lei kembali bersiul seperti malam sebelumnya dan entah dari mana. Kepakan sayap Cloudy terdengar, hewan itu pun perlahan mendarat di depan Lei dengan patuh.

"Ayo," ajak Lei seraya mengelus pucuk kepala Cloudy.

Mira menelan saliva dengan susah payah. Terbasan pedang milik Lei sangat misterius. Kendati demikian, ia masih tidak bisa bangkit untuk berdiri. Rasa nyeri di pergelangan kaki membuatnya tidak mampu untuk beranjak.

Lei menyadari hal itu. Ia berjalan mendekati Mira tapi tidak terlihat ia ingin menolong.

"Lakukan," titahnya dengan angkuh.

"Apa?" tanya Mira tidak mengerti.

"Sembuhkan dirimu sendiri. Harusnya kau bisa melakukannya."

Alis Mira semakin bertaut bingung.

"Aku tidak bisa melakukan itu. Tidak ada ramuan atau tanaman obat yang bisa kugunakan."

Lei memutar mata dengan jengah. Lalu sedikit berjongkok di depan Mira yang terluka.

"Ingatlah, saat-saat di mana kau dapat menyembuhkan dirimu sendiri."

Mira tidak tahu dan tidak mengerti bagaimana melakukan hal tersebut. Ia pernah terjatuh waktu remaja saat berlatih pedang di dekat pinggiran pintu gerbang. Lututnya tergores oleh bebatuan jalan raya. Dan naasnya, besok pagi luka tersebut hilang tanpa meninggalkan bekas.

"Sudahlah kalau kau tidak ingin membantu. Aku bisa melakukannya sendiri."

Lei mencoba menahan tawa, ketika melihat Mira ngesot di atas tanah. Ia tahu pria bernetra elektric blue tersebut tengah menertawakannya. Tak ambil pusing, ia akan menyembuhkan kakinya sendiri.

Mengesot beberapa saat, tubuhnya tiba-tiba terangkat ke udara oleh kedua tangan kekar milik Lei. Amber Mira melotot tak percaya.

"Turunkan aku!" marahnya pada Lei.

Lei tak menjawab. Ia lantas mendudukkan Mira di atas punggung Cloudy dengan hati-hati.

"Lakukan," serunya, "alirkan emosimu dan rasakan mana mengalir dalam setiap aliran darah."

Mira bersikeras bahwa ia tak bisa melakukannya. Lei sendiri tidak peduli dan menunggu Mira untuk menyembuhkan dirinya sendiri.

Tak tahu apa yang harus di lakukan. Mira pun menatap pergelangan kakinya yang sudah membengkak.

"Sembulah ... sembuhlah." Mira berujar seperti seorang cenayang yang tengah memanggil awan.

Lei menepuk jidatnya dengan frustasi. Sepertinya rencana membuat Mira menyembuhkan dirinya sendiri tidak akan berhasil.

Ia lalu beranjak naik di atas punggung Cloudy dan memerintahkannya untuk segera terbang di atas langit.

"Apa yang kau butuhkan?" tanya Lei saat mereka terbang cukup tinggi di atas kumpulan awan putih.

"Apa?" tanya balik Mira dengan bingung.

"Bahan-bahan herbal yang kau butuhkan untuk menyembuhkan kakimu."

Mira bergumam sebentar.

"Bawa aku ke desa terdekat."

Lei mengganguk, ia kembali mengelus tubuh Cloudy seakan tengah memberikan intruksi atas apa yang di sampaikan Mira.

Mereka terbang cukup lama. Lalu merendah untuk menghindari cahaya sinar matahari. Tak lama berselang sebuah perkampungan kecil terlihat dari jauh. Tempat tersebut di kelilingi oleh pagar kayu yang ujungnya meruncing tajam.

Cloudy terbang cukup merendah, menukik sedikit hingga mendarat di tengah jalan raya. Puluhan warga desa yang berada di sana menonton dengan takjub pada rupa Alghus.

Rumah-rumah di tempat tersebut di bangun dari atap berjerami kering. Dindingnya sendiri dibuat dari campuran tanah liat berwarna putih tulang.

Lei membantu Mira untuk turun. Tapi bantuan Lei justru membuat rona merah muda berpendar di seluruh pipi Mira. Wajahnya benar-benar semakin terlihat seperti apel merah yang siap di panen.

"Apa ada yang tahu di mana kami bisa menemukan tabib? Tunanganku terluka."

Beberapa warga nampak kasak-kusuk. Lalu seorang bocah laki-laki yang sedikit dekil datang menghampiri mereka.

"Nenekku seorang tabib di sini. Kakak bisa ikuti aku."

Bocah tersebut lalu berjalan di depan Lei. Para warga desa masih terus memperhatikan tiap langkah Lei yang tengah membopong Mira seperti brider shower.

Bocah laki-laki tersebut lalu berhenti di depan sebuah gubuk sederhana dan menghilang di dalamnya.

Di dalam gubuk tersebut, ada seorang wanita tua dengan potongan rambut putih sebatas bahu.

Walau garis keriput terlihat jelas dari wajahnya. Raut wajahnya tidak menunjukkan bahwa ia adalah seorang wanita tua lemah yang renta.

"Seharusnya anda bisa melakukannya." Ia berucap saat melihat Lei masuk bersama Mira.

Tempat tersebut tidak terlihat seperti ruangan seorang tabib. Hanya ruangan sederhana berukuran sedang yang menjelma sebagai ruang tamu.

Hanya ada sebuah meja kayu persegi empat. Dengan dua kursi yang salah satunya telah di duduki.

Lei mendudukkan Mira di salah satu kursi kosong. Lalu mengibaskan pakaiannya dari dedaunan kering yang menempel.

"Namaku Pati." Ia memperkenalkan diri. "Tapi kalian bisa memanggilku Bik Pati."

Ia beranjak dari kursi. Sedikit berjongkok di depan kaki Mira. Lalu tangannya perlahan menghasilkan nyala biru yang berpendar dengan indah.

Bik Pati pun meletakkan telapak tangannya menutup pergelangan kaki Mira yang terkilir. Sensasi dingin nan lembut seolah meresep ke dalam lapisan epidermis kulit.

Tak butuh waktu lama. Bengkak di pergelangan kaki menghilang bersama tulang yang terkilir. Melihat hal itu, Mira memandang takjub pada Bik Pati.

"Terima kasih. Tapi bagaimana anda melakukannya?" Binar amber milik Mira terlihat berbinar-binar.

"Kupikir kau bisa melakukannya."

Mira menggeleng pelan.

"Mana ku sulit untuk di kendalikan. Aku sudah mencobanya tapi masih tetap sulit."

Bik Pati pun beranjak berdiri. Lalu kembali duduk di kursi. Binar matanya terarah tajam pada Lei.

"Kenapa ada di sini?"

Mira berbalik menoleh pada Lei. Tapi Lei tak menjawab pertanyaan dari Bik Pati.

"Berapa harganya?" Dirogohnya saku celana untuk mengeluarkan kantung uang.

"Aku tidak butuh bayaranmu," ujar Bik Pati pada Lei. "Tapi aku ingin kau membantuku dalam satu hal."

"Aku tidak punya waktu melakukannya," tolak Lei mentah-mentah. "Lebih baik anda menerima upah anda."

"Aku akan melakukannya," sela Mira antusias. "Tapi maukah Bik Pati berjanji untuk mengajarkanku mengendalikan mana sebagai kekuatan penyembuh?"

Wanita tua itu tersenyum penuh kemenangan.

"Tentu saja. Asal kau bisa membuatkan ramuan Birth of Sun Flower padaku."

Pupil mata Mira melebar karena terkejut. Ia mengedipkan mata tidak percaya.

"Tapi itu kan-"

"Aku tahu kau bisa melakukannya. Kau mengidentifikasi dirimu sebagai herbalist," potong Bik Pati.

"Ralat pharmagician. Aku mengembangkan konsep tersebut," tukas Mira menjelaskan. "Tapi mengumpulkan semua bahan memerlukan waktu yang cukup lama."

"Jangan khawatir. Aku memiliki semuanya. Tapi tidak pernah berhasil."

Lei langsung menarik lengan Mira secara kasar keluar dari gubuk. Karena pergelangan kakinya telah sembuh. Lei rasa hal itu bukan masalah.

"Ramuan apa itu?" bisik Lei curiga.

"Ramuan awet muda," sahut Mira dengan nada kecil.

"Nenek sihir itu licik," umpat Lei tanpa sadar. "Jangan melakukannya."

"Tidak! Akan kulakukan. Lagi pula tidak yang tahu bahwa itu ramuan terlarang."

"Apa?!"

Eletric blue Lei terbelalak tidak percaya. Belum sempat ia mengungkapkan rasa keberatannya. Mira kembali berujar.

"Aku butuh keterampilannya. Kau tunggu di sini saja."

Lei membuang napas dengan kesal. Ia menyisir rambutnya ke arah belakang menggunakan jari-jari. Dan sesekali memainkan lidahnya.

"Oke, aku akan lihat sejauh mana masalah ini akan berlanjut."

_/"///_____/___

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro