Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Esvania - Land of Green

Chapter 15
Land of Green

Pusat kota Land of Green membentuk sebuah lingkaran raksasa yang mana terdapat sebuah prasasti kuno berbentuk batu raksasa yang ditulis dengan bahasa kuno pada zamannya. Yang mana terletak di tengah-tengah kota.

Tak seorang pun tahu, makna yang tertulis. Orang-orang beranggapan bahwa itu hanya sebuah pajangan atau kata-kata mutiara yang diukir sang pemahat.

Di salah satu bar. Beberapa orang dari ras berbeda tengah berkumpul pada meja kayu bulat. Mereka bergerombol dan juga berkelompok. Pembahasan yang menjadi topik siang itu adalah kemunculan si The Red Apple.

"Gadis itu muncul di Firiwage." Bisik-bisik itu terdengar.

"Bersama seorang pria."

"Tapi mereka melihat seorang bocah turut hadir."

"Apa yang mereka lakukan di tempat ini?"

"Beratus-ratus tahun. Akhirnya legenda itu menjadi kenyataan."

"Dia telah membuat mana-nya menyeliputi seluruh Sackan."

"Kitsune sedang memburunya."

"Siapapun yang mendapatkan wanita itu akan memenangkan pertarungan."

"Kita tidak bisa melakukan pertempuran di sini."

"Seseorang harus menggiring mereka keluar kota."

Dalam sejarah Aestival, Land Of Green disebut tanah bebas. Ini merupakan zona paling aman untuk berdiam diri. Pertumpahan darah dilarang terjadi. Bahkan seorang pejuang dengan kekuatan over power tidak bisa menggunakan kekuatannya di tempat seperti ini.

Orang-orang menggunakan Land of Green sebagai zona netral. Pertukaran informasi sangat cepat terdengar. Tentu saja, kehadiran Mira bersama Lei langsung tersebar dalam semalam.

Seorang wanita berambut pendek dengan tunik panjang berwarna cokelat muda berdiri di depan prastati. Bola matanya bergerak mengikuti deretan huruf yang terpatri.

Ia melakukannya setiap hari saat matahari bersinar di atas kepala. Lalu-lalang orang yang melewati tempat tersebut, tidak terlalu memedulikan aktifitas wanita tersebut.

"Melody!" Seorang  wanita setengah baya memanggilnya dari kejauhan. "Sampai kapan kau akan melamun di tempat itu? Bawa keranjang susunya segera."

Melody tak perlu menyahuti panggilan tersebut. Yang ia butuhkan hanya berlari menggejar wanita yang ia panggil dengan sebutan ibu.

Sang ibunda pun masuk ke dalam salah satu bangunan kecil di antara toko yang sedang buka. Letaknya yang berada di sudut sering tidak terlalu di anggap keberadaanya.

Melody masuk ke dalam bangunan tersebut. Lalu meletakkan sekeranjang susu di atas meja.

Ruangan tersebut tidak terlihat seperti toko atau tempat makan. Melainkan, terlihat seperti ruang tamu biasa.

"Ibu," lirih Melody. "Apa kabar itu benar? Gadis apel itu berada di sini?"

Madam Lena, berupa panggilan yang disematkan penduduk Land of Green pada ibunya Melody.

"Jika itu yang dibicarakan. Pasti benar adanya." Ia menatap sang putri dengan tatapan peringatan. "Aku tidak ingin kau terlibat."

Melody hanya bisa terdiam di tempatnya. Ibunya kembali masuk ke dalam rumah. Wanita itu kembali melirik ke arah jalanan luar melalui bingkai jendela persegi empat.

Memperhatikan para Elf berjalan melewati depan rumahnya. Lalu melihat bagaimana para Orc berjalan. Mereka memiliki postur tubuh layaknya seorang manusia. Warna kulit mereka umumnya hijau atau abu-abu pucat. Kadang terlihat seperti raksasa.

Melody menghela napas berat. Dunia tempat ia berpijak mungkin akan berubah. Ia tidak dapat memahami mengapa ibunya repot-repot memilih pindah dari pesisir Asana ke Land of Green.

Kendati demikian, sebagai anak ia tak bisa memaksa ibunya mengatakan hal yang sebenarnya.

Saat malam tiba. Melody telah bersiap menuju sebuah bar dalam gaun berwarna merah muda dan selendang putih yang melilit pinggul kecilnya. Sebuah topeng bergambar rubah telah ia kenakan.

Ia menarik napas memandang dirinya pada bayang cermin di kamar ganti. Terkadang, ia lelah dengan rutinitasnya sebagai seorang penari. Namun, sesuap nasi tidak akan jatuh dari langit jika seseorang tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan hari-harinya.

Ketukan di luar pintu kamar mengisyaratkan agar Melody segera naik di atas panggung. Ia tersenyum getir lalu memaksa dirinya untuk tersenyum semanis mungkin.

Dentang melodi dan alunan lagu mulai terdengar. Dengan gerakan gemulai nan anggun, Melody menari di depan para pria berhidung belang.

Mereka bersiul dan mengangkat gelas bir tinggi-tinggi untuk mengapresiasi tarian Melody. Sang wanita terhanyut dalam tiap gerakan yang ia lakukan.

Di salah satu pojok, seorang pria dengan surai hitam panjang menghabiskan bir kelima yang ia minum dalam sekali tenggukkan. Berapa banyak gelas yang ia minum. Ia sama sekali tidak dapat mabuk. Bahkan efek memabukkannya pun tak ia rasakan.

Seorang Orc dengan wajah memerah semu bangkit dari atas kursi dengan gerakan sepoyongan. Ia tertawa cengengesan menghampiri Melody.

Beberapa orang berteriak agar sang Orc tidak mengacaukan pertunjukan. Tapi terlambat, pinggang kecil Melody telah ia raih.

Wanita itu tersentak bukan main. Melody mencoba untuk melepaskan diri dengan gerakan sopan. Tapi rengkuhan tangan Orc yang besar seakan membelitnya kuat-kuat.

Sang majikan memberikan bahasa isyarat dari kejauhan agar Melody tetap melakukan tariannya. Ia sendiri merasa risih dan tak nyaman dengan perlakuan seperti itu.

Pria bersurai hitam panjang yang memperhatikan raut kecemasan di wajah Melody pun segera bangkit dari kursi dan berjalan menghampiri.

Ia melepas kasar tangan si Orc dan menarik Melody dalam dekapannya. Musik terus terputar dan si pria misterius itu mengajak Melody menari seperti layaknya sepasang kekasih.

Beberapa orang memuntahkan bir yang sedang mereka minum. Sebagiannya lagi terbakar api cemburu. Mereka berteriak dan memaki-maki si pemuda.

Melody pun turut melakukan perlawanan. Pria-pria di bar terus saja bergantian menggodanya.

"Apa kau ingin pergi?" Pria itu membisikkan sesuatu di telinga Melody. "Aku bisa membawamu pergi dari tempat ini."

Melody sendiri cukup tercengang mendengar tawaran tersebut. Ia tahu, pria tersebut sedang mencoba menggodanya.

"Namaku Ellon." Dia kembali berbisik. Ia memutar tubuh Melody seperti gerakan dansa. Lalu membekap dirinya dengan sedikit menjatuhkan Melody di atas lantai.

"Siapa namamu?"

Wajah Melody yang berada dibalik topeng. Membuat Ellon semakin penasaran untuk melihatnya. Detik berikutnya. Semua orang berteriak histeris saat Ellon menempelkan bibirnya di atas bibir Melody.

Melody yang terkejut dengan sikap Ellon dibuat lebih terkejut, saat Ellon mendadak membopong dirinya dan membawa lari Melody ketika lantunan musik masih terputar.

Seluruh penggemar Melody berteriak dan berlari mengejar mereka.

"Lepaskan!" Melody berteriak histeris sambil memukul punggung Ellon dengan keras.

"Turunkan aku brengsek!!!" maki Melody kembali. Tapi Ellon tidak mempedulikannya. Ia terus berlari dan masuk ke jalan-jalan kecil demi menghindari kejaran para penggemar.

Semakin lama, orang-orang yang mengejar mereka tidak terlihat dan Ellon membawa Melody masuk ke dalam hutan. Pria itu sesekali berbelok, melompat dan berlari terus masuk ke dalam hutan.

Setelah yakin, tak ada satu pun yang terkejar. Ellon pun menurunkan Melody dengan segera. Dan baru beberapa detik menginjak tanah.

Kaki Melody menendang junior kecil milik Ellon. Akibatnya pria itu meringgis kesakitan. Ia terus mengeluh dengan berjalan tak tentu arah di dalam hutan. Hingga akhirnya ia tumbang di atas dedaunan kering akibat menubruk tubuh seseorang.

Dan sepasang eletric blue tengah menatapnya penuh ancaman.

_/_/_/______

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro