Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SPECIAL STORY II.2 : Winter into Spring

Tidak ada yang tahu, selama ini Kyle menutup diri dari keluarganya, keluarga Riverton—yang jauh lebih kaya daripada keluarga Nick Deveron sialan itu. Kalau dirinya kembali ke keluarga Riverton, Kyle yakin semua kebutuhan dan kehidupan Adelyn akan lebih dari mewah—bukan sekedar cukup lagi.

Kyle mengutuki dirinya sendiri dalam hati. Ia sudah benar-benar gila rela kembali ke keluarga kelam itu demi Adelyn. Namun, naluri berkata ia sedang melakukan hal yang benar.

Cukup lama Adelyn memandangnya dengan bingung dan ragu. "Ak-aku tidak bisa meninggalkan Nick. Aku-"

Kata-kata Adelyn terpotong oleh dering telepon.

"Halo, Nick?" Adelyn dengan cepat mengangkatnya.

Anak itu benar-benar panjang umur, batin Kyle, meringis.

"Aku sedang ... mencari angin di luar," lanjut Adelyn. "Tidak, tidak perlu. Aku akan pulang sekarang," lanjutnya sambil memandang ke arah Kyle. "Oke. Bye, Nick." Lalu ia memutus sambungan telepon.

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Kyle selain mengantar Adelyn pulang. Ia tidak ingin menyusahkan gadis itu. Nick pasti kebingungan mencari tunangannya kemana-mana.

Di saat Adelyn menghilang, ia bingung mencari kesana kemari. Tapi saat Adelyn ada di sampingnya, Nick justru pergi seenaknya dengan Jessa. Kyle tidak paham dengan temannya yang satu itu. Satu hal yang pasti, besok ia akan memberinya pelajaran. Jika Adelyn tidak berani melakukannya, Kyle yang akan bertindak.

***

"Kita sudah kembali ke istana es," kata Kyle, tersenyum masam. Ia mulai tertular sarkasme Will. Mobilnya berhenti di depan gerbang rumah Nick.

"Thank you for today, Kyle," kata Adelyn sambil tersenyum ke arahnya. "Sudah sangat lama rasanya aku tidak tersenyum dan tertawa seperti tadi."

Pandangan Adelyn beralih ke rumah megah di luar sana, rumah yang seakan menjadi penjara baginya. Binar bahagia dimata cokelatnya meredup. "Seandainya saja kau adalah tunanganku. Aku pasti bahagia sekarang." Adelyn bergumam pelan dan mendesah berat.

"Tawaranku tadi masih terbuka lebar, Adelyn. Kau bisa meninggalkan Nick tanpa mencemaskan perusahaan keluargamu," tegas Kyle. "Aku akan melamarmu. Setelah nama keluargaku tersemat di belakang namamu, kau akan hidup berkelimpahan sampai selamanya. Tidak akan ada yang berani menyakitimu," lanjut pemuda itu, tiba-tiba merengkuh wajahnya, membuat Adelyn terpaku menatap mata biru sedalam samudra yang indah. Tangan lainnya, menggenggam tangan Adelyn.

Adelyn sudah curiga, keluarga Kyle bukan orang sembarangan—banyak siswi Riverdale High berfantasi Kyle adalah pangeran keluarga konglomerat yang menyembunyikan jati dirinya. Dan Adelyn tidak buta, pemuda ini benar-benar tampan. Tidak heran begitu banyak wanita jatuh dalam pesonanya. Dan saat ini Kyle sedang melamarnya secara tidak langsung.

Adelyn terdiam memandang tangan mereka yang bertautan. Seandainya saja tangan itu yang akan menggenggamnya selamanya.

Kyle masih menunggu. Batin Adelyn berkecamuk.

Tiap detik terasa lama hingga Adelyn memutuskan.

"Aku tidak bisa, Kyle." Gadis itu melepaskan dari dari Kyle secara perlahan, seakan ia tidak tega untuk terpisah. "Semuanya sudah terlambat," lanjut Adelyn. Cepat-cepat ia keluar dari mobil, sebelum air mata yang telah ditahannya menetes.

"Adelyn." Kyle cepat-cepat menyusul keluar dari mobil. Ia tahu Adelyn menangis.

Dengan langkah cepat Kyle mengejar Adelyn, menyambar tangan gadis itu tepat sebelum masuk ke dalam halaman rumah. Sekalian saja kalau Nick melihat mereka.

"Maaf Kyle," isak Adelyn, menampis tangan Kyle. "Kumohon, jangan mencariku lagi setelah ini. Apapun yang terjadi, jangan pedulikan aku."

Kyle tidak tega melihat Adelyn seperti ini, namun ia tidak ingin memaksa. Dilepasnya tangan gadis itu dengan enggan.

"Kau bisa memilih untuk bahagia Adelyn, kenapa kau menolak kesempatan itu?" Kyle tak habis pikir.

"Aku ingin menemukan kebahagiaanku sendiri, bukan dari orang lain. Sekalipun aku keluar dari penderitaanku, aku ingin itu atas usahaku sendiri." Adelyn tak menduga jawaban yang meluncur dari mulutnya. Perlahan sebuah perasaan yang lama tertimbun, menyeruak dengan jelas.

"Aku sudah lelah bergantung dengan orang lain Kyle."

Untuk pertama kali, Kyle melihat sesuatu yang lain dari mata cokelat gelap Adelyn yang menyorot tegas. Kepercayaan diri dan seorang gadis bertekad kuat. Bukan lagi tuan putri dingin yang terbiasa hidup nyaman dan menuruti orang tuanya.

Akhirnya Kyle menghela pahit, melangkah mundur. Adelyn sudah berbalik pergi.

"Aku berharap kau bisa bahagia dengan keputusanmu," bisik Kyle perlahan di belakangnya.

"I hope so," kata Adelyn tanpa menoleh ke arah Kyle, melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kyle yang masih berdiri di luar mobilnya. Kyle harap suatu hari ia tidak menyesali keputusannya tidak menahan Adelyn saat ini.

****




9 tahun kemudian
[Garis waktu saat ini]




Lewat tengah malam, kehidupan mewah penuh gemerlap lampu, baru saja dimulai di salah satu klub eksklusif. Nuansa besi keemasan, taburan lampu gantung kristal dan design modern memenuhi ruangan yang sangat luas. Seorang pemuda berambut coklat terang melangkah membelah kerumunan yang menoleh terpesona. Tubuh atletis dibalik kemeja hitam yang ia kenakan dan wajah tampannya, menarik perhatian khususnya para wanita bertabur akeseoris bermerk.

Kyle baru saja menyelesaikan salah satu misi terakhir The Nox di klub elit ini, sebelum berangkat ke London besok. Sejauh mata memandang, lebih banyak pengunjung Demons daripada para manusia kaya.

Walaupun masa lalu yang diubah Isabelle memberi dampak besar pada sebagian peristiwa, namun Kyle merasa hidupnya tak terlalu terpengaruh. Sayangnya, hal itu tetap tidak mengembalikan kedua orang tua Kyle yang tewas akibat kecelakaan pesawat. Kehidupan sekolahnya masih sama, teman-temannya juga, dan ia masih memiliki kemampuan yang sama.

Kyle duduk di salah satu deretan kursi bar berlapis warna emas mewah. Para bartender sibuk menghidangkan minuman beralkohol, berbagai cocktail cantik, di atas meja bar dari batu Onyx yang menyala terang. Si Bartender senior langsung menyapa Kyle dan tanpa diminta, menyediakan pesanan biasanya.

"Kyle?"

Tangan Kyle terhenti ketika akan mengangkat gelasnya. Ia mengenali suara itu.

"Adelyn?" Kyle menoleh. Sesaat ia sempat tertegun, Adelyn tampak berbeda. Ekspresi datarnya sedikit melembut, dan yah tentu saja terlihat lebih dewasa.

"Boleh aku duduk disini?" tanya Adelyn ragu, seolah takut tempat duduk di samping Kyle ada penghuninya.

"Sure. Aku sendirian," tegas Kyle.

Kyle memperhatikan Adelyn meletakkan tasnya di meja bar dan duduk dengan anggun. Ia mengenakan blouse berawarna pastel dan setelan formal senada. Rambut pirang gelapnya ditata low-ponytail elegan. Adelyn bukan lagi tuan putri tak berdaya, namun sudah bertransformasi menjadi wanita karir yang mandiri.

"It's been a long time." Kyle tersenyum. "Aku tak menyangka bertemu denganmu disini."

"Well, salah satu temanku merayakan ulang tahunnya disini," jawab Adelyn, membalas senyum Kyle.

Satu hal lagi yang berubah, Adelyn lebih banyak tersenyum sekarang. Dan itu membuatnya semakin cantik.

Awalnya percakapan mereka terasa canggung. Karena sejak Adelyn menolak meninggalkan Nick delapan tahun yang lalu, Kyle memutuskan untuk menghindar. Dan ini adalah pertama kali mereka benar-benar berbicara kembali.

Namun, waktu seolah tak bisa menutupi kedekatan mereka di masa lalu. Perlahan pembicaraan mereka mengalir lancar, seperti teman dekat yang lama tak berjumpa. Hingga rasanya Kyle ingin mengumpat saat ponselnya berdering dan tulisan 'Cho Chang' terpampang disana.

Sambungan yang mustahil diabaikan.

Sayangnya itu bukan panggilan dari cewek cantik, tapi nama samaran untuk Archie—rekannya yang nyentrik di The Nox.

Dengan sangat terpaksa, Kyle berpamitan pada Adelyn.

Baru berapa langkah ia menjauh, Kyle tak kuasa menahan pertanyaan yang ia pendam sejak tadi.

Adelyn jelas sudah putus dari Nick, karena temannya itu sudah bertunangan dengan Jessa. Namun, ada hal yang ingin ia pastikan.

Kyle berbalik dan memergoki Adelyn masih menatap kepergiannya.

"Adelyn, apa kau sedang menjalin hubungan dengan seseorang sekarang?" tanya Kyle tanpa basa-basi, perutnya bergejolak menunggu jawaban Adelyn.

Sesaat gadis itu hanya menatapnya terkejut, namun sejurus kemudian senyum tipis terbersit dibibirnya. "Tidak." Adelyn menggeleng. "Kau?"

Adelyn mengartikan Kyle yang terdiam lega, sebagai jawaban 'Ya'. Sorotnya meredup, lalu menyahut canggung, "Oh aku seharusnya tidak bertanya. Aku hampir melupakan desas desus tentang dirimu bersama seorang wanita di tempat ini—"

"Sudah kukatakan tadi, aku sendirian, Adelyn," potong Kyle.

Sesaat mereka hanya saling memandang, lalu tanpa alasan yang jelas mereka sama-sama tersenyum.

"Aku merindukan saat-saat berbicara denganmu, Kyle."

"Sampai bertemu lagi, kalau begitu," kata Kyle. "Aku akan menghubungimu lagi. Besok aku harus ke London."

Adelyn mengangguk, masih tersenyum lembut. "Aku akan menunggu kabar darimu. Nomorku masih sama dengan dulu."

Harapan yang telah lama tertimbun seolah mulai tumbuh ke permukaan. Kyle tidak bisa menahan senyumnya.

Dengan harapan baru, Kyle melangkah pergi. Mungkin hal yang menggantung di masa lalu akan berlanjut atau tidak, entahlah. Yang pasti, tidak ada Nick atau apapun yang menghalanginya dari Adelyn sekarang. Pilihan untuk bersama atau tidak, sepenuhnya terletak di tangan mereka berdua.

****

SNEAK PEAK!

[SPECIAL STORY III] Gimana sesungguhnya keseharian Isabelle dan Will setelah mereka nikah? Isabelle yang cenderung mau semuanya tertata dan Will yang kadang suka mancing emosi. Kegigihan Isabelle untuk mencapai yang diinginkan semakin parah saat ngidam, menjadi ujian tersendiri bagi Will dengan batas kesabaran tipis. 

Kebayang mantan raja Underworld yang seenak jidat dan cuek disuruh ngurus anak seharian? :p

Setelah Isabelle merombak total masa lalu, bagaimana Aurielle sekarang? bagaimana nasib persahabatan aneh Will dan Kyle, apakah sama-sama tak lekang waktu atau buyar begitu saja setelah tidak ada mutualisme? wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro