Bukan Update : Sekedar Cerita
Maaf bukan update. Aku pulang kuliah sampai rumah malam. Paling baru bisa update besok. Soalnya butuh waktu & fokus lebih. Ini aku habis belajar buat besok. Kasian juga mas bojo kalau harus ditinggal ngetik kelanjutan cerita hahaa. Ngetik kelanjutan cerita sudah pasti butuh waktu lebih lama karena harus mikir idenya juga.
Btw, aku cuma ingin sekedar cuap-cuap aja. Pertama, makasih banyak untuk semua pembaca yang udah support cerita ini. Antusiasme kalian terasa benar dengan membaca komentar kalian. Pembaca terbagi dua tim, Axel-Adira dan Sakha-Adira. Aku tahu kalian punya alasan sendiri-sendiri kenapa lebih mendukung Axel atau Sakha.
Yang mendukung Axel karena tersentuh dengan perjuangannya untuk mempelajari Islam. Dan ini baru tahap awal perjuangan dia. Ke depan bakal lebih berliku dan menyentuh. Yang mendukung Sakha juga punya alasan kuat, karena Sakha memenuhi segala kriteria suami idaman, shalih, bijak, dewasa, mapan. Yang pasti keluarga mereka sudah lama saling kenal.
Author tahu banget untuk pembaca tim Sakha-Adira kadang baper, greget, dan berharap Sakha sama Adira dengan segala pertimbangan terutama agamanya. Bahkan mungkin menyampaikan serangkaian dalil untuk memilih laki-laki shalih. Kalau ada yang shalih, akhlak dan agamanya baik, kenapa harus milih Axel yang bahkan nggak memeluk satupun agama. Saking kebawa baper sampai nyampaikan alasan yang detail, takut Adira salah pilih. Inget satu hal, cerita ini masih terus berlanjut. Masih banyak konflik dan pengembangan karakter dari tokohnya. Jangan dulu menjudge tokoh-tokohnya. Ingat, Adira belum memutuskan apakah mau menjalankan ta'aruf dengan Sakha atau tidak.
Nasihat Bayu pada Adira itu memang benar, agama menjadi kriteria utama dalam memilih pasangan. Ini yang jadi dilema juga buat Adira. Dia tahu Sakha memenuhi kriteria, tapi hatinya nggak bisa bohong, kalau dia suka Axel.
Dan kadang apa yang terlihat buruk di mata kita belum tentu buruk, begitu juga sebaliknya. Makanya jangan dulu menjudge karakter tokohnya. Pokoknya serahkan ke author dan nikmati saja ceritanya, jangan protes mulu kalau nggak sreg karena masih banyak yang belum diceritakan.
Sekedar share saja. Dulu author memilih suami itu ada aja suara sumbang. Banyak yang meremehkan suami. Kita dulu benar-benar dari nol, suami waktu menikahi saya, dia benar-benar berjuang ngumpulin modal sendiri untuk modal nikah. Dia bukan orang yang mapan atau punya kedudukan penting, hanya laki-laki biasa. Masih sangat muda. Dulu kita sama-sama polos, sama-sama cupu, tapi udah mantap menikah meski saat itu bener-bener tertatih dari nol, nggak punya apa-apa. Dulu pertimbangan saya menerima lamaran suami karena seiman, rajin ibadah, dan yang nggak kalah penting bakti dia pada almarhumah ibunya. Kita juga sama-sama belum pernah pacaran. Dia nggak kepikiran pacaran karena sibuk kerja. Siang sekolah, sore jualan ayam goreng sampai malam. Dia sekolah dengan biaya sendiri. Kalau alasan author nggak pacaran karena emang nggak mau pacaran dan skeptis dengan yang namanya cinta. Dulu tomboy karena author nggak suka terlahir sebagai perempuan dan selalu merasa nggak cantik. Setelah kenal suami, baru lah hati terbuka untuk bersyukur karena terlahir sebagai perempuan.
Awal menikah, sebulan awal itu benar-benar masa adaptasi. Nggak ada cerita hot pengantin baru karena kita ibaratnya baru belajar. Romantisme kita itu seputar masak bareng atau jalan bergandeng tangan di bawah temaram bulan. Ternyata rasanya jalan gandengan tangan sama cowok yang sudah halal itu indah banget.
Awal nikah, disepelekan itu udah biasa. Ampe pas hamil setelah dua bulan kosong, kadang nangis karena kerabat meremehkan suami terang-terangan. Katanya kerjaannya gak bagus, penghasilannya kecil, gimana mau ngidupin keluarga. Menghinanya habis-habisan banget. Ditambah kita ngontrak, pindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Kalian yang pernah baca MBA, part-part Kia dan Gharal yang kesulitan finansial, yang jual cincin kawin karena gak punya uang periksa kehamilan (suami habis di-phk), yang Kia sakit saat hamil, itu inspirasinya dari real. Author punya produk cireng, cimol, sostel, cilung gege's foods itu awalnya karena suami resign. Dia mencoba jualan keliling. Awal jualan cuma pakai keranjang. Lalu alhamdulillah bisa beli gerobak. Dia setiap hari jualan dorong gerobak, keliling kampung, kadang dapat banyak, kadang sedikit, dan kita berusaha untuk selalu bersyukur dengan berapapun pendapatan yang diterima karena itu rezeki dari Allah. Dari gerobak dorong beralih pakai gerobak yang diboncengin di motor biar nggak capek jalan. Pernah nyoba jualan online juga.
Jangan ditanya seberapa banyak orang yang meremehkan dan memandang sebelah mata. Sudah kenyang. Waktu terus berlalu, empat tahun jualan alhamdulillah sekarang udah punya pelanggan tetap, agen frozen foods. Alhamdulillah udah banyak reseller. Kunci bisnis lancar itu memang harus fokus. Kita masih terus berjuang. Usaha kita masih kecil-kecilan. Tapi alhamdulillah udah ada kemajuan dan kita akan terus berusaha mengembangkan.
Kalau ada yang meremehkan pasangan, aku selalu mengingat kebaikan-kebaikannya. Orang kadang hanya bisa melihat dan berkomentar, tapi kita yang merasakan. Di mata orang mungkin pasangan kita gak ada apa-apanya, tapi di mata kita pasangan kitalah yang terbaik.
Hingga detik aku masih dan akan terus mencintainya. Apapun kesulitan yang pernah kami lalui nggak membuatku menyesal telah memilihnya karena dari kesulitan ini yang mendewasakan kami dan membuat kami belajar. Segala kenangan yang mungkin dulu terasa pahit, kini terasa manis untuk dikenang. Aku dan suami kadang senyum mengingat bagaimana dulu kami jatuh bangun memulai segalanya dari nol, bagaimana dia menangis saat aku sakit, bagaimana aku khawatir menunggunya pulang lembur hingga jam 12 malam. Ternyata dia jalan kaki dari pangkalan ojek yang cukup jauh dari kontrakan demi bisa beliin martabak untuk hadiah ulang tahunku. Begitu suami sampai kontrakan, author nangis-nangis karena khawatir. Mana waktu itu dia gak pegang hp karena hpnya dijual. Haduh sampai sekarang masih terasa sensasi khawatir dan sedihnya. Kami juga masih ingat bagaimana menghitung uang recehan hasil jualan keliling dengan penuh syukur.. Bagaimana kami bekerja keras demi bayar kontrakan dan beli beras. Tanpa disangka-sangka Alhamdulillah ada orderan banyak yang uangnya cukup untuk bayar kontrakan dan beli beras. Semua itu semakin menguatkan cinta dan langkah kami.
Ini hanya sekedar share saja bahwa ketika kita memilih pasangan, memutuskan untuk menikah dengan meminta petunjuk pada Allah sebelumnya, insya Allah itu yang terbaik. Jangan terprovokasi dengan komentar atau penilaian orang, kalian yang akan menjalani pernikahan bukan orang lain.
Dan kebahagiaan nggak selalu diukur materi. Mencari nafkah tentu wajib, materi juga penting untuk biaya hidup, tapi jangan sampai membuat mata hati buta dan menganggap materi itu segalanya. Banyak hal-hal sederhana yang mungkin luput dari perhatian kita.
Sekedar share seklumit kisah author. Nggak dibaca juga nggak apa-apa. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Dan siapapun yang dipilih Adira nanti, itulah yang terbaik. Pembaca jangan khawatir, Adira akan baik-baik saja.
Sekali lagi makasih banyak supportnya ya. Insya Allah besok update, mungkin malam karena pagi sampai sore kuliah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro