7. New Episode Adira-Axel
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." Axel melangkah keluar untuk membuka pintu. Surprise untuknya saat melihat Sakha dan Alea berdiri mematung di depan pintu.
"Eh Pak Sakha, Mbak Alea, silakan masuk." Axel tersenyum ramah dan menyambut kedatangan mereka hangat.
Axel mempersilakan Sakha dan Alea untuk duduk lalu memanggil Adira. Karena si kembar belum tidur, Adira menggendong Alma dan keluar kamar, sedang Axel menggendong Alfa. Perhatian Sakha dan Alea tersita mengamati lucunya bayi kembar Axel dan Adira.
"Ponakan Tante lucu banget, ya. Ini Tante bawakan sesuatu untuk baby Alma dan baby Alfa." Alea menyodorkan dua kantong besar berisi masing-masing satu kotak yang terbungkus rapi dengan kertas kado.
"Makasih Tante... Tante Alea repot-repot segala nih bawa oleh-oleh untuk Alma dan Alfa," ujar Adira dengan senyum merekah.
"Nggak repot, kok. Mudah-mudahan bermanfaat untuk Alma dan Alfa."
Selanjutnya Sakha dan Alea meminta izin menggendong Alma dan Alfa. Adira sempat khawatir melihat kandungan Alea yang semakin membesar.
"Tante jangan nggendong yang berat-berat, perutnya udah gedhe," ucap Adira.
"Nggak apa-apa, kan aku nggendongnya sambil duduk." Alea tersenyum cerah. Setiap melihat bayi lucu, ia semakin tak sabar untuk bertemu calon bayinya.
"Baby kembar ini masya Allah lucu banget. Montok pula. Nggemesin banget." Sakha menimang Alfa yang terlihat anteng.
"Anak kita nanti juga bakal lucu kayak gini, ya?" Alea melirik Sakha dan tersenyum padanya.
"Insya Allah, aamiin," balas Sakha dengan senyum yang juga merekah.
"Oya kandunganmu udah berapa bulan Alea?" tanya Adira sembari memperhatikan perut Alea yang telah membesar.
"Alhamdulillah jalan lima bulan."
"Ngidam apa waktu trimester awal dulu?" tanya Adira lagi.
Alea beradu pandang dengan Sakha. Tawapun pecah.
"Ngidamnya minta buah Carica yang asli metik di Dieng. Aku sampai nyari ke sana. Padahal di Dieng lagi dingin-dinginnya." Sakha tertawa kecil.
(Buah carica, masih satu famili sama pepaya, tapi genus & spesies beda)
"Alhamdulillah ada petani baik hati yang mengizinkan saya untuk metik langsung di pohonnya," lanjut Sakha.
Axel tertawa pendek, "Alhamdulillah, ya, Pak. Kalau mitos mah bilangnya, istri ngidam harus dituruti, kalau nggak baby-nya ngiler. Dan untungnya nggak susah-susah amat nyarinya ya, Pak. Karena di Dieng banyak pohon Carica."
"Iya, Xel. Kalau denger cerita-cerita para suami yang istrinya ngidam ini itu, suka kasian, karena ada yang susah banget nyarinya," timpal Sakha.
"Sebenarnya ngidam itu kenapa, ya? Kenapa ibu hamil sering ngidam gitu?" tanya Alea masih sambil memangku Alma.
"Kalau dari yang aku baca, ngidam itu bisa jadi karena pengaruh hormon yang bikin ibu hamil sensitif dengan bau dan rasa makanan. Bisa juga karena kondisi psikis, si ibu ingin diperhatikan. Terus ada yang bilang, ngidam itu seperti ngasih sinyal kalau tubuh butuh nutrisi tertentu. Misal ngidam es krim, mungkin karena tubuh sang ibu butuh asupan gula dan kalsium dari susu, ngidam singkong atau jagung, bisa jadi tubuh lagi butuh asupan karbohidrat karena sebelumnya selalu mual makan nasi." Adira menjelaskan panjang lebar.
"Oh, begitu, jadi tambah ilmu baru." Alea tersenyum.
Adira melihat baby Alma tertidur di pangkuan Alea.
"Eh baby Alma udah tidur." Adira menggendong Alma.
"Oya sampai lupa belum dibikinin minum tamunya, nih," Adira nyeletuk.
"Aku aja yang bikinin," sahut Axel bersemangat.
"Nggak usah repot-repot, Xel," sela Sakha.
"Nggak merepotkan, kok, Pak. Kan udah seharusnya memuliakan tamu." Axel tersenyum lalu beranjak ke dapur.
Adira membawa Alma ke kamar, Alea menggendong Alfa dan mengikuti langkah Adira. Setiba di kamar, Adira membaringkan Alma di kasur. Lalu bergantian membaringkan Alfa. Alea terkesima melihat ketelatenan mama muda itu. Matanya beralih menatap pompa ASI yang ada di meja.
"Kamu rutin memompa ASI, Dir?" tanya Alea. Tatapannya masih menelisik pada pompa ASI tersebut.
"Iya, buat persiapan nanti saat udah masuk kuliah. Jadi si kembar tetap bisa minum ASI saat ditinggal mamahnya kuliah."
"Aku jadi penasaran, gimana caranya ngasih ASIP ke bayi." Alea yang juga tengah banyak menambah wawasan seputar perawatan bayi ingin mencoba memerah ASI juga saat nantu bayinya lahir, buat jaga-jaga saat nanti ada keperluan mendesak yang mengharuskannya meninggalkan bayinya.
"Aku jelasin dari awal ya. Setiap selesai memerah ASI dan menyimpannya di botol ASI, setiap botol aku kasih keterangan tanggal perah asi. Prioritaskan untuk memberikan ASIP yang paling fresh atau ASIP yang paling baru, karena kandungan nutrisi ASI itu selalu mengikuti umur bayi. Selain itu botol ASIP yang disimpan di freezer yang akan diberikan esok hari, 24 jam sebelum diberikan harus diturunkan ke chiller (bawah freezer). Kalau ASIP belum cair juga sedang baby sudah ingin mimi ASIP, maka siram botol dengan air mengalir, hati-hati jangan sampai air masuk ke dalam botol. Baru setelah itu direndam air hangat agar ASIP-nya hangat. Jika baby mau minum ASIP dingin, tak apa jika diberikan dingin, tak perlu dihangatkan. ASIP lebih baik diberikan dengan media non dot, misal disuapin dengan sendok atau cup feeder. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan bayi dari bingung puting. Bingung puting ini kondisi bayi yang tidak bisa membedakan antara puting payudara ibu dengan puting dot, kadang berefek baby tidak mau menyusu langsung pada ibunya."
"Wah keren banget kamu, Dir. Tahu banget soal ginian. Aku harus belajar dari kamu. Berarti saat nanti bayiku lahir, terus aku udah mulai kerja dan ada yang harus diurus, paling nggak Sakha mesti tahu juga cara ngasih ASIP ke bayi." Alea membayangkan mungkin nanti jika ia memerah ASIP akan sedikit merepotkan, tapi itu tak masalah karena bayinya berhak mendapatkan ASI.
"Iya, Axel dan orang tuaku juga ikut belajar manajemen ASIP. ASI ini bagus banget untuk bayi. Bisa dicari di internet atau sumber lain tentang manfaat ASI. Kandungan nutrisi pada ASI itu kadarnya seimbang dan sesuai untuk sistem pencernaan bayi yang belum sempurna. Mudah dicerna juga. Dari sisi psikologis, juga mampu menguatkan bonding antara ibu dan bayi. Makanya di Al-Qur'an juga ada ayat khusus tentang menyusui."
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah ayat 233).
"Masya Allah, jadi makin bersyukur dilahirkan menjadi perempuan. Banyak keistimewaan yang kita miliki, melahirkan, menyusui. Dan ada ayat Al-Qur'an yang secara khusus membahas ini. Mudah-mudahan nanti aku juga bisa seperti kamu ya, Dira. Aku juga ingin memberikan ASI eksklusif untuk bayiku. Dari jauh-jauh hari dokterku udah sering ngasih ilmu tentang ASI eksklusif selama enam bulan, artinya bayi tidak mengonsumsi makanan lain selain ASI. Setelah enam bulan, makanan pendamping ASI mulai diberikan dan ASI tetap jalan sampai bayi berumur dua tahun." Alea tersenyum menatap Alfa dan Alma yang pulas terpejam.
"Mudah-mudahan nanti segalanya lancar, ya."
"Aamiin. Kadang ada rasa takut juga sih bayangin persalinan nanti. Tapi aku pasrahkan sama Allah. Yang terpenting aku selalu berusaha untuk menjaga kandunganku dengan baik dan yang pasti berdoa meminta dilancarkan." Alea menyunggingkan senyum sekali lagi.
"Aamiin, optimis aja. Allah pasti memberi yang terbaik." Adira mengerlingkan seulas senyum sembari mengamati bayi kembarnya yang nyenyak tidur.
Alea dan Sakha berpamitan ketika dirasa sudah cukup waktunya bertamu. Tak sampai lima belas menit, suara ketukan pintu kembali menggaung. Axel melangkah menuju ruang depan. Ia terkejut bukan main mengetahui sosok yang berdiri di depan pintu.
"Papa..." Axel tak percaya dengan apa yang ia lihat. Laki-laki itu masih tampak bugar di usia yang tak lagi muda. Namun kerut yang mulai berjejer sudah jelas menandakan akan banyaknya waktu yang sudah dilalui untuk bernapas.
Khrisna hanya tersenyum tipis. Axel segera menjabat tangan sang ayah dan menciumnya. Ia begitu terharu akhirnya sang papa mau mengunjunginya setelah sebelumnya selalu menghindar saat dihubungi dan menolaknya ketika Axel ingin menemuinya.
Adira yang mendengar suara di luar pun segera keluar dari kamar. Ia sama terkejutnya seperti apa yang dirasakan Axel. Apa yang ada di hadapannya seperti kejutan paling indah. Ia menjabat tangan ayah mertuanya dengan sopan. Khrisna tersentuh melihat telapak tangan Adira yang tak berjari. Tangan itu yang dengan telaten merawat cucu-cucunya juga mengurus rumah tangga dan menyiapkan keperluan Axel.
"Papa kenapa nggak bilang dulu ke sini? Axel kan bisa beli atau masak yang spesial buat papa." Axel mengambil tisu di meja dan mengelap salah satu kursi.
"Maaf kalau berantakan, Pa. Maaf juga kalau nggak nyaman tempatnya, sempit. Silakan duduk, Pa." Axel mempersilakan Khrisna duduk.
Khrisna masih terpaku. Betapa sang anak yang pernah begitu asing di matanya telah tumbuh dewasa begitu cepat. Ia tahu cara menghormati orang tua. Ia bertanggung jawab pada keluarga kecilnya kendati usianya masih muda belia. Ia menjadi seseorang yang jauh lebih baik setelah menikah.
"Apa masih kotor, Pa? Biar Axel bersihkan lagi." Axel mengira sang ayah tidak mau duduk di kursi karena kotor. Kursi yang ia beli dari hasil berjualan ikan hias. Harganya terjangkau dengan model yang sederhana.
Axel hendak mengambil tisu lagi, tapi sang ayah mencegahnya. Ia menarik tubuh Axel dalam pelukannya. Isak tangis sang ayah yang tiba-tiba mencekat membuat Axel dan Adira tersentak.
Ini pertama kali sang ayah memeluknya begitu erat dengan tangis memecah. Axel pun larut dalam suasana haru yang baru saja terbangun hingga air matanya meleleh tanpa bisa ia cegah. Adira pun menitikkan air mata melihat ayah dan anak berpelukan setelah sekian lama saling mendiamkan. Tanpa kata terlontar sekalipun, kehangatan ini seolah mampu menjelaskan tentang perasaan di hati masing-masing, keduanya saling memaafkan, dan menyadari bahwa ikatan darah itu takkan bisa terhapus oleh apapun.
"Papa minta maaf," ucap Khrisna dengan suara serak. Ia menepuk kedua bahu putranya dengan bangga. Bangga bahwa sang anak telah tumbuh menjadi pria, pria sejati yang bertanggung jawab.
"Axel yang seharusnya minta maaf. Axel sama sekali nggak menyimpan marah atau benci sama Papa. Dari dulu pun, hati Axel selalu menerima Papa." Axel menyeka air matanya. Selama menjalani hidup, momen yang sedang ia jalani saat ini adalah momen paling mengharukan sekaligus membahagiakan yang pernah ia lalui bersama ayahnya.
"Papa sadar, Papa begitu egois dan memaksakan kehendak agar kamu mengikuti kemuan Papa. Kamu sekarang telah berubah menjadi orang yang lebih baik. Papa bangga sama kamu." Khrisna tersenyum menatap putranya.
Axel menangis sesenggukan. Untuk pertama kali ia mendengar ayahnya mengatakan bahwa ia bangga padanya. Khrisna melirik Adira yang mematung.
"Terima kasih Adira, kamu sudah setia mendampingi Axel. Kamu membantunya menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Papa sangat bangga dengan kalian."
Adira terisak, "Terima kasih Pa. Papa berkenan untuk memaafkan kami. Kami minta maaf untuk segalanya."
"Papa yang harus minta maaf. Mulai sekarang, Papa ingin ikatan keluarga ini terus terbangun dengan kuat. Tak akan ada lagi kesalahpahaman yang akan menjauhkan. Kita akan selalu dekat." Khrisna merangkul putra dan menantunya dengan senyum yang terulas lebar.
Axel dan Adira beradu pandang dan tersenyum bahagia.
"Selepas ini, antar Papa ke rumah Ayah dan Ibu Adira ya. Ayah ingin mencicipi nasi goreng fenomenal buatan Pak Bayu." Khrisna menatap Adira dan Axel bergantian.
"Pasti, Pa. Ayah Bayu itu koki terbaik yang pernah ada," puji Axel. Ia begitu bangga pada kemampuan ayah mertuanya dalam mengolah masakan.
Tiba-tiba tangis melengking terdengar dari kamar. Si kembar bangun bersamaan.
"Cucu Papa nangis..." pekik Khrisna girang.
"Mari Pa, Papa ingin lihat Alfa dan Alma, kan?" Axel menunjukkan jalan menuju kamar. Khrisna begitu antusias melihat dua bayi montok itu terbangun dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri seolah mencari papah dan mamahnya.
"Lucu sekali cucu-cucu Opa..." Khrisna menggendong Alfa dan menimang-nimangnya.
"Chubby banget kamu, gemesin banget. Ini Alfa atau Alma?" Khrisna memandang Axel dan Adira.
"Itu Alfa, Pa. Nama lengkapnya Alfarezel Ghaizan," jawab Axel sembari tersenyum lebar.
"Wah bagus banget namanya." Khrisna menatap wajah menggemaskan Alfa yang tiba-tiba menghentikan tangisnya, seakan sudah mengenal Opanya.
Giliran Alma menangis kencang.
"Wah kayaknya Alma ingin digendong sama Opa juga," tukas Adira.
"Oh iya, gantian ya gendongnya. Opa juga ingin gendong Alma." Khrisna menyerahkan Alfa pada Axel. Selanjutnya ia menggendong Alma. Bayi itu pun terdiam seakan merasa begitu nyaman digendong opanya.
"Tuh kan langsung diem. Baby Alma ngiri pingin digendong Opa juga," sahut Adira.
Khrisna tertawa. Alma yang kaget mendengar tawa sang opa kembali menangis. Khrisna, Axel, dan Adira tertawa melihat tingkah lucu Alma. Kehadiran Khrisna semakin melengkapi kebahagiaan keluarga kecil itu.
Axel dan Adira saling menatap. Sementara sang Opa tengah sibuk mencandai dua cucunya yang tengah terbaring. Axel menggenggam tangan Adira erat. Ia menciumnya pelan. Mata Axel yang masih berkaca telah menceritakan semuanya. Ia bahagia dan terharu di waktu yang bersamaan. Adira mengusap bulir bening yang menetes di sudut mata Axel dengan telapak tangannya.
"Ini anugerah dari Allah yang luar biasa."
Axel mengangguk pelan mendengar penuturan sang istri. Mereka ikut bergabung bersama Khrisna dan bercanda tawa dengan dua bayi kembar yang menggemaskan.
Ayah adalah pahlawan keluarga. Darinya kamu belajar menjadi pria. Darinya kamu belajar arti ketulusan dan tangggung jawab untuk keluarga.
Tak semua ayah mengerti kewajibannya. Tugas anak hanyalah berbakti dan memperlakukan dengan baik. Setiap ketulusan pasti dibalas ketulusan, mungkin bukan manusia yang membalas, tapi Allah tak pernah mengabaikan umatNya. Kasih sayangnya jauh lebih besar dari apapun juga.
Keluarga selamanya keluarga. Tak peduli rentang jarak atau pahitnya kehidupan seolah menggerus makna hadirnya. Namun yang pasti, ikatan itu takkan pernah hilang. Darah adalah darah dan keluarga akan selalu menjadi tempat terbaik untuk pulang.
******
End
Maaf ya aku tamatkan cerita ini karena udah cukup partnya. Aku gak mau bikin kepanjangan. Makasih banyak untuk semua support dan semangatnya. Belakangan ini aku kadang gak enak badan, sambil ngurusin naskah juga, jadi update makin lambat. Mudah2an cerita Adira ini bisa menghibur dan memberikan sesuatu yang positif. Makasih utk semuanya. ❤️😊
Mampir juga ke ceritaku yg lain ya, yg lagi on going.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro