Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 5 - Keputusan terberat dalam hidup

Masih ada yang baca emang? Komen aja gak sampe 100 di bab sebelumnya? Wkwkwk

Neng Eve ... seksi banget yee.. sayang... DARA?

------------------------------------------------------------


Tolong garis bawahi, aku sedang tidak menerima teman dalam bentuk buaya darat. Karena aku ini seorang wanita, bukan tempat penangkaran buaya darat.

"WHAT?? LO MAU PAKAI INI?"

"Ah? Emangnya kenapa?"

"OMG. Lo masih tanya emangnya kenapa?"

Menarik tangan Eve, berdiri di depan cermin yang menempel pada sebuah lemari kayu dua pintu dalam rumah kontrakan ini, keduanya sama-sama bisa melihat pantulan diri di cermin yang berada di hadapan mereka.

"See. Lo itu mau ketemu sutradara sama produser yang udah milih lo buat jadi aktris project film panas mereka. Masa iya, tampilan lo kayak gini? Yang ada sedih orang-orang lihatnya."

Mengerutkan kening, Eve jujur tidak paham mengapa Vlor mengatakan hal tersebut. Rasanya pakaian yang melekat ditubuhnya kini amat sangat baik. Sebuah kemeja oversize dengan celana skinny yang nyaman melekat padanya.

"Terus gue harus kayak gimana? Elah, banyak banget aturannya baru mau jadi pemain film panas. Padahal kan pas syuting kebanyakan enggak pakai bajunya. Masa iya, sekarang tuh sutradara sama produser komenin pakaian gue begini?"

"Ish ... enggak paham banget sih. Lo boleh jadi calon aktris baru, tapi enggak gini bodoh juga, Eve. Lo coba deh rajin-rajin main di mall kalau weekend, biar lo bisa contoh gaya anak muda zaman sekarang. Setidaknya kalau emang keputusan lo udah bulat mau jadi aktris, lo harus lebih berani. Lo harus lebih menonjolkan diri. Mungkin dari kecantikan lo. Atau dari gaya berpakaian lo. Kalau lo begini-begini aja tampilannya, siapa yang peduli?"

Menatap Vlor dengan sebal, Eve membuka lemari pakaiannya kembali. Di sana memang banyak pakaian yang tersedia, akan tetapi rata-rata semuanya adalah pakaian lama. Atau pakaian rumah yang tidak layak pakai, yang memiliki banyak ventilasi di kiri dan kanannya.

"Tapi gue enggak ada baju lain, Vlor?"

Ikut menatap pakaian-pakaian yang tidak layak dalam lemari tersebut, Vlor ikut meringis. Waktu mereka untuk mempersiapkan diri tidaklah banyak, maka dari itu Vlor mulai putar otak cerdasnya.

"Kita ada gunting, kan?"

"Ada. Gunting biasa potong bumbu mie."

"SIAL! Emang enggak ada gunting lain?"

"Ih, enggak ada."

"Yaudah cuci dulu. Lo buka baju atas lo, gue buat sesuatu yang simple tapi tetap seksi dan keren."

"Ah? Buat gimana?"

"Udah buruan cari gunting, terus dicuci dulu."

Menuruti apa yang diperintahkan, Eve kembali dengan sebuah gunting kecil yang dia bawa dari dapur. Mengeceknya sejenak, Eve terlihat merajuk karena Vlor tidak percaya padanya bila gunting tersebut sudah dicuci lebih dulu.

"Lo enggak percayaan amat."

"Bukan masalah enggak percaya. Ini gunting kalau kotor, nanti badan lo yang kegatelan karena bumbu mie instan!"

"Ah? Emang guntingnya mau dijadiin apa? Aksesoris!"

"Mau dibeginiin!" jawab Vlor gemas atas kepolosan Eve.

Vlor sadar banyak yang harus dipoles dari Eve bila perempuan itu benar-benar ingin menjadi aktris besar, seperti yang lainnya. Tapi masalahnya, semua itu terkendala dengan uang. Mereka butuh uang untuk mendukung semuanya. Bahkan untuk bergaul dengan orang lain saja, apalagi bergaul dengan orang terkenal, butuh yang namanya uang sebagai modal dalam pergaulan mereka. Karena dari yang Vlor dengar, aktris -aktris terkenal jika sedang berkumpul mereka saling belanja barang-barang branded. Lalu jika Eve tidak ada uang untuk bisa belanja, apa dia akan ditemani? Tentu saja tidak.

"Eh ... eh, kok lo gunting?" seru Eve, merasa kaget atas apa yang Vlor lakukan pada baju, atau lebih tepatnya pada tshirt hitam miliknya. Tshirt tersebut adalah pakaian lama yang Eve punya. Kondisinya sudah sangat tidak baik. Bagian kerahnya sudah robek. Lalu warnanya sudah pudar. Tapi yang Eve akui, tshirt hitam ini memiliki bahan yang sangat nyaman. Sehingga Eve sering kali memakainya hingga bisa sehancur ini.

"Kok lo potong gitu kerahnya?"

Mendelik tajam, Vlor menggerutu kesal. "Kan ini gue lagi rombak. Udah deh diem-diem aja. Jangan banyak ngomong. Gue lagi usaha buat ubah tampilan lo tanpa keluar uang banyak."

"Ah? Emangnya bisa?"

"BISA! BELIEVE!"

Setelah memotong beberapa bagian yang Vlor rasa tidak perlu, dia langsung melemparkannya pada Eve.

"Coba pakai sekarang. Dan lo enggak perlu pakai bra lagi."

"Ah? Gimana maksud lo? Gue enggak pakai bra? Gila kali. Ini bukan tshirt yang ada cup branya."

"Udah, ikutin aja perintah gue. Jangan pakai bra. Toket lo juga kecil, jadi enggak akan membleh. Atau meleber-leber kayak orang-orang."

"Eh! Kalau ngomong ya lo. Sembarangan aja!"

"Sembarangan gimana?" delik Vlor tidak terima. "Toket lo emang kecil, kan? Terus apa yang salah dari kata-kata gue?"

Mencibir sebal, Eve langsung memakai tshirt yang sudah Vlor modifikasi. Tentu saja tanpa bra, seperti perintah managernya itu. Kemudian keduanya sama-sama kembali menatap cermin yang terpasang dalam lemari tersebut.

"Gimana? Bagus, kan?"

"Kok jadi beda gini sih?" seru Eve merasa aneh.

"Bagus, kan? Lo sih biasanya pakai baju polos-polos aja. Mana yang disukain baju-baju oversize, jadinya gitu deh tampilan lo. JELEK! Percuma muka cantik kalau lo enggak percaya diri."

Menahan senyumnya, kembali menatap langsung pantulan dirinya dicermin, Eve tidak menyangka dia bisa secantik ini dengan pakaian yang sangat simple, dan murah. Karena semua yang melekat di tubuhnya bukanlah barang baru. Hanya saja, Vlor berhasil mengubah tampilannya menjadi baru kembali.

"Udah, jangan dilihat mulu. Gue sadar kok, gue orangnya hebat. Besok pas udah terima bayaran, tambahin gue bonus, ya!"

"Ah, dasar lo. Ada maunya terus. Capek banget gue."

"Yah, namanya usaha, Eve. Yuk ah kita berangkat sekarang."

"Berangkat gimana? Gue nanti bakalan dijemput sama salah satu krunya."

"WOW. Berasa aktris beneran enggak sih. Ih, gemes banget gue. Enggak sabar gue temanin lo ke acara award gitu. Sumpah itu impian gue banget."

"Tapi emangnya ada aktris dapat award karena main film porno?"

"HEH! Udah gue bilangin dari awal, ini tuh bukan film porno! Film lo ini mirip kayak yang diperanin mas abu-abu. Jadi lo jangan salah pikiran mulu ah. Lo enggak bakalan sex beneran sama lawan main lo. Semua murni hanya didepan kamera aja. Takut banget ditusuk lobang kecil lo itu!"

"Ya, takut lah. Gue kan bukan lo, yang setiap dua hari sekali nemuin pacar lo buat minta ditusuk!"

"Ah, tapi gara-gara lo, kemarin gue enggak jadi ditusuk. Sumpah, kalau lo masih nolak juga sih, gue bakalan ngamuk. Udah ganggu waktu kencan gue, bikin kegiatan yang paling gue tunggu gagal, dan parahnya lo tetap enggak mau terima project film ini. Kebangetan!!"

Merangkul bahu Vlor, Eve tersenyum manis. Sambil bersenandung pelan, Eve sengaja menggerak-gerakan tubuh Vlor ke kiri dan kanan, berharap sahabatnya itu bisa jauh lebih tenang.

"Udah dong, Vlor. Ini kan gue udah buat keputusan. Gue udah setuju sama project film ini. Jadi jangan marah-marah terus, lah. Lo harusnya terus dukung gue, bantu gue diproject pertama kita ini. Karena jujur, gue takut. Takut banget malah. Tapi dengan keadaan lo yang selalu dukung gue, gue pengen jadi kuat. Gue pengen bisa melewati semua ini dengan mudah. Hingga berhasil berada dipuncak karir yang gue harapkan."

Vlor membalas tatapan Eve melalui pantulan cermin. Kepalanya mengangguk mantap. Jelas sekali dia pasti mendukung Eve. Selain karena Eve adalah aktrisnya, serta sahabat karibnya, dari Eve pula dia akan mendapatkan banyak uang.

"Gue pasti akan dukung lo terus."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro