Bab 38 - Diurai dengan perlahan
Xixixixi ... aku kembali..
Monggo yang masih mau baca
----------------------------------------------------------------------------------
Tidak berani memberikan penilaian, bukan berarti nilaimu begitu berarti untukku. Bisa jadi memang tidak ada nilai yang pantas untukmu.
Tidak bisa tidur, itu yang Eve rasakan. Walau kini dia berada dalam pelukan hangat Ethan, dimana udara malam terasa begitu dingin, masuk melalui ventilasi kamar, tetap saja perasaan yang Eve rasakan kini membuat perempuan itu tidak nyaman hingga kedua matanya sulit sekali terpejam.
Mendongak, menatap wajah Ethan yang sudah terlelap, perlahan-lahan Eve berusaha keluar dari pelukan hangat laki-laki itu. Saat Eve berhasil lolos, segera saja Eve keluar dari kamar yang Ethan tempati, sengaja menenangkan diri agar bisa lanjut tidur kembali, Eve malah melihat Thomas sedang bersandar nyaman di sebuah kursi rotan, sambil menikmati sebatang rokok yang terlihat menyala di sela-sela jarinya.
Melangkah dengan pelan, Thomas tidak menyadari kedatangan Eve. Tatapannya masih terfokus ke arah layar ponsel yang ada di tangan kanannya. Namun disaat dia ingin menghisap kembali batang rokoknya, barulah dia melihat pergerakan dari sisi kiri, tempat dia bersantai malam ini.
"Hei, Eve. Belum tidur?" tegur Thomas, dimana batang rokok yang baru setengah dia nikmati langsung saja Thomas matikan.
Tidak ingin merokok di depan orang lain, selain untuk menghargai, Thomas juga tahu asap rokok yang dihisap oleh orang di sekitar amat tidak baik untuk kesehatan, dengan tegas dia langsung berhenti menikmati benda putih itu.
"Tadi sudah, cuma ... kayak enggak bisa tidur aja."
"Kalau begitu, duduk sini. Temani saya. Mungkin kita bisa berbincang-bincang mengenai kegiatan syuting yang sudah berlangsung beberapa hari ini," ucap Thomas dengan tawa.
Langsung saja menuruti, Thomas cukup kaget dengan respon Eve. Namun dengan segera ia bersikap sewajarnya. Seolah dia sadar Eve akan menerima tawaran ini untuk duduk santai dengannya diwaktu yang amat sangat tidak normal. Tengah malam.
"Pak, gimana menurut pak Thomas, akting saya dalam beberapa hari ini?"
Tersenyum, melirik wajah cantik Eve di sebelahnya, Thomas malah tersipu malu. Kalau boleh dia katakan jujur, hatinya sangat terpesona dengan kecantikan Eve di kamera. Mungkin inilah yang disebut dengan kamerajenik. Karena memang kecantikan Eve seolah bertambah ketika Thomas menatapnya dari hasil rekaman akting Eve.
"Bagus. Saya suka," ucapnya jujur. "Mungkin lebih dipoles aja, biar lebih natural. Nanti kan bakalan banyak adegan sama Ethan, kalau dari yang saya lihat kamu sudah sangat dekat dengan Ethan, harusnya pada bagian itu aktingmu akan jauh lebih keluar."
"Pasti pak Thomas sudah tahu semuanya?" ucap Eve terdengar ambigu.
"Tahu soal apa?"
"Antara saya dan Ethan," jawabnya merasa tidak enak. Apalagi di sini dia hanyalah seorang artis baru, akan tetapi bisa-bisanya memiliki kedekatan yang tidak professional dengan lawan main.
"Kamu mau saya bicara jujur? Kalau boleh saya cerita dulu sekali, hubungan kalian ini tidak ada bedanya dengan hubungan Ethan bersama Megan. Pada saat itu Megan juga masih menjadi seorang artis pendatang baru. Kalau tidak salah usianya masih sangat muda, kurang lebih usia 18 tahun. Pada saat itu kebetulan kru talent saya bertemu dengan Megan di mall. Katanya Megan terlihat sangat cantik dimata kru saya. Maka dari itu, diundang lah Megan untuk casting. Mereka semua setuju kalau Megan cantik, namun bagi saya cantik pun tidak cukup. Harus ada kemampuan akting yang harus dimiliki oleh seorang artis. Jadilah waktu itu beberapa kali Megan casting dengan saya. Jika saya bilang masih kurang, besoknya Megan akan datang lagi. Sampai akhirnya saya sadar dia punya semangat juang yang begitu tinggi. Dari sanalah saya menerima Megan menjadi salah satu artis utama dalam project saya. Dan langsung dipasangkan dengan Ethan yang pada saat itu sedang berada dipuncak karirnya."
Terlihat kaget, Eve mencoba untuk mempertanyakan beberapa kondisi yang mengganjal, yang sebelumnya dia diskusikan dengan Ethan.
"Jadi, pak Thomas itu casting mbak Megan langsung?"
"Iya. Sampai 3 kali seingat saya. Kenapa memangnya?"
Terlihat kebingungan, Thomas menyentuh lengan Eve untuk menyadarkan perempuan itu. "Kamu kenapa, Eve?"
"Akh, enggak, Pak. Saya ngerasa aneh."
"Aneh gimana?"
"Kalau dengar cerita dari pak Thomas tadi, mbak Megan dicasting langsung oleh bapak sampai 3 kali. Sedangkan saya, saya tidak pernah ingat dicasting sama pak Thomas. Bahkan saya saja kaget banget waktu pak Thomas hubungi saya pertama kali. Apa memang pak Thomas sepercaya itu sama saya? Maksudnya, apa pak Thomas yakin akting saya bagus? Saya takut bapak kecewa, seolah sedang membeli kucing dalam karung. Padahal saya pun tidak tahu portofolio seperti apa yang diajukan oleh manager saya kepada pak Thomas, atau tim talent, hanya saja saya merasa aneh. Mbak Megan saja yang sudah secantik itu dan sehebat itu aktingnya, pak Thomas casting berkali-kali. Sedangkan saya tidak."
"Memang kamu tidak saya casting, ya?"
"Enggak," jawab Eve cepat.
"Kayaknya tadi ada yang tanya juga ke saya deh soal casting kamu. Tapi siapa, ya? Hari ini saya pusing sekali. Syuting terlalu diporsir karena keributan yang terjadi dihari sebelumnya buat saya harus benar-benar fokus menyelesaikan project ini. Tapi saya ingat, tadi ada yang tanya juga ke saya mengenai ini. Cuma saya lupa siapa orangnya."
"Apa manager saya yang tanya, Pak? Vlor?"
"Akh ... iya, iya. Si Vlor. Benar-benar. Dia yang tanya terkait proses kamu diterima jadi bintang utama dalam project ini. Dan tadi saya udah jelasin. Yang saya tahu, ada orang ABSI yang merekomendasikan kamu untuk ikut project ini. Yang dapat info tim saya pada saat itu. Lalu saat saya lihat portofolio dirimu. Saya langsung setuju saja pada saat itu. Karena jujur kamu cantik sekali, Eve, dalam foto yang diportofoliomu itu. Selain karena cantik, saya percaya artis yang direkomendasikan oleh ABSI tidak ada yang gagal."
"Apa Danesh ya yang kasih rekomendasi? Tapi Danesh cuma pekerja lepas gitu doang di ABSI."
"Jujur saya enggak tahu siapa yang kasih rekomendasi. Tapi bukannya enggak masalah siapapun orangnya? Kenapa kamu jadi kelihatan enggak suka gitu?"
Dimulai dengan tarikan napas dalam, kemudian mengembuskannya kuat-kuat, mulailah Eve menceritakan semuanya. Tentang Vlor, managernya yang gila. Yang tiba-tiba memberikan informasi jika dia sudah tanda tangan kontrak untuk project film dewasa. Lalu sampai detik ini saja Eve menjelaskan bila dia sedikitpun tidak percaya berada di project film pertama, setelah selama ini menjadi remahan gorengan yang tidak ternilai.
"Jadi kamu curiga dengan managermu itu?"
"Iya, Pak. Kurang lebih begitu. Terakhir kemarin, sebelum project ini mulai melakukan proses syuting, saya sempat terima job iklan. Dan itu parah sekali, fee saya belum sedikitpun dia berikan. Dengan semua kejadian ini, jelas sekali dia memang tidak pantas dijadikan sebagai manager."
"Hahaha, kenapa nasib kalian berdua sama begitu. Bermasalah dengan manager."
"Maksud pak Tho, mantan manager Ethan?"
"Iya. Dia orang ABSI. Dan sampai sekarang masih buron."
"Wow. Jujur jadi penasaran, siapa orang ABSI yang merekomendasikan saya ke pak Tho?"
"Mungkin siapa tadi kamu bilang, Danesh?"
"Enggak mungkin. Orangnya aja enggak jelas kayak gitu. Buat apa dia kasih rekomendasi saya ke pak Tho. Dan saya yakin dia enggak kenal sama pak Tho."
"Berarti ada orang lain di ABSI yang mengenal dirimu. Kira-kira apa ada orang ABSI yang kamu kenal dekat?"
Terdiam sesaat, memikirkan puluhan nama teman dekatnya, tiba-tiba saja Eve teringat seseorang yang ingin dia lenyapkan dari ingatannya, walau orang itu pernah menjadi masa lalu Eve.
"Jangan-jangan Runo!"
"Runo?" Terlihat kaget, karena dia tidak menyangka bila Eve bisa mengenal Runo.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro