Bab 13 - Perdana menjadi yang utama
Yuk ... dibaca sekarang.
nanti kalau udah tamat, aku hapus, jangan ngomel-ngomel.
--------------------------------------------------
Anggap saja aku bodoh, karena telah berani menilaimu dari sampul luarmu saja, yang nyatanya tidak menggambarkan segalanya.
Pengalaman. Kata itu yang terus diulang-ulang oleh Vlor sepanjang perjalanan menenami Eve menuju lokasi syuting iklan produk kecantikan di sebuah gedung besar dipusat kota. Sekalipun ada ketidak setujuan Eve dalam program iklan kali ini, namun dia bisa apalagi setelah menikmati uang DP project yang kemarin Vlor berikan. Bahkan uang DP itu jumlahnya tidak main-main, sangat banyak, sehingga cukup untuk membayar uang kontrakan rumah mereka, serta untuk mencukupi kebutuhannya sebagai seorang aktris baru.
"Dengerin gue baik-baik, ye. Sekarang lo bukan aktris bayaran murah lagi. Lo harus pendem kata-kata ini dalam pikiran dan hati lo, supaya apa? Supaya lo bisa mudah bergaul dan beradaptasi dengan yang lainnya. Karena kalau gue lihat sebelum-sebelumnya, lo tuh cenderung minder dan malu untuk bersosialiasi karena golongan kalian berbeda. Tapi kini, please, lo harusnya bangga. Setelah berhasil naik setahap demi setahap. Paham kan lo?"
Mengangguk paham, Eve berusaha menarik sudut bibirnya. Walau dia terlalu sering kesal atas keputusan sendiri yang dibuat Vlor, namun dari banyak nasihat yang sahabat sekaligus managernya itu berikan, Eve percaya semua untuk kebaikannya juga.
"Owh, iya. Kalau lo dari kemarin mikirin adegan kissingnya, kemarin gue tanya sama sutradara katanya cuma cium pipi doang. Jadi udah enggak ada yang perlu dipusingin, kan?"
Akhirnya bisa tersenyum lebar, Eve memeluk erat Vlor dengan segenap perasaan haru yang kini dia rasakan. Bagi Eve, Vlor adalah segalanya. Yang dengan sigap memahami Eve sekalipun dia tidak mengungkapkannya.
"Lagian aneh banget gue. Lo udah enggak perawan dari zaman masih sama si beruk, tapi kenapa selalu nolak kalau ada adegan dewasa?"
"Ya, gue enggak mau aja. Gue sama tuh cowok kan masa lalu. Dan masa lalu gue itu endingnya buruk. Jadinya gue enggak mau mengulangi hal buruk lagi untuk kedua kalinya."
"Oke. Gue terima alasan lo. Jadi lo enggak mau having sex lagi sebelum bener-bener married?"
"Hm."
"Gue pegang ya kata-kata lo!"
"Kok lo kayak enggak percaya gitu sama gue?"
"Kita lihat aja. Apalagi lo sekarang ini udah benar-benar masuk ke dalam dunia selebriti, kalau sampai kurang gaul, lo juga kan yang akan minim job. Jadi pastinya lo butuh bergaul dengan banyak orang. Nah, disaat lo bergaul itu pastinya enggak semua baik. Ada banyak yang busuknya. Jadi semoga lo enggak nelen kata-kata lo sendiri!"
Meringis mendengar ancaman itu, Eve memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat hingga mereka sampai dilokasi syuting iklan tersebut.
Ketika Eve dan Vlor sampai, keduanya langsung disambut oleh seorang wanita yang katanya bertugas mengatur jalannya project iklan ini. Bahkan dengan sangat ramah, Eve dan Vlor langsung diarahkan ke lantai yang akan digunakan sebagai lokasi syuting.
"Halo Eve," sapa ramah seorang laki-laki yang Eve kenali sebagai MUA paling terkenal dibeberapa waktu terakhir.
"Halo Jordy."
"Duh ... pemain baru ye, belum tahu kalau eike lebih suka dipanggil sayang."
"Sayang?"
"Iyes, paling Say, aja."
"Owh, oke. Say."
"Nah gitu dong cantik. Gilingan, emang bener ye, pere satu ini cucok meong mukanya."
"Ah?"
"Jedong, kata orang-orang eike denger yey cantik banget. Cuma sayang belum ada yang poles aja."
Sedikit kesulitan memahami bahasa yang dipakai, Eve hanya berusaha untuk menampilkan senyum ramah. Walau tidak begitu jelas semua arti yang diucapkan, namun Eve tahu sebagian adalah pujian untuknya.
"Cus ah, kita poles dulu."
***
Eve terpaku melihat tampilan dirinya sendiri di depan cermin. Berusaha mengerjabkan mata berulang kali, akhirnya Eve memberanikan diri untuk tersenyum. Tak pernah dia sangka sedikitpun bila dirinya bisa berubah secantik ini. Bahkan amat sangat luar biasa cantik.
Menunggu dimake up selama kurang lebih hampir 2 jam, ternyata Jordy berhasil menyulapnya menjadi sangat luar biasa.
"Gimandos?"
"Cantik banget," ucap Eve penuh haru. "Makasih banyak, ya!"
"Ih, kok nangis. Nanti make up yey luntur."
"Tapi ini serius cantik banget."
"Yuk ganti baju dulu. Jangan buat darling Arlie menunggu."
"Dia udah datang?"
"Udah. Dia di room sebelah."
Menarik napas dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan-lahan, Eve mengikuti langkah Jordy menuju lemari pakaian untuk kostum iklan hari ini.
Disaat pintu lemari tersebut terbuka, refleks mulut Eve tidak bisa dirapatkan. Dia sangat terpukau dengan beberapa gaun indah yang tergantung di dalamnya. Merasa seperti mimpi, Eve seolah perlahan dunianya benar-benar berubah.
"Kita coba yang biru."
Menggunakannya langsung didepan Jordy, tentu saja dibantu dengan beberapa staff dari bagian kostum, Eve semakin terlihat berbeda dari sebelumnya. Bahkan disaat Vlor memasuki ruangan ini, bermaksud ingin mengingatkan Eve bila sesi syuting tahap 1 akan segera dimulai, perempuan itu malah tidak berkutik di depan pintu.
"OMG, Eve. Lo cantik banget. Demi apapun!"
"Masa sih?"
"Serius. Lo enggak lihat muka gue?"
"AAAHH, apa benar gue secantik itu?"
"Iya."
Keduanya sama-sama histeris, dengan kondisi Jordy yang begitu pengertian dia sengaja memberikan waktu keduanya untuk sama-sama menganggumi keindahan ini.
"Ini baru aktris gue. Sumpah lo cantiknya luar biasa."
"Makasih banyak, Vlor."
"Ih, ngapain makasih sih. Udah sekarang lo syuting yang benar. Lo udah cantik begini jangan bikin malu!"
"Iya ... iya."
"Tolong dibantu ya, Say. Aktris eike ini masih baru banget, jadi maklum masih norak!" ucap Vlor penuh godaan kepada Jordy.
"Its, okay. Gue udah jutaan kali lihat perempuan seperti Eve. Tapi banyak juga yang bersikap sombong, terkesan biasa aja melihat hasil make up, ai."
"Kita kan enggak gitu, jadi tolong dibantu ya, Say."
"Iya, beres."
Setelah semuanya dirapikan kembali, make up sedikit di touch up, gaunnya dirapikan sesuai dengan modenya, Eve diantar keluar oleh Jordy. Beberapa kru yang melihat kedatangan Eve cukup terkejut. Bahkan sang sutradara mengacungkan ibu jarinya pada Jordy yang telah berhasil mengubah upik abu menjadi Cinderella.
"Langsung aja ke posisi!"
Berdiri di posisi yang tepat, Eve terlihat sangat gugup. Berulang kali dia menarik napas dalam, sambil sesekali mengipaskan tangannya di depan wajah.
"Tolong AC nya dinaikkan. Talent kita kepanasan," seru sang sutradara.
Berusaha untuk tenang, Eve kembali gugup ketika Arlie memasuki posisi di sampingnya. Berjalan dengan santai di depan Eve, Arlie sedikit tersenyum. Sambil berbisik pelan, dia memperkenalkan diri dengan sopan.
"Halo, saya Eve."
"Hai, Eve. Semoga kitab isa bekerja sama dengan baik."
Kehabisan kata-kata, respon Eve hanya mengangguk. Dia menarik napas dalam, sambil berusaha mendengarkan arahan dari sang sutradara untuk proses syuting kali ini.
"Oke. Mari kita mulai!"
***
Secepat itu, Eve berhasil menuntaskan proses syutingnya selama kurang lebih 3 jam. Tentu saja dengan posisi Arlie yang terus membantu dan membimbingnya. Beberapa kali Arlie pula yang mengingatkan poin-poin yang harus Eve lakukan.
Semuanya sangat memuaskan. Orang-orang mengaku kagum dengan cara kerja Eve. Tidak sampai di sana saja, Arlie yang juga termasuk aktor baru dalam dunia hiburan kembali mendapatkan sanjungan karena bisa cocok dipasangkan dengan siapapun. Termasuk aktris baru sekalipun.
"Gimana? Seru, kan?"
"Sumpah kayak mimpi."
"Hahaha, tapi lo enggak lagi mimpi."
"Iya. Ih, sumpah seneng banget gue."
"Besok lagi, ya. Besok bagian pemotretan aja. Dan kalau lo bisa sehebat kayak hari ini, mungkin besok kita kerja juga cepet. Tapi duitnya banyak," bisik Vlor dibagian akhir.
"Iya. Enggak nyangka banget."
Berjalan masuk bersisian ke dalam room make up, tempat Eve didandani tadi, suara seorang laki-laki menghentikan langkah kakinya.
Ada Arlie di sana, tersenyum ramah dengan ponsel di tangannya.
"Ululu ... ada yang bakalan minta nomor HP nih."
"Ih, apaan sih lo."
"Gue duluan deh ke ruangan tadi, bubuy."
"Eve ...."
"Iya, Arlie. Ada apa?" tanya Eve gugup.
"Bisa minta kontakmu. Agar mudah kita berkomunikasi jika terlibat satu project lagi."
"Owh, boleh."
Mengetikan deretan nomor HP nya, Arlie langsung pamit undur diri setelah mendapatkannya.
"Cie ... ada yang berlanjut nih," goda beberapa kru. Mereka menyadari gestur tubuh Eve berbeda setelah mendapatkan perlakuan baik dari Arlie kepadanya seharian ini.
"Enggak. Cuma minta nomor HP doang."
"Semuanya kan juga berawal dari nomor HP."
Mendapatkan banyak godaan, Eve mencoba untuk melarikan diri. Dia terburu-buru masuk kembali ke room tempat dirinya dimake up sebelumnya. Namun ketika dia berhasil masuk, dengan napas yang tidak beraturan, Eve malah menjadi bahan godaan oleh semua orang yang berada di sana. Termasuk Vlor yang paling kencang menggodanya.
"Ish, ngeselin ya kalian semua."
Jadi tahu kan Eve ini lagi sama siapa?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro