Bab 10 - Sampai tidak bisa berkata-kata
Sedihnya yang komen makin dikit... Huhuhu, nasib banget yee.. Berjuang sendirian
--------------------------------------------------
Banyak yang bilang aku adalah orang yang sabar, tapi untuk saat ini tolong jangan menguji kesabaranku.
Kagum. Kata itu yang terus menerus terulang dalam pikiran Eve ketika mereka memasuki ruangan private dimana yang telah dipesan sebelumnya untuk pertemuan makan siang kali ini. Setelah berjabat tangan dan saling berkenalan, kedua manik mata Eve entah kenapa sulit sekali berpindah dari sosok perempuan yang dihadapannya kini.
Dia begitu anggun. Cantik. Serta terlihat sekali bila perempuan itu bukanlah sosok perempuan murahan. Yang kalau Eve dengar dari Vlor bagaimana dia menggambarkan sosok perempuan murahan yakni sama seperti sebuah kondom, setelah dipakai lalu dibuang pada tong sampah.
Sungguh bukan seperti itu perempuan bernama Megan yang saat ini Eve tatap terus menerus.
"Eve ..." senggol pak Thomas yang menyadarkan Eve dari lamunannya.
"Ah, maaf. Kenapa ya, Pak?"
Sambil menikmati minumannya, Megan sempat melirik ke arah Eve yang terlihat tidak fokus, kemudian dia menahan senyum dibibirnya.
Bukan pertama kali dia melihat respon orang lain padanya seperti kondisi Eve saat ini. Tidak hanya laki-laki, hampir semua perempuan pun terpukau ketika melihatnya.
"Kamu ngapain natap Megan terus?"
"Ah ... enggak, Pak. Eh, maksudnya bukan natap. Cuma ... mbak Megan cantik banget," ucapnya jujur.
Tawa Gil terdengar kencang sebagai respon atas kejujuran yang Eve ucapkan. Kemudian laki-laki itu sengaja melirik Megan, istrinya, seolah membenarkan kalimat yang baru saja Eve katakan.
"Ya, kamu benar. Istriku memang cantik sekali."
"Aduh, jadi malu saya. Tapi maaf, saya cuma mau jujur atas apa yang saya lihat."
"Tidak apa-apa, Eve. Saya hanya bilang, apa yang kamu katakan adalah fakta. Karena Megan, memang selalu cantik."
Memasang ekspresi malas, pak Thomas kembali menyenggol lengan Eve, kemudian berbisik cukup kencang pada perempuan itu.
"Makanya deketin Megan, biar cantiknya nular."
"Waduh. Kayaknya enggak bisa deh, Pak. Cantik itu bukan penyakit tapi bawaan lahir."
Sampai tidak bisa berkata-kata, Megan hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dia berpura-pura melihat makanan dalam buku menu untuk menghindari percakapan ini.
Sedangkan Gil langsung mengalihkan topik pembicaraan mengenai Ethan. Apalagi dia mendapatkan kabar jika Ethan meminta Thomas untuk datang ke penjara yang terdengar sangatlah aneh.
"Gimana dia di sana?"
"So far, dia aman. Dan gue yakin dia akan tetap aman," ucap Thomas begitu santai, layaknya mereka adalah sahabat karib yang tidak ada batasannya.
Padahal project film terbaru yang akan digarap oleh Thomas, 100 persen diproduseri oleh Gil. Namun dalam posisi saat ini, Eve tidak melihat adanya tanda-tanda batasan antara kedua laki-laki itu.
"Baguslah. Tapi lo yakin dia bukan pemakai?"
"Lo raguin sepupu lo sendiri? Atau emang lo masih ada dendam sama dia?" goda Thomas sambil melirik ke arah Megan yang kini sibuk berbicara dengan seorang pelayan untuk memesankan menu makanan siang ini.
"B A J I N G A N!" ucap Gil tanpa suara.
Tak sengaja melirik ke arah Eve, Gil baru menyadari jika percakapan antara dirinya dan Thomas sejak tadi terus diperhatikan oleh perempuan itu.
"Eve ... kamu tahu kenapa siang ini kita ketemu lagi?" tanya Gil dengan ekspresi yang langsung berubah. Dari kesal karena digoda oleh Thomas, berubah menjadi ceria ketika mengajak bicara Eve.
"Jujur enggak tahu, Pak. Saya hanya diajak sama pak Tho, buat ke penjara Ethan, terus katanya kita harus makan siang di sini. Dan ternyata sama pak Gil."
Terdengar nama Ethan disebut, terlihat sekali bila Megan menotice nama itu dari gestur tubuhnya. Akan tetapi karena ia sadar Thomas sedang menunggu reaksinya, Megan terlihat menutupi sambil terus bertanya-tanya soal menu terbaik yang bisa dihidangkan saat ini.
"Jadi gini ..." Gil melirik Megan di sebelahnya, kemudian mencolek lengan istrinya itu agar fokus atas kalimat yang akan dia katakan. "Hon, dia ini Eve. Kebetulan akan jadi aktris baru dalam project film baru yang akan digarap Thomas. Karena dia belum ada pengalaman apa-apa, aku pikir harusnya kamu bisa bantu arahin dia. Setidaknya aku enggak perlu keluarin budget lagi untuk bayar orang yang ngajarin Eve. Jadi semua arahan aku kasih wewenang ke kamu. Gimana?"
"Aku banget?"
"Loh ... kamu maunya aku yang arahin?"
"Kan ada Thomas!"
"Ya, pasti Thomas akan ngarahin. Hanya saja Teknik-teknik dasarnya kamu bantu ya, Hon. Kamu bantu bimbing dia deh. Biar lebih paham aja."
"Kalau dia enggak paham ngapain kamu pilih dia? Aneh!"
Tertusuk di bagian hatinya, rasanya Eve benar-benar direndahkan oleh Megan, yang sudah Eve puji-puji diawal pertemuan mereka. Jikalau dia tahu reaksi Megan akan seperti ini, Eve tidak akan berlebihan mengatakan bila Megan adalah perempuan tercantik yang pertama kali dia lihat langsung.
"Hon ...."
"Ngeselin ya kamu. Selalu ambil aktris baru, supaya bisa bayar murah!"
Menarik senyuman palsunya, Gil menatap Megan penuh perintah. Hanya sepersekian detik, Megan langsung mengangguk setuju. Tidak ada penolakan, tidak ada hinaan lagi mengenai sosok Eve. Dia menyetujui permintaan ini tanpa ada perdebatan apapun lagi.
"Eve. Karena proses syuting masih lama, bener kan, Tho?"
"Iya. Kurang lebih masih dua bulan lagi."
"Nah, selama 2 bulan kedepan, kamu rajin-rajin tanya sama Megan. Kalau dia masih lari-larian, kamu ikutin aja. Pokoknya ambil hal-hal baiknya semua."
"Baik, Pak. Saya akan berusaha semaksimal mungkin."
"Info ke saya kalau Megan enggak mau ajarin kamu," godanya dengan senyuman.
Berusaha untuk patuh, Eve mengangguk. Dia mencuri-curi lirikan kepada 3 orang yang bersamanya menikmati makan siang hari ini. Sekalipun di wajah mereka tergambar senyum, namun dari beberapa kata, entah itu sindiran, atau fakta yang sesungguhnya, Eve merasa curiga banyak hal yang tidak dia ketahui dari masa lalu semuanya.
"Mohon maaf, Pak. Untuk lawan main saya nantinya tetap Ethan atau diganti, ya? Masalahnya saya juga harus terbiasa dengan lawan main saya. Masa iya, ketika hari dimana mulai syuting saya baru kenal dan baru bicara dengan lawan main saya. Agak ngeri ya, Pak!"
"Itu konsekuensinya jadi seorang aktris. Harus siap menjalani peran dengan lawan main siapapun. Kalau terlalu banyak milih, yang ada kamu enggak akan kepilih!"
Dijawab dengan kasar, Eve refleks menepuk-nepuk dadanya. Dia baru merasakan kerasnya didunia entertainment lewat cara Megan menerimanya.
"Bisa didengar dengan baik ya, Eve. Ibu Megan ini udah bilang dengan sangat baik."
"Iya, Pak." Tunduknya kembali.
Memilih untuk bungkam, Eve terus menundukkan kepala sampai beberapa pelayan mengantarkan makanan yang telah dipesan dengan baik oleh Megan.
Dari semua menu yang dihidangkan, terlihat sekali bila makanan-makanan tersebut memiliki rasa yang luar biasa. Bahkan saking tidak sabarnya, Eve tanpa sadar langsung mengambil menu yang dia lihat enak, lalu dipindahkan ke atas piring makannya sebelum Gil dan Megan mempersilakan.
"Eve ..." senggol pak Thomas disaat perempuan itu mendapatkan tatapan menyeramkan dari Megan.
"Sudah ... sudah, enggak papa. Saya yakin Eve lapar setelah menemani Thomas seharian."
Terdengar dengusan kesal dari Megan. Perempuan itu terlihat kesusahan menahan emosi ketika Eve memasang ekspresi polos di depan suaminya dan Thomas, sutradara yang sudah dia kenal cukup lama.
"Sabar, Hon. Dia masih baru. Masa kamu enggak flashback melihat dia?"
"Aku enggak seburuk itu, ya!"
***
"Gimana? Kenyang enggak?"
Sambil menarik seatbeltnya, Eve meringis pedih. Mendapatkan pertanyaan mengenai makan siang mereka tadi oleh pak Thomas, membuatnya terasa ingin mengadukan semua perasaan yang kini dia rasakan.
"Sumpah ya, Pak. Saya kenyang perut, kenyang hati, kenyang pikiran juga!"
"Loh ... loh. Kenapa?"
"Kok pak Tho masih tanya kenapa? Ya bayangin aja, Pak. Saya harus belajar dari mbak Megan itu, dimana dia juga harus saya mata-matain. Sumpah mana sikapnya ngeselin banget. Bikin kepala saya mau pecah!"
Mulai menjalankan mobilnya, sesekali Thomas akan melirik Eve yang memasang ekspresi kesal dalam mencurahkan segala hal yang sedang dia rasakan.
"Dibawa santai aja. Jangan dijadikan beban. Toh, semua yang dia jelaskan tadi adalah sebuah kebenaran. Kayak perihal lawan main. Seorang aktris enggak bisa memilih siapa lawan mainnya. Mereka harus professional dalam bersikap dan beradu akting. Begitupun soal makan tadi. Jujur enggak seharusnya kamu langsung khilaf, dan mengambil banyak makanan yang kamu suka, sebelum dipersilakan oleh mereka, orang yang mengundang kamu untuk makan. Karena itu sikap yang kurang sopan, Eve."
"Oke ... oke. Mungkin dua hal itu aku belum biasa aja. Soal lawan main, dan soal makanan. Tapi ya Tuhan, Pak. Pak Tho enggak merasa apa, kalau mbak Megan itu malaikat berhati iblis? Sumpah nyesel banget aku sempat puji dia cantik."
Tertawa lepas tak tertahan, komentar yang Eve suarakan bukanlah pertama kali dia dengar. Sudah banyak sekali orang-orang memberikan penilaian seperti itu kepada Megan, tapi anehnya banyak sekali yang memuji kehebatan perempuan itu.
"Dia emang gitu. Itu semua dia dapat karena didikannya Ethan."
"Didikan Ethan?"
"Hm. Ethan itu kan sebenarnya sudah terkenal dari zaman dia kecil. Karena keluarga besarnya yah sebagian besar berada di industri film. Kayak punya production house gitu. Dan beberapa anggota keluarganya jadi produser terkenal, macem pak Gil. Jadi dari kecil dia enggak asing sama dunia akting. Cuma setelah adanya tragedi kekasihnya dicuri orang lain, Ethan sempat vakum. Dia pindah ke USA, menjalani kehidupan di sana. Dan barulah beberapa tahun belakangan ini dia balik lagi. Tapi ketika balik, malah kesandung kasus enggak baik."
"Owh, gitu. Jadi Ethan sama Megan udah kenal lama?"
"Sudah. Dari belasan tahun lalu."
"Ethan sekarang usia berapa?"
"34 tahun."
"Jadi lebih tua pak Gil?"
"Iya. Gil itu kakak sepupu Ethan."
Sejenak berpikir, tatapan mata Eve langsung paham apa yang dimaksud dari tragedi yang diucapkan oleh pak Thomas.
"Jadi maksudnya tragedi? Si mbak Megan ini kekasihnya?"
"Benar. Megan adalah perempuan yang direbut oleh pak Gil."
"Tapi Megan masih muda banget?"
"Muda karena perawatan. Megan dan Ethan seumuran."
"Ah ... iya sih, uang bisa membeli segalanya. Termasuk wajah awet muda," gumam Eve pelan, namun berhasil memicu tawa lepas dari Thomas.
"Jadi karena itu kenapa kamu yang disetting buat mata-matain Megan, karena Ethan yakin Megan yang melakukannya. Semacam ada dendam yang belum tuntas dari mereka berdua."
"Tapi pak Gil tahu masalah ini?"
"Enggak. Dia enggak tahu. Karena pak Gil sendiri enggak yakin bila Ethan bukan pemakai narkoba. Pernah tinggal diluar negeri rasanya amat sangat mungkin dia menjadi pemakai barang illegal itu."
"So complicated, ya!"
"Itulah tantangan awalmu sebelum project kita jalan. Bagaimana? Masih siap melakukannya ... atau mau membayar penaltinya?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro