(3/...)
Bagian 3
🎇🎇🎇
Setelah melalui perjalanan yang cukup menguras waktu dan energi, Leah akhirnya tiba di rumah keabadian kedua orangtuanya. Leah menundukkan tubuh, perlahan hingga mampu berlutut di tengah dua makam yang bersampingan tersebut.
Makam sebelah kiri, tertulis nama papa Leah, lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal wafat. Begitu juga, dengan makam yang ada di sebelah kanan, milik mama Leah, lengkap dengan tanggal lahir dan juga ... tanggal wafat yang Leah benci tanggalnya.
1 Januari 2005
Tanggal yang sama dengan tanggal lahirnya.
Leah meletakkan bunga lily putih yang tadi dia beli ke atas makam papa dan mamanya dengan hati-hati. Jemarinya mengelus lembut permukaan dua makam itu.
"Halo, Papa, Mama. Hari ini, Leah datang. Tapi, Leah sendiri aja, soalnya Ethan lagi sibuk sama acara panggang-panggang dalam rangka menyambut tahun baru sama teman sekolah, Pa, Ma. Kemarin Ethan sempat ajak Leah, tapi Leah enggak mau. Leah enggak suka keramaian, Pa, Ma. Kalau Leah ikut juga, mungkin hari ini Leah enggak bisa mengunjungi Papa dan Mama.
"Papa dan Mama apa kabarnya? Pasti bahagia, ya, di sana. Leah di sini juga bahagia."
Rasanya, sudah lama Leah tidak bercerita seperti ini dengan kedua orangtuanya. Sebagai anak tunggal, Leah tidak memiliki saudara untuk berbagi kisah. Jika dulu, masih ada papanya dan juga Kitty, maka sekarang, Leah hanya punya Ethan dan makam keduaorangtuanya sebagai tempat berbagi cerita.
"Pa, Ma, sebenarnya, Leah mau cerita. Dua hari yang lalu, Leah marah sama Ethan, karena Ethan maksa Leah untuk ikut ke acara menyambut tahun baru itu. Padahal, Leah enggak mau. Lagian, untuk apa Leah ikut ke acara itu? Bukannya, menyambut tahun baru sama aja dengan Leah menyambut hari ulang tahun Leah yang secara tidak langsung buat Mama pergi ninggalin dunia? Leah enggak suka, Ma. Benar-benar enggak suka."
Tanpa disadari, air mata Leah meleleh begitu saja tanpa bisa dibendung.
"Ma, Pa, Leah pamit dulu, ya. Nanti kapan-kapan Leah datang lagi. Leah sayang Mama sama Papa."
Seusai berpamitan dengan kedua orangtuanya, gadis itu kemudian bangkit dari posisi bersimpuhnya. Melangkah setapak demi setapak, meninggalkan makam.
🎇🎇🎇
Saat melintasi rumah Ethan, rumah tersebut terlihat begitu sepi. Bahkan, sepeda milik Ethan yang biasanya bertengger di pekarangan, tidak nampak sama sekali.
"Anak kelas mau ngadain acara panggang-panggang pas tanggal 31 untuk menyambut tahun baru."
Leah baru ingat, hari ini adalah hari terakhir di bulan Desember, sekaligus di tahun yang terasa begitu hampa ini. Itu artinya hari ini Ethan tidak akan berada di rumah. Lelaki itu pasti sibuk dengan kegiatannya mempersiapkan acara penyambutan tahun baru.
Leah menghela napas. Jika hari ini Ethan sibuk, maka hari ini dia tidak akan bertemu dengan Ethan. Itu artinya terhitung dua hari sejak kemarin, mereka tidak bertegur sapa. Kalau begini caranya, bagaimana Leah bisa memperbaiki hubungannya dengan Ethan.
Di perjalanan pulang dari makam ke rumah, Leah terus-menerus dihantui oleh kekhawatiran. Bagaimana jika Ethan benar-benar marah dan tidak mau lagi berteman dengannya? Tentu, saat itu juga, kehidupan Leah akan benar-benar kosong.
Tidak ada Mama, tidak ada Papa, tidak ada Kitty, juga tidak ada Ethan, sahabatnya.
Di kamarnya, Leah memilih untuk menutup tirai, menghalau cahaya matahari yang masuk ke dalam. Meski tidak seutuhnya, tapi setidaknya cukup tidak menyilaukan bagi Leah yang berniat untuk kembali tidur.
Rasanya, beberapa pekan terakhir sejak libur sekolah tiba, hidupnya begitu monoton. Bangun, makan, mandi, berbincang dengan Ethan-itu pun dua hari lalu saat Ethan masih ada di sini-, lantas kembali tidur guna mempercepat rotasi waktu.
Akan tetapi, terkhusus hari ini, Leah sengaja tidur saat malam belum menjelang. Inginnya, saat membuka mata nanti, hari telah berganti dan Leah tidak perlu merasa terganggu dengan suara bising petasan yang diledakkan oleh Ethan di depan rumah.
Itu pun jika masih ada.
🎇🎇🎇
Tidak seperti apa yang direncanakan oleh Leah, gadis itu malah terbangun di tengah malam. Tepatnya, di waktu 30 menit sebelum pergantian hari. Kali ini, bukan karena suara petasan yang berbunyi. Sebab, seperti dugaannya, kali ini Ethan tidak memainkan petasan miliknya. Pastinya, lelaki itu tengah menikmati acara bersama dengan teman-teman sekelas.
Leah memilih untuk membasuh muka dengan air mengalir. Karena telah terbangun dari tidur, maka itu artinya Leah harus melanjutkan acara terbangunnya hingga hari berganti. Istilahnya, sudah kepalang tanggung.
Setelah membasuh muka dan membuat segelas susu cokelat hangat, Leah duduk di meja belajar. Posisi meja belajarnya cukup strategis, dekat jendela, sehingga dari sini Leah dapat melihat pemandangan langit malam dengan jelas.
Hari ini, bintang bertaburan. Begitu banyak. Tidak seperti biasanya saat kanvas hitam milik semesta itu hanya ditemani oleh beberapa bintang.
Mungkin, langit hari ini sedang bahagia, karena besok sudah memasuki tahun yang baru. Orang bilang, tahun baru, resolusi baru. Tapi, Leah tidak punya resolusi tahun baru. Yang dia harapkan dari setiap tahun baru hanyalah semoga dia bisa melewati 365 harinya dengan baik.
Seperti malam-malam sebelumnya, Leah merobek lembaran kalender terakhir hari ini. Untuk kali ini, Leah sedikit bingung harus menuliskan cerita apa. Hanya berkunjung ke makam orangtuanya?
Leah tersenyum miris. Benar-benar akhir tahun yang sepi.
Leah melirik ke arah jam dinding yang tergantung di kamarnya. Sebentar lagi, dalam hitungan menit, Leah harus segera menulis di atas kalendernya atau hari akan berganti.
Namun, saat gadis itu hendak menulis, tiba-tiba pandangannya terkunci ke luar. Melihat ke atas langit sana. Juga, dengan sebuah benda yang bercahaya lebih terang dari cahaya bulan juga bintang lainnya. Benda itu tidak diam, bergerak semakin mendekat kepada bumi.
Itu bukan benda sembarang, melainkan sebuah bintang jatuh. Leah menyebutnya bintang permohonan.
Dan, untuk kali ini, dia mengubah kebiasaannya menuliskan kejadian yang terjadi setiap harinya.
Untuk lembaran terakhir di tahun yang hampa ini, Leah memutuskan untuk menuliskan sebuah permohonan bagi tahun yang akan datang.
Bertepatan dengan itu, hari berganti. Sesaat setelah Leah menuliskan permohonannya. Tak lama setelah itu, suara petasan terdengar begitu dekat di rumahnya. Membuat Leah refleks mendekat pada jendela dan menoleh ke bawah.
Sebuah senyuman terangkat tatkala Leah menyadari siapa pelaku yang membunyikan petasan tadi.
"Leah, selamat ulang tahun! Meskipun kemarin kamu usir aku, tapi hari ini aku tetap nekat ucapin kamu. Kamu harus bersyukur memiliki teman seperti aku!"
Iya, dia Ethan.
Sepertinya, permohonan yang baru saja dia tuliskan barusan terkabul. Begitu cepat.
Beri aku satu alasan untuk menyambut tahun baru dengan bahagia.
Dan, barangkali, Ethan adalah teman yang ditakdirkan untuk Leah, bersama menyambut tahun baru ini dengan penuh bahagia.
🎇🎇🎇
- Minggu, 18 Desember 2022
1.028 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro