(1/...)
Bagian 1
🎇🎇🎇
"Leah, anak kelas mau ngadain acara panggang-panggang pas tanggal 31 untuk menyambut tahun baru. Leah ikut, yaaa?"
Jemari Leah yang bergerak menyibak halaman buku berhenti. Gadis itu perlahan mendongakkan kepala, melihat ke arah Ethan yang kini tersenyum kepadanya. Alis laki-laki itu bergerak naik turun, membuat Leah rasanya ingin melakbannya supaya diam.
"Enggak."
Satu kata yang dilontarkan oleh Leah sebagai jawaban berhasil melunturkan senyum Ethan. Alisnya tak bergerak lagi, berdiam di posisi.
"Yah, kenapa?" Nada bicara Ethan terdengar melemah, tidak seantusias sebelumnya saat dia meluncurkan ajakan kepada Leah.
"Buang-buang waktu aja."
Bagi Leah, acara menyambut tahun baru adalah acara yang paling membuang-buang waktu. Lagi pula, apa yang spesial dari tahun baru hingga harus diadakan malam perayaan untuk menyambutnya? Toh, sama saja. Leah sama-sama harus mengoyak lembaran kalender setiap hatinya, menuliskan hal-hal yang dia alami hari itu, dan kemudian membakar kertas itu dengan api kecil dari korek api kayu. Begitu terus, hingga 365 lembar dari kalender itu habis.
Barangkali, yang sedikit membedakan antara tahun baru yang berada di setiap tanggal 1 Januari dengan hari lainnya ialah Leah harus mengganti kalender lama, dengan kalender baru yang dia beli di toko. Sedikit menguras tenaga dan waktu. Kedengarannya berlebihan, tapi Leah merasa lelah ketika melakukannya, meski hanya terhitung sekali dalam setahun.
"Mana ada buang-buang waktu, sih, Leah. Itu namanya kita menikmati pergantian tahun bersama-sama. Menikmati momen-momen akhir tahun yang enggak akan pernah terulang di tahun berikutnya. Apalagi, kita udah kelas dua belas. Tahun depan, mah, udah pada sibuk sama teman-teman baru. Jadi, selagi kita masih bisa kumpul, ayo, manfaatkan!" seru Ethan dengan menggebu, membuat Leah memutar matanya malas.
Lelaki itu jika sudah mengeluarkan suaranya, maka tidak segan-segan membuat panas telinga Leah. Bersahabat dengan Ethan dari masih di dalam kandungan membuat Leah sudah kenal luar dan dalamnya lelaki itu. Yang jadi pertanyaannya hanya satu, kenapa Leah mampu bertahan bersahabat dengan Ethan? Atau, mungkin, hanya Ethan yang mau berteman dengan seorang yang gemar menutup diri sepertinya?
"Nanti juga bakal rame yang ikut, kok, Leah. Bukan cuma anak-anak kelas, tapi anak kelas lain juga. Soalnya, yang ngadain itu si Pedro. Si paling sultan itu loh."
Mendengar kata 'acara' yang identik dengan khalayak ramai saja Leah sudah yakin untuk menolak. Ethan malah menambahnya dengan kalimat "Nanti juga bakal rame yang ikut, kok."
Maka, persentase keyakinan Leah menginjak 99.9999%. Itu artinya Leah benar-benar tidak berminat untuk mengikuti acara tersebut.
Leah sedikit tersentak ketika Ethan menyentuh kedua bahunya, lantas menggoyang-goyangkan secara perlahan. "Jadi, ikut, ya, Leah? Ya, ya?" pinta Ethan dengan memelas.
Menatap dalam ke mata Ethan, seolah-olah ada sebaris kalimat permohonan yang berusaha menarik Leah agar mengiyakan ajakannya. Oleh karena itu, Leah segera memalingkan pandangannya dari Ethan, agar dia tidak semakin luluh oleh lelaki itu.
"Enggak, Ethan," tolak Leah kedua kalinya.
"Nanti aku beliin pulpen gambar Unicorn, deh, untuk kamu. Kamu, kan, suka nulis. Tapi, ikut dulu, yaa?" Sepertinya, Ethan masih tidak menyerah untuk mengajaknya.
Sayangnya, Leah tidak tergoda dengan tawaran itu. Lagi pula, siapa juga yang tergoda dengan pulpen Unicorn? Memangnya, Leah anak kecil? Dia sudah cukup tua untuk disebut sebagai anak kecil. Usianya bahkan sebentar lagi akan menginjak 17 tahun. Ya, seminggu lagi. Tepatnya, di tanggal 1 Januari, bertepatan dengan hari pertama di tahun yang baru.
"Kamu kenapa, sih? Kayaknya, dulu kamu senang kalau diajak manggang-manggang. Apalagi, kalau ada sosis. Kamu, kan, paling suka sosis panggang," ujar Ethan.
"Enggak, Ethan. Aku enggak pa-pa. Aku cuma malas mau ikutan acara kayak gitu. Aku-"
"Masih trauma sama kejadian tahun-tahun lalu?"
Trauma.
Iya, mungkin itu adalah salah satu alasan kenapa Leah sebegitu tidak inginnya mengikuti acara yang disebut-sebut oleh Ethan.
Dua tahun lalu, tepatnya di hari pertama di tahun baru, Leah harus kehilangan Kitty, kucing kesayangannya. Kitty adalah pemberian dari nenek, sebagai hadiah ulang tahun Leah yang kedua belas.
Leah sangat menyayangi Kitty. Meskipun spesies mereka berbeda, namun bersama Kitty, Leah seolah menemukan kenyamanan yang luar biasa hebatnya. Leah bisa bermain bersama Kitty, mengelus-elus bulunya yang berwarna putih bersih, atau bahkan memberinya makan. Sayangnya, itu semua telah menjadi kenangan setelah Kitty mati ditabrak oleh pengendara motor jahat itu.
Sebetulnya, itu bukan sepenuhnya kesalahan si pengendara motor. Itu salahnya. Salah Leah yang dengan sok-sokannya ingin membawa Kitty berjalan keluar rumah. Salah Leah yang lalai dalam memperhatikan dan menjaga Kitty. Ini semua salah Leah.
Tidak cukup dibuat merasa kehilangan Kitty, setahun berikutnya, di tanggal yang sama, Leah kembali dibuat merasa kehilangan sosok ayahnya. Seseorang yang telah merawat Leah dari kecil dengan penuh kasih sayang. Ayah adalah sosok pahlawan terhebat di hidup Leah. Kehilangan sang Ayah menjadi momok paling menakutkan kedua setelah kehilangan Kitty.
Sejak saat itu, dunianya tidak lagi sempurna. Meskipun, memang sedari awal, kehidupannya sudah penuh dengan luka.
"Leah, aku tahu. Kejadian-kejadian itu buat kamu merasa trauma sama yang namanya tahun baru, tapi, bukan berarti kamu harus terjebak terus-menerus di dalam kejadian itu," ujar Ethan.
Leah menghela napasnya. "Udah cukup, ya, bahasnya, Ethan. Aku enggak mau bahas hal itu lagi," ujar Leah.
Bila sudah menyangkut mengenai traumanya, maka Leah akan menjadi super malas untuk merespons pembicaraan orang lain. Bahkan, termasuk Ethan, sahabatnya sendiri, Leah tidak segan-segan untuk bersikap cuek kepadanya.
"Oke-oke. Aku enggak akan bahas lagi. Tapi, kamu ikut, ya?"
Cukup sudah. Rasanya, Leah benci terus-menerus didesak oleh Ethan untuk mengikuti acara tidak penting itu.
"Udah kubilang enggak, Ethan. Kalau kamu masih mau ngajakin aku untuk ikut acara itu, lebih baik kamu pulang aja," ucap Leah, menyelipkan sedikit kalimat pengusiran.
"Leah ... kamu ngusir aku?" tanya Ethan tidak percaya. Lama bersahabat dengan Leah, rasanya ini kali pertama Leah mengusirnya seperti itu.
Leah memandang Ethan cukup lama, sebelum akhirnya memutuskan untuk membuang muka, membuat Ethan kembali bersuara.
"Ya, udah, kalau kamu ngusir aku. Ini juga udah malam. Aku pulang dulu. Maaf, ya, kalau aku ganggu kamu," ujar Ethan dengan nada yang lirih.
Dengan sedikit terpaksa, Ethan menyeret kedua kakinya untuk beranjak keluar dari rumah Leah. Sebelum Ethan menutup kembali pintu utama, lelaki itu menyempatkan untuk melihat ke dalam-kepada Leah-dan berujar, "Jangan lupa makan malam dan gosok gigi nanti sebelum tidur."
Setelahnya, Ethan benar-benar pulang.
Sementara itu, Leah masih setia di posisi membeku, menatap nanar pintu yang kini tertutup sempurna.
Apa dia begitu keterlaluan terhadap Ethan?
🎇🎇🎇
- Jumat, 9 Desember 2022
1.043 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro