Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ch9 : Tugas Tak Terduga

Djanu tahu tentang bapaknya yang suka bermain gitar. Mereka sering bermain bersama dulu di teras samping rumah. Duduk berdua atau bahkan berempat saat Garru dan Puspa cukup berbesar hati dan mau bergabung bersama mereka. Bahkan dia yakin bakat musiknya juga berasal dari sang bapak.

Yang Djanu tidak tahu, ternyata Gani hanya sekedar handal memetik gitar. Tapi tidak dengan menyanyi. Dulu saat mereka bermain bersama, dia yang akan menyanyi dan Gani yang mengiringi, sesekali terdengar senandung tidak jelas dari mulutnya, tapi tidak benar-benar bernyanyi.

Karenanya, setelah melewatkan berhari-hari di sini dan melihat beberapa kebiasaan Gani muda, Djanu cukup terkejut dengan informasi baru tentang bapaknya. Gani cukup sering bermain gitar di kamarnya, bahkan dengan percaya dirinya menyanyi cukup keras, padahal suaranya benar-benar jauh dari kata layak.

Seperti malam ini, saat lagi-lagi Djanu melihat Gani membuka jendela kamarnya dan mulai memainkan gitarnya. Petikan nada awal pada lagu yang akan Gani mainkan terdengar tidak asing di telinganya. Djanu cukup terkejut dengan pilihan lagu yang Gani ambil karena lagu dan musisinya masih cukup eksis pada zamannya berada.

Anugrah Terindah Yang Pernah Kumiliki dari Sheila On 7 mengalun indah bahkan membuat Djanu sempat tersihir. Namun, sedetik kemudian kekagumannya menguap saat suara cempreng yang sangat dipaksakan keluar dari mulut Gani asal. Membuat dia yang sempat terlena hampir mengumpat kasar.

Dan, sepertinya pemilik kamar sebelah sama terganggunya dengan dirinya. Karena belum sampai setengah lagu yang Gani mainkan, jendela kamar Prajna terbuka dan menampilkan sosoknya yang tampak fresh seperti biasanya, dengan atasan polos dan rambut lurusnya yang terikat separuh. Namun, alih-alih berekpresi kesal seperti yang Djanu tebak, Prajna justru mendudukkan dirinya di kursi tinggi dekat jendela dan menyandarkan kepalanya, memberikan atensi penuh pada Gani dan permainan gitarnya. Sepertinya keduanya sudah sering melakukan rutinitas ini, karena Djanu melihat suasana akrab mengudara di sekitar mereka.

Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki

Djanu merasa udara di sekitarnya tiba-tiba menyusut. Dia bahkan tanpa sadar menahan napasnya sejenak saat suara pelan dan halus memasuki gendang telinganya dengan  sangat sopan. Membuatnya melupakan sejenak suara cempreng Gani dan menikmati ketika petikan gitar itu seirama dengan suara merdu Prajna.

Dari posisi duduknya sekarang, Djanu yakin jika Prajna tidak mengetahui jika dirinya ada di ruangan yang sama. Karena jujur sana Djanu masih canggung setelah pertemuan mereka yang terakhir kali. Dan Prajna juga pasti tidak akan mau mengeluarkan suaranya jika tahu ada orang lain  di kamar sahabatnya.

Namun, dari sini Djanu bisa mengamati sisi wajah Gani dari samping yang tampak puas dengan apa yang dia lakukan. Beberapa hari di sini membuatnya menyadari tentang perasaan kedua orang ini, tapi Djanu tidak tahu mereka sengaja tidak saling peka atau memang sepolos itu untuk menyadari perasaan masing-masing. Sebuah kesadaran tiba-tiba membuat Djanu menggelengkan kepalanya kuat. Apa yang kupikir kan, batinnya. Dia orang asing di sini, tidak ada apapun yang bisa dia ubah. Dan tidak boleh.

"Na, kayaknya besok aku nggak bisa anter, " ucap Gani setelah mereka menyelesaikan dua lagu lagi, masih dari band yang sama. Ada perasaan menyesal dari suaranya.

"Kenapa?" tanya Prajna terkejut. Gadis itu bahkan sudah terduduk tegak dan tidak lagi menyandarkan tubuhnya pada bingkai jendela.

"Tadi dapat kabar kalau aku harus balik kampus lebih cepet dari jadwal sebelumnya. Dadakan banget memang."

Prajna terdiam beberapa saat. Cukup terkejut dengan pernyataan yang baru saja di dengarnya. Membuatnya berpikir keras untuk mencari solusi dari masalahnya sekarang.

Prajna butuh seseorang untuk menemaninya ke kota sebelah. Dia harus melengkapi data-data terakhirnya agar bisa menyelesaikan semua prosedur pendaftaran universitas. Sesuatu yang sudah menjadi keinginannya sejak dulu. Walau dia harus menunda 3 tahun untuk bisa mewujudkan keinginannya, Prajna tidak pernah sedikitpun malu, buatnya, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi adalah mimpi terbesarnya saat ini.

Prajna bisa saja menaiki motor sendiri jika jarak rumahnya dan kampus yang dia masuki tidak cukup jauh. Tapi perjalanannya saja butuh 3-4 jam dengan sepeda motor, membuat gadis itu ragu jika harus berkendara sendirian. Apalagi jika dia sampai kesorean di jalan. Benar-benar sesuatu yang merepotkan.

"Kok bisa dadakan, sih, trus aku ya mana sempet nanyain orang-orang yang nganggur. "

"Nah, itu dia. Pak Rt yang terima teleponnya lupa ngasih kabar."

"Duh, piye iki. "

"Motormu itu ada surat-suratnya kan? " tanya Gani setelah cukup lama keduanya terdiam.

"Ada. Kenapa?"

"Besok Djanu aja yang anter. Tinggal kamu tunjukin jalannya soalnya dia bukan anak sini. "

Baik Prajna maupun Djanu sama-sama mengernyit mendengar solusi yang dengan enteng keluar dari mulut Gani tanpa meminta pendapat keduanya.

"Kenapa bawa-bawa aku?" ucap Djanu tak terima. Bahkan membuat Prajna terkejut karena tidak tahu jika ada orang lain di sana.

"Sekalian jalan-jalan lihat kota sini. Nyesel kamu kalau cuma di rumah aja. Kalau aku nggak harus balik besok ndak mau aku nyerahin Prajna ke kamu. "

"Ndak usah maksa minta tolong ke orang yang nggak mau nolong, Gan, " balas Prajna cepat. Cukup tersinggung mendengar respon Djanu yang terlihat keberatan.

"Nggak nggak, dia nggak keberatan. Nanti aku yang ajak ngomong. Lagian nggak akan sempet juga kalau mau cari orang lain yang tahu seluk beluk perkuliahan. Udah pokoknya kamu tenang aja. Persiapin keperluannya dari sekarang biar besok pagi nggak kelabakan."

Prajna yang berniat protes sebelumnya memilih urung dan meyakinkan diri mempercayai Gani untuk urusan ini. Gadis itu mengangguk pelan dan menutup jendela kamarnya. Tepat saat Prajna hilang dari pandangan keduanya Djanu duduk tegak di kasur Gani dan bersedekap kesal.

"Jadi maksudnya apa itu main perintah-perintah? Lu tau gua bukan orang sini, kan?"

Gani berdecak sebal dan gemas dengan pemuda di depannya. Jika anak sepuasnya seharusnya senang ke sana kemari dengan motor, Djanu sepertinya agak berbeda.

"Ck.Cuma ke kota sebelah lho. Nggak lebih dari 3 jam. Kasian kalau Prajna harus bawa motor sendiri. Dan agak rawan kalau buat cewek misal dia nanti kesorean. Nggak kasian kamu? Dan sebagai info tambahan, ini adalah keinginan Prajna sejak dulu. Lanjut pendidikan. Udah 3 tahun dia nunda dan aku benar-benar berharap kali ini keinginannya terwujud. Jadi aku minta tolong, bisa?"

Djanu terdiam setelah mendengar penjelasan singkat dari Gani. Cukup menarik simpatinya.

"Tapi aku nggak tahu jalan dan nggak bisa baca peta. "

"Nanti Prajna yang arahin tenang aja. Dia cukup cepet nginget jalan. "

"Aku nggak punya Sim."

"Asal kamu ngidupin lampu, pasang spion kanan kiri nggak akan ngasih celah petugas buat berhentiin kalian. "

"Kalau aku tetep nggak mau gimana?"

"Ya udah kamu ikut aku pulang besok. Sekalian aku anter ke tempat kita pertama bertemu dulu. Tanggung jawabku selesai. "

Sialan, batin Djanu. Dia benar-benar terkejut jika Gani muda bisa mengancam juga.

*******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro