Prolog
🐈🐈🐈
Minggu itu, hidup Onda baik-baik saja, yang tidak baik adalah keadaan Palembang. Mendung di mana-mana, petir menyambar seakan terjadi perang besar di atas Jembatan Ampera. Bapak bahkan mengaku melihat kilatan guntur di area Sungai Musi padahal rumah mereka jauh di kawasan KM.5.
Prakiraan cuaca tepat, hujan badai terjadi di Palembang. Melesetnya, BMKG meramalkan hujan terjadi seharian, padahal aslinya sehari semalam. Alamak sudah paginya banjir sebetis—seperti tradisi Palembang biasanya.
Onda terpaksa memesan Go-Car karena Go-Jek riskan beroperasi ketika jalanan tergenang. Di kantor, orang-orang membicarakan petir dan guntur. Ada satu berita di Sumatera Ekspres tentang rumah warga yang menjadi korban angin ribut kemarin.
Onda tak ambil pusing, kepalanya sendiri sudah puyeng oleh listrik dan internet kantor yang kacau balau dampak badai. Ada listrik gedung yang putus, cctv bermasalah, dinding kokoh berbahan semen lokal yang tiba-tiba bocor, serta air menggeleper akibat AC yang rusak. Tim Teknisi dan Perawatan mengerahkan kemampuan hari itu. Dua hari setelahnya, mereka sibuk mengotak-atik kerusakan vital.
Yang pertama diperbaiki tentunya listrik.
"Nda," panggil Tao di ambang pintu ruang Human Resource. "Listrik sini dah lancar?"
"Aman, Kak Tao!" Masayu berteriak dari kubikelnya seraya mengacungkan jempol. Onda yang tak sempat menjawab hanya menyeringai kecil.
"Udah dijawab sama adek-adekanmu."
Tao mengerling dan pamit dari tempat. Tepat setelah laki-laki itu beringsut, tubuh semampai Zinnia nampak berkelebat melalui ruangan. Dia satu-satunya perempuan di Tim Teknisi yang mahir soal kabel-mengabel. Agak aneh bagi satu kantor ketika mendapati karyawan postur model dengan bakat teknik seperti dia. Saat Onda mewawancarainya kemarin, karyawan cowok sudah menanda-nandai CV Zinnia sebagai calon yang wajib tergabung di Delta Tech. Hebatnya, cewek itu memenuhi kualifikasi.
"Mbak April. Indihomenya udah lancar belom?" tanya Zinnia.
April yang didatangi langsung membenarkan letak kacamata seraya menggeleng kuat. Kemudian manajer human resource muncul dari belakang kubikel asistennya. "Duhh, kapan nihh sinyal lancar lagi. Ada Zoom-Meeting lho sama asesor sore ini."
"Bang Damar, maaf yaa. Bisa pake kuota internet masing-masing dulu nggak?" Zinnia membujuk dengan suara halusnya. Siapa sih yang nggak tergoda? Onda bertukar tatap dengan April tepat ketika wajah carut Damar sebelumnya berubah secerah layar ponsel emak-emak.
Onda pun memilih berjalan, kembali ke ruang Tim Talent Management yang bersebelahan langsung dengan Tim Human Resource. Karena sama-sama satu lini satuan kerja, ruang mereka hanya dibatasi dinding kaca tak transparan. Tidak transparannya karena ditempeli stiker kaca putih buram bertekstur kasar.
Sayup-sayup Onda mendengar Damar ngomel tentang repairing yang lama dan tidak berkesudahan.
"Ya maaf Mas, kan tim kami cuma empat orang untuk perbaikan skala sedang gini."
Onda melirik Masayu yang mencuil lengannya dari samping. "Drama Queen," bisik rekan sekantornya.
Onda tak begitu menanggapi.
"Bukannya kalian kalo perbaikan-perbaikan kayak gini biasanya setengah hari selesai, Zin?"
"Itu maintenance, Mas. Beda lagi. Kalo aja personel lebih banyak, kan bisa lebih cepet."
Onda dapat membayangkan wajah bersungut-sungut Zinnia saat ini.
"Tuh denger, Nda. Tambah personel lagi," teriak Damar dari sebelah ruangan, sengaja ingin membuat Onda gerah.
"Lha, bukannya yang nentuin tambah enggaknya pegawai itu kamu sama Pak Bos ya, Mar?" Karena Onda malas meladeni, Masayu sebagai asisten terdepan yang menanggapi. Sebagai Talent Acquisition, tugas Onda dan tim memang mengusulkan penambahan personel kantor atau tidak setiap menyelesaikan analisis manpower. Namun keputusan tetap kembali pada SDM dan pak bos tentunya.
Damar kemudian berdecak dan mengalihkan topik dengan menanyakan di mana posisi Zhafran dan Pak Kadir. Zinnia membalas jika bos mereka dan si anak baru, Zhafran, sedang mengurus ruangan Pak Adnan. Setelahnya gadis itu pamit hendak menyambangi para rekannya di ruang Pak Bos.
Itu saja. Hanya itu potongan kehidupan menyebalkan di Minggu Baik-Baik Saja ala Onda yang kesehariannya autopilot. Semua kembali normal dan berjalan sesuai genangan banjir yang perlahan surut.
Onda yakin mulai besok pagi listrik lebih normal, sinyal kembali lancar, monitor balik ke keadaan semula. Wanita itu kemudian menghabiskan sore sepulang kerja dengan teh hangat dan Donat Dobupi yang lebih ramah kantong daripada Dunkin's. Menggelitiki perut gembul Kontet, kucing oranyenya, serta menghapusi memori-memori di ponsel yang mengandung Daniel di dalamnya.
Foto lama dia dan Daniel, pindahkan ke sampah, hapus. PDF kerjaan Daniel, pindahkan ke sampah, hapus. Mp3 rekaman suara Daniel, pindahkan ke sampah, hapus. Sudah setahun lebih dan entah seberapa banyak lagi Daniel di dalam gawainya. Itu pun baru ponsel, belum lagi otak.
Secara bertahap, semua tentang Daniel dia lepaskan.
Normal. Senormal itu hari-hari Onda.
Sampai satu pesan masuk dari April.
Onda mendelik lalu membuka tautan yang dibagikan.
Wanita itu membacanya dengan sorot mata melebar seiring kalimat. Ketika detak jantungnya menguat, di situ dia tersadar jika minggunya tidak akan menjadi normal.
Setelah repairing secara utuh, data Perusahaan Delta Tech bocor ke publik se-Sumatera.
.
.
.
.
.
Halooo Atmosphore!!!
Plisss jangan tabokin author gara-gara ghosting TT
Sejak We Start With The End selesai, author memang fokus sama penerbitan dan skripsi, jadi Wattpad terbuntang-buntang :" sekarang alhamdulillah skripsi dah clear, doain bisa konsisten nulis Tripple A!
Ini beda yaa gengs sama WSWTE yang kental sama tema family, Tripple A lebih cenderung ke office--sesuai dengan tantangan dari Lewat Community. Semoga suka^^
And as always, office romance merupakan hal yang baru bagi author. Jadi bagian kelean-kelean yang udah S3 Reader Office Romance, lemme know kalau ada kekeliruan, masukan, saran🙌 asal bukan saran untuk cepet-cepet nikah yee🤣 BERCYANDHAAA... BER-cyandhaaaa!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro