Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#9

Untuk seseorang yang meminjamkan payung.

Di hari Selasa yang hujannya tak kunjung reda, aku telah pulang dengan selamat.

Saat itu jalanan sedang sepi dan ponselku mati. Aku mengalami hari buruk karena nilai evaluasi harianku sangat payah. Lalu orang itu datang sambil menaungiku dengan payungnya, menghentikan taksi, dan memberiku kata-kata yang bisa kuingat sampai hari ini. Dia menyuruhku mengambil pakaian hangat dan secangkir teh agar tidak terkena flu saat sudah sampai rumah. Dan aku benar melakukannya.

Kami memiliki seragam yang sama. Tapi aku tidak pernah melihat dia sebelumnya. Jadi kupikir dia memang seorang malaikat. Haha, ini agak canggung dan memalukan. Tapi aku sangat berterima kasih. Kuharap dia menyalakan radio hari ini dan mendengar suratku.

"Nah, itulah surat manis yang dikirim oleh 0874-nim. Wah, hatiku ikut berdebar ketika membaca surat ini. Kuharap orang itu sedang mendengar radio dan mengetahui bahwa Anda sangat berterima kasih, 0874-nim."

Chaeyeon melirik ke depan ketika Kang Eunbi memberi aba-aba dengan sebuah gestur. Pandangannya beralih cepat ke arah monitor yang terletak tepat di samping kanan.

Tersisa lima menit. Lakukan closing, setelah itu putar lagu terakhir.

Chaeyeon memberi anggukan kecil. Siaran hari ini, untuk kali pertama, berjalan dengan teramat sangat damai. Song Baekchan yang sering mengganggu waktunya tidak muncul di kantor. Insiden mengumpat yang tak sengaja dia lakukan waktu itu sudah mendapat pengampunan. Tidak sia-sia dia membelikan banyak makanan dan membawa ginseng merah berkualitas dari Punggi.

"Hari ini banyak sekali surat yang masuk. Semuanya membawa kesan mendalam. Aku sangat yakin, surat-surat itu ditulis dengan hati yang tulus. Aku benar-benar tersentuh." Chaeyeon memberi jeda sejenak. Jemarinya membuka lembar terakhir naskah sebelum mengucapkan baris kalimat selanjutnya.

"Suasana musim gugur sore ini sedikit sendu. Udaranya semakin dingin. Kuharap para pendengar di luar sana merasa hangat dan menikmati waktu istirahat dengan surat-surat yang telah kubaca. Sampai jumpa lagi di program Love Letter : 4 PM's Confession besok. Saya Jung Chaeyeon, dan inilah persembahan terakhir, Through the Night dari IU."

Tidak seperti biasanya, usai siaran Jung Chaeyeon langsung disuguhi senyuman lebar oleh Nam Jin Hyuk yang baru saja melepas headphone di kepala. Bahu kecil itu dirangkul secara berlebihan. Chaeyeon hanya memasang ekspresi tak nyaman sebelum melepaskan diri dari pria tersebut.

"Jung Chaeyeon, beginilah seharusnya kau bekerja." Jin Hyuk tertawa senang. Chaeyeon langsung paham mengapa pria di dekatnya ini tidak memelototkan mata seperti sebelum-sebelumnya. Tentu saja. Memangnya apa lagi kalau bukan karena kinerja yang sesuai harapan. "Hari ini kau cukup baik. Pertahankan itu," lanjutnya.

Chaeyeon tersenyum canggung. Pujian Jin Hyuk yang semacam ini malah membuatnya tak nyaman. Apalagi muka Kang Eunbi terlihat tidak enak dipandang. Kecut. Sepertinya dia tetap akan begitu meski Chaeyeon melakukan pekerjaan dengan baik.

"Terima kasih, Jin Hyuk sunbae. Aku akan berusaha lebih keras," balas Chaeyeon. Ia membungkuk penuh penghargaan. Pria itu hanya mengangguk-angguk, lalu memberi tepukan sekali lagi di punggung. Tawa yang tadi masih tersisa.

"Oh, iya. Akhir pekan nanti Direktur YBS mengundang kita untuk acara ulang tahunnya. Jangan sampai ada yang tidak hadir. Mengerti?" Jin Hyuk memberi pengumuman saat semua orang hendak enyah dari ruangan itu. Telunjuknya bergerak, menunjuk satu per satu anggota timnya.

"Ne, PD-nim!"

Chaeyeon mengenakan mantel sebatas lutut sambil menyandangkan tas selempang sebelum keluar gedung YBS. Udara penghujung musim panas telah sepenuhnya lenyap. Yang ada hanyalah semilir angin kering permulaan musim gugur yang membawa gigil di kulit.

Yoon Min Ji, teman semasa SMA Chaeyeon, tiba-tiba muncul dengan setumpuk kertas di gendongan. Langkahnya buru-buru dan terlihat kepayahan. Chaeyeon spontan mendekat, membantu memungut selembar kertas penuh coret-coretan tinta merah yang tak sengaja jatuh, lalu menumpuknya lagi di tempat semula.

"Chaeyeon-ah, kau pulang lebih awal hari ini?" tanyanya. Kacamata berminus entah berapa-yang Chaeyeon yakini pasti lebih parah dari dugaannya-menghiasi mata lelah gadis itu. Kucir di rambut sudah lumayan kendur. Penampilan Min Ji sudah seperti mahasiswa yang duduk di semester akhir dan sibuk mengerjakan skripsi.

Chaeyeon menarik sudut bibir prihatin sekaligus senang. "Tidak ada yang menggangguku hari ini," ujarnya lugas. Min Ji sudah paham siapa yang Chaeyeon maksud.

"Ah, beruntung sekali kau. Aku masih harus merevisi tulisanku sampai rasanya mau gila." Wanita bertubuh mungil itu menunjukkan raut muka letih. Chaeyeon tentu tahu bagaimana sengsaranya menjadi asisten penulis di bawah perintah orang-orang sejenis Kang Eunbi. Pasti sangat melelahkan sekaligus menyebalkan. Dia sendiri pernah menjadi asisten penulis selama beberapa bulan di perusahaan lain sebelum menjadi penyiar di bawah program Love Letter : 4 PM's Confession-segmen khusus untuk membacakan surat-surat dari pendengar kepada seseorang secara anonim. Mereka bebas menyatakan apa saja. Dan jujur saja, acara seperti ini banyak diminati. Namun, karena insiden waktu itu, jumlah pendengar sedikit turun.

"Semangat, Min Ji-ya. Aku tahu penderitaanmu." Cuma itu yang bisa Chaeyeon katakan. Lagipula, dia sudah cukup banyak menderita. Baru hari ini dia merasakan bekerja yang sesungguhnya. Kerja yang benar-benar nyata. Bukan cuma membeli makan siang. Bila boleh, Chaeyeon ingin berdoa agar Baekchan, si senior menyebalkan itu tidak berada di tempat ini lagi. Sungguh bayangan yang menyenangkan. Sayangnya, itu hanya bayangan.

"Aku anggap itu sebagai kutukan." Min Ji berkata lesu. Semangatnya sudah hilang. Warna hitam yang menggantung di bawah mata sudah bisa memperlihatkan segalanya.

Min Ji segera memeriksa ponsel saat sebuah dering terdengar. Wanita itu mendesah pelan.

"Astaga, aku sudah disuruh kembali. Kalau begitu aku harus pergi. Kapan-kapan ayo kita minum bersama."

Meski merasa agak kasihan, tapi Chaeyeon tak bisa melakukan apa-apa untuk membantu. Dan, ayolah, minum bersama terdengar menyenangkan. Kepala Chaeyeon langsung mengangguk menyetujui.

"Baiklah."

•ㅅ•

"Uh, seharusnya aku membawa mantel yang lebih tebal." Chaeyeon bergumam seraya mengeratkan mantel. Desis untuk menghalau dingin meluncur dari mulut berkali-kali. Kedua telapaknya saling menyatu, lalu digosok beberapa kali, sebelum dimasukkan saku.

Pijakannya dibawa lebih dekat demi menggapai toko di depan sana. Warna-warni bunga yang semarak berhasil mematahkan udara dingin yang merambat. Seketika senyum di bibir dibiarkan mengembang. Ada beberapa kemungkinan yang bisa disimpulkan: Kim Mingyu dengan celemek dan badan tinggi tegap, atau bak-bak berisi bunga segar yang biasa dia ambil gambarnya.

"Cantiknya." Chaeyeon mendekati satu bak besar bunga mawar putih. Tubuhnya direndahkan, sementara netranya sempat memejam sambil menghidu aroma harum yang menguar dari sana. "Haruskah aku membeli beberapa tangkai?" katanya. Kamera ponsel di genggaman berhasil mengambil beberapa gambar bagus.

"Oh? Kafenya sudah buka. Haruskah aku mampir sebentar sambil melihat Kim Mingyu-ssi?" Chaeyeon melongok pada kafe mungil yang lampunya telah menyala. Ada gurat senang di wajah ketika nama Kim Mingyu disebutkan. Laki-laki itu lumayan menyenangkan dijadikan teman mengobrol, meski kadang kata-katanya agak menyebalkan.

Sementara itu, Kim Mingyu yang sejak tadi asyik mengamati segala tingkah polah Chaeyeon dari dalam kini mulai mengulum senyum diam-diam. Hampir setiap hari-saat pagi maupun petang-dia sering melihat gadis itu mendekam di sana. Entah hanya iseng mampir atau sekadar mengambil beberapa gambar bunga.

"Apa yang kau lakukan di sana?" Mingyu sengaja melempar pertanyaan itu demi melihat bagaimana reaksi Jung Chaeyeon yang masih sibuk memotret. Kepalanya menyembul keluar, sedang sebelah tangan menahan pintu kaca supaya tetap terbuka.

"Ah, Mingyu-ssi." Chaeyeon refleks berdiri sambil membenarkan poni yang sedikit berantakan. "Aku berniat mampir untuk membeli bunga atau, hm ... mungkin menikmati secangkir teh kamomil."

"Benarkah? Kalau begitu silakan masuk."

Chaeyeon buru-buru mengikuti Mingyu yang lebih dulu masuk. Suhu semakin rendah, dan dia butuh tempat singgah hangat meski itu cuma mengobrol singkat.

"Hari ini sepertinya tidak banyak pengunjung yang datang." Chaeyeon memulai percakapan. Pandangannya dibawa menyusuri setiap sudut toko yang tampak selalu menarik dan menyenangkan baginya.

"Hm, begitulah." Mingyu membalas acuh tak acuh. Dia sudah kembali di balik meja usai menggeret sebuah kursi untuk Chaeyeon. Gadis itu duduk dengan mata masih mengedar, mengagumi setiap hal yang dipajang di tempat ini.

"Omong-omong, apa yang kau lakukan?"

"Menurutmu sedang apa?" Mingyu tak mengalihkan pandangan. Tangannya terampil menyiapkan cangkir-cangkir, sebelum menuangkan sesuatu di sana.

"Menyeduh teh?"

"Aku tidak perlu mengatakannya dua kali, bukan?"

"Bukannya kafe kecil itu sudah buka?" Chaeyeon menengok tempat yang hanya dipisahkan dengan pintu dan tangga dengan muka heran.

"Belum sepenuhnya. Tadi sempat buka sebentar," balas Mingyu sekenanya.

"Sekarang masih buka?"

"Seperti yang kau lihat."

Chaeyeon menelengkan kepala tak yakin. Tanda bila ada perbaikan sudah dilepas, tetapi tidak terlihat ada aktivitas yang berarti di sana. Lampu masih menyala dan sepertinya baru saja digunakan, tetapi karena kursi-kursi dinaikkan, Chaeyeon tidak bisa menyimpulkan apa pun.

"Sudah tutup, ya?" Pertanyaan semacam itu akhirnya meluncur.

"Iya, dan aku harus melayani satu pelanggan sepertimu." Mingyu berbalik, membawa dua cangkir teh yang asapnya mengepul. Satu disodorkan di depan Chaeyeon, satunya lagi sudah disesap singkat. Terdengar decak kecil tersisip saat gadis itu mulai menyentuh cangkir tehnya.

"Seharusnya kau berterima kasih ada yang menemanimu mengobrol," tutur Chaeyeon. Aroma teh kamomil yang disiapkan Kim Mingyu berhasil membuat pikirannya lebih tenang.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya Mingyu tiba-tiba.

"Melakukan apa?"

"Memotret."

Ingatan Chaeyeon berusaha ditarik di beberapa kesempatan. Berusaha memilah momen yang mana yang tengah ditanyakan oleh laki-laki tinggi bersuara menyenangkan tersebut. Entah sejak kapan juga dia suka mendengar Mingyu bicara.

"Maksudmu orang-orang menyebalkan waktu itu?"

Anggukan Mingyu sudah cukup menjawab pertanyaan barusan. Laki-laki itu beringsut menempatkan diri senyaman mungkin demi mendengar penjelasan Chaeyeon.

"Aku hanya memotret bunga. Mana kutahu kalau orang itu ada di sana," balas Chaeyeon jujur. Tentu saja. Dia memang sering melakukan itu. Bahkan baru saja dia juga melakukannya, bukan?

"Oh, dan benar! Aku beberapa waktu lalu melihat dia di berita. Katanya ada insiden penembakan di apartemennya yang membuat dia tewas. Benar, orang seperti dia memang pantas mendapatkan hal itu." Chaeyeon masih melanjutkan dengan semangat. Di akhir kalimat, nada bicaranya berubah jengkel. Mungkin karena sempat ditodong dengan pistol oleh dua pengawalnya.

"Oh, benarkah?" Mingyu menyatukan dua tangannya ke depan, berusaha mengumpulkan semua atensi untuk gadis Jung tersebut.

"Memangnya kau tidak pernah lihat berita?"

Mingyu hanya mengangkat bahu. Lalu sebelum Chaeyeon bertanya-tanya lebih jauh, dia mengangkat cangkir teh, menyesap isinya sedikit. Teh kamomil bukan kesenangannya, tapi akhirnya dia tetap membuat untuk diri sendiri.

Obrolan segera berbelok ketika musik yang diputar di toko itu berhasil membuat dendang kecil keluar dari mulut Chaeyeon. Telunjuk gadis itu mengetuk meja kaca yang di bawahnya terpajang kelopak bunga dan akar-akar kering.

"Wah, kau memutar lagu bagus. Aku suka sekali lagu-lagu Kim Taeyeon. Suaranya benar-benar tipeku. Selain cantik, dia juga ramah. Temanku pernah menghadiri fansign­-nya satu kali dan mengatakan kalau dia benar-benar seperti boneka yang menggemaskan. Fine dan 11:11 adalah lagunya yang paling sering kuputar. Aku harap, aku bisa bertemu dengannya suatu saat nanti. Hm, atau dia kuundang saja jadi bintang tamu di acara radio. Ah, pasti menyenangkan." Chaeyeon berceloteh sendiri panjang lebar. Mingyu cuma memperhatikan dengan air muka yang sulit diartikan-seperti mengulas senyum, tapi tak seutuhnya bisa disebut begitu.

"Kau pasti punya banyak tenaga untuk bicara, Jung Chaeyeon-ssi." Mingyu menceletuk. Teh yang mulai dingin disesap lagi demi menghindari pelototan gadis itu yang kini menghujaninya.

"Hei, apa maksudmu?"

Mingyu tertawa renyah, kemudian menggeleng. Dia mengambil setangkai mawar putih, lalu diserahkan kepada gadis di depannya.

"Ini."

"Kenapa kau memberiku ini?" Ragu-ragu Chaeyeon menerima bunga yang dibalut pita manis tersebut.

"Karena cantik."

"Benar, 'kan? Kau juga setuju kalau mawar putih itu benar-benar cantik?"

Mingyu menggeleng. "Bukan. Maksudku kau."

"Mwo?"

Lonceng berbunyi. Obrolan terpaksa terjeda. Keduanya segera menoleh.

"Ya, Kim Mingyu. Kita bertemu lagi."

•ㅅ•

edited : kali ini aku nyulik tokohnya kak KiM__Latte sebagai cameo (lagi), yaitu Taeyeon yang merupakan penyanyi besutan KiM Entertainment. jangan lupa mampir, ya!

2021년 9월 18일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro