Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#4

Mingyu membuka bak sampah besar di sudut bangunan bekas apartemen. Tempat ini sudah lama tak terpakai. Terbengkalai begitu saja setelah kebakaran hebat yang menewaskan seorang ibu dan anak. Remah-remah reruntuhan berserak, menyebar di bagian pinggir. Dindingnya terdapat coret-coretan mural yang digambar tanpa keterampilan mumpuni. Tanaman sulur merambat, menutupi jendela kusam retak yang penuh debu dan sarang laba-laba. Topi hitam polos yang dia kenakan agak diturunkan sambil sesekali melirik ke sekeliling. Sneakers yang melekat di kaki bergerak cepat dan senyap.

Tas gitar kecokelatan ditarik keluar. Satu-dua daun kering luruh ketika Mingyu meniup permukaan benda itu pelan. Mencari sudut yang tepat, dia bergerak membuka tas tersebut. Sebuah senapan laras panjang dengan peluru berkaliber 7,62 milimeter tersuguh di depan mata. Tatapannya kembali meliar. Jam di tangan dilirik sekilas. Tanpa basa-basi, kaki-kaki panjangnya bergerak meninggalkan tempat tersebut usai membereskan barang-barang.

Tujuannya kali ini adalah sebuah apartemen mewah di lantai sepuluh tempat 'tamu penting' tadi sore singgah dan menikmati sekian persen kekayaan dari dana gelap pembangunan jembatan yang mangkrak bertahun-tahun. Wonwoo sudah memberi informasi terkini, sehingga Mingyu telah menyiapkan segalanya secara hati-hati. Targetnya tidak pernah mudah. Setidaknya dua penjaga tadi cukup memberi dirinya keyakinan bahwa di balik bantal atau lemari atau kasur atau entahlah, terdapat seperangkat pistol dan peluru yang siap digunakan untuk merobek kulitnya bila tak cermat.

Wonwoo sengaja memesan sebuah kamar di motel kecil dan tua yang letaknya tepat berseberangan dengan apartemen Wakil Direktur J&S Group. Mingyu sudah menjejak di sana. Tampilannya telah diubah seperti musisi jalan yang datang dari jauh dan butuh tempat menginap murah. Tas gitar yang tersandang di bahu bukan hal yang patut dicurigai dengan penampilan seperti itu: kemeja berlapis jaket, kacamata berbingkai kotak, celana jins terkini, dan wajah menawan yang polos seperti pelajar beranjak dewasa yang telah legal minum alkohol. Hampir tidak ada celah agar penampilannya bisa dicurigai.

Tangan Mingyu bergerak cekatan merangkai senapan yang dia bawa di balik tas gitar. Tidak ada kamera CCTV di ruangan ini. Wonwoo sudah memastikan, pun dia sendiri melakukan hal yang sama. Posisinya diatur sedemikian rupa agar bisa membidik target dengan tepat.

Pukul sebelas lewat. Mingyu sudah lebih dari siap untuk melancarkan aksi. Sebelah tangannya menarik kokang. Targetnya tengah bersenang-senang dengan seorang wanita muda berpenampilan seksi—bila ditilik lebih lekat kira-kira seumuran dengannya. Masing-masing dari mereka memegang segelas wine. Gaun malam hampir tembus pandang itu membuat dengkusan di bibir Mingyu lolos. Mereka sepertinya tengah dimabuk asmara, tak bakal menyangka bahwa kesenangan itu akan lenyap dalam beberapa detik terhitung dari sekarang.

Tatapan Mingyu dipertajam. Ia masih mencari waktu tepat untuk melesatkan butir timah ini di kepala pria rakus dan sombong tersebut. Fokusnya terus diasah. Saat merasa sudah cukup, jemarinya siap menarik pelatuk.

Satu.

Dua.

Tiga.

Mingyu berhasil melesatkan satu peluru. Keributan menjelang tengah malam terjadi. Pria angkuh yang berharap bisa membungkam 'tikus kecil' sore tadi langsung tumbang. Tubuhnya limbung, luruh ke lantai. Wanita yang sebelumnya diajak bercumbu terlihat menjerit dengan raut terkejut. Gelas wine ikut terburai, membentuk kepingan kecil beserta genangan wine yang menyatu dengan darah yang mengalir dari kepala. Suasana berubah gaduh hanya dalam waktu sepuluh detik. Penjaga kekar yang wajahnya tak asing ikut menghambur ke dalam. Pistol teracung ke sana kemari, bersiap melayangkan timah panas kepada siapa pun yang berani menewaskan sang atasan.

Seringai kecil di sudut bibir tersungging.

"Jangan lupa transfer uangnya, Jeon."

•ㅅ•

"Kau sudah gila?"

Jung Chaeyeon kali ini hanya bisa menunduk. Jari-jemarinya saling bertaut, memainkan ujung kartu identitas karyawan tanpa berani mengatakan apa pun. Meski dalam hati dongkol sekali, dia tetap memilih diam. Memangnya kalau menjawab keadaan bakal berubah? Tentu tidak.

"Sepertinya kau lupa membawa serta otakmu saat berangkat bekerja tadi." Nam Jin Hyuk menjatuhkan tubuh di sebuah kursi. Pangkal hidung dipijit entah sudah ke berapa kalinya. Kepalanya pening tak keruan. "Apa? Dasar bedebah, katamu?" lanjutnya. "Bagaimana bisa kau mengatakan itu pada penelepon yang meminta saran darimu?"

Chaeyeon mengangkat wajah. Dari rautnya terlihat tak terima dengan kalimat terakhir yang dilontarkan oleh pria tersebut. Mulutnya sudah siap melempar pembelaan, tetapi tak sempat. Pria itu menggebrak meja keras-keras, membuat keberanian Chaeyeon sedikit redup.

"Kau gila, huh?" Jin Hyuk meninggikan suara satu oktaf. Lembar-lembar berisi naskah siaran dilempar begitu saja, mengenai muka Chaeyeon sebelum berhamburan di lantai.

"Itu bukan sepenuhnya salahku. Aku—"

"Ya, kau berani bicara, huh? Kau berani bicara setelah kau membuat keributan semacam ini? Kau pikir kau siapa?" Mata Jin Hyuk bisa lepas saking geramnya. Pria itu memelotot, menunjuk-nunjuk wajah Chaeyeon yang kelopak matanya mulai digenangi gumpalan air. Di depan semua tim yang berada dalam satu program, gadis itu merasa dikuliti, dijadikan bahan tontonan sambil dipermalukan.

"Dia yang mengataiku jalang terlebih dulu," tegas Chaeyeon. Meski suaranya gemetaran, dia tetap berusaha bicara. "Apa sunbae pikir aku tidak terluka dengan kata-katanya? Penelepon itu sedang mabuk. Pendengar yang lain bisa saja memaklumi mengapa aku sampai tak sengaja mengeluarkan kata-kata seperti itu."

"Tetap saja. Mana boleh kau berkata begitu saat siaran berlangsung? Kau ingin program radio kita dibubarkan gara-gara ucapanmu yang tak bertanggung jawab?"

Hening. Chaeyeon tak lagi berniat melontarkan pembelaan. Dia lebih memilih membungkukkan tubuh untuk mengakhiri suasana tak mengenakan seperti ini. Semua orang yang menyimak percakapan mereka juga tidak banyak menunjukkan reaksi. Mereka hanya menatap dengan bermacam-macam ekspresi tanpa berniat ikut campur. Daripada merasa kasihan dan berusaha memahami, kebanyakan dari mereka malah melontarkan raut tak senang seakan semua kesalahan patut dilimpahkan padanya tanpa terkecuali.

"Untuk sementara, biar Kang Eunbi yang mengambil alih pekerjaanmu. Kau boleh bersenang-senang dan menyumpahi orang sampai mulutmu berbusa." Jin Hyuk mengakhiri percakapan mereka. Dia bangkit setelah melempar pena yang semula tergenggam di tangan. Satu per satu orang di ruangan itu juga mengikuti jejaknya keluar. Hanya Chaeyeon yang tersisa di sana. Genangan di pelupuk semakin bertumpuk-tumpuk.

"Tidak, aku tidak boleh begini." Chaeyeon berkata pelan sementara punggung tangannya berusaha menyeka air yang kini berhasil mengalir tipis di pipi. Napasnya terasa sesak tanpa sebab. Dipermalukan di depan cukup banyak orang selalu menjadi hal paling menyebalkan.

"Chaeyeon-ah, tolong tahan sebentar saja. Semua akan baik-baik saja selama kau sudah mengusahakan yang terbaik."

Senyum optimis segera terbit, meski hati terdalamnya masih merasa tak terima. Dia memang membenci hari ini. Namun dia tak bisa menyalahkan apa yang telah terjadi.

"Kim Mingyu sialan. Aku harus mengambil ponselku kembali."

•ㅅ•

2021년 9월 1일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro