#32
"Apa dia biasanya seperti itu?"
Mingyu mendongak ketika merasa lengannya disikut pelan oleh Hoshi. Pria berambut blonde yang kadang-kadang terlalu berisik dan cerewet itu sibuk melepas mantel merah hati yang semula membungkus tubuh, untuk kemudian diletakkan di sebuah loker khusus karyawan. Dengan cepat celemek hitam polos melapisi kemeja berlengan pendek yang dia kenakan. Menyisakan topi model baret di kepala, yang belakangan ini agak dia gandrungi karena wajahnya terlihat lebih bisa diterima dan lebih menawan. Suatu saat, Mingyu mendengar pria itu mengoceh mengenai model pakaian trendi yang tengah jadi perhatian majalah-majalah fesyen.
Mingyu mengikuti pandangan Hoshi menuju luar pintu kaca yang sebagian besar—di kanan-kirinya—tertutup keranjang-keranjang bunga. Jung Chaeyeon ada di sana. Menunduk, menciumi bunga, memotret, lalu mengintip ke dalam toko dengan kedua tangan ditaruh di atas alis.
Bahu Mingyu diangkat tak acuh. "Tidak tahu." Lalu pekerjaan yang sempat tertunda segera ditekuri kembali. Lagi pula, dia penasaran mengapa Hoshi justru berangkat lebih awal dan merecokinya seperti ini. Padahal shift sore bahkan belum benar-benar dimulai.
"Bukannya kau dekat dengannya?"
"Tidak."
Hoshi atau yang memiliki nama asli Kwon Soon Young itu mencebikkan bibir. Kadang-kadang kalau sedang bosan, Mingyu akan memanggilnya dengan nama Soon Young. Akan tetapi, laki-laki itu sepertinya lebih senang dipanggil Hoshi. Nama itu adalah nama panggung saat dia masih mengikuti trainee di sebuah agensi ternama beberapa tahun silam. Namun karena tak kunjung mendapat titik terang dan entah kapan lagi bisa debut, dia memilih menyerah dan keluar menjadi peserta pelatihan. Pun sekarang usianya tidak memungkinkan untuk bisa menjadi idol. Jadi ... yah, lupakan.
"Mwoya. Kau sedang merajuk atau bagaimana? Wajahmu tidak enak dipandang sejak tadi." Dan ingatkan bahwa dia baru saja datang tak kurang dari lima menit yang lalu.
Mingyu merotasikan bola mata. "Lalu aku harus bagaimana? Tersenyum sepanjang waktu?"
Kini sudut bibir Mingyu ditarik secara berlebihan. Bukannya terlihat menawan, senyuman palsu itu justru mengerikan. Hoshi cuma menunjukkan cengiran.
"Tentu saja. Kita harus melayani pelanggan. Tentu harus tersenyum sepanjang waktu," celetuknya.
Muka Mingyu berubah datar, kembali seperti semula. Cenderung keras dan seperti tidak ingin diganggu gugat. Atau mungkin lebih terlihat jangan-ganggu-aku atau candaanmu-sungguh-tidak-lucu.
Tak mempedulikan Hoshi, dia melanjutkan mengerjakan buket setengah rampung yang dirangkai di keranjang. Tidak ada waktu untuk menanggapi ocehan pria tersebut. Pesanan itu harus sudah selesai dan diantar sebelum pukul enam sore.
"Oh, baiklah. Kau tidak harus tersenyum sepanjang waktu," putus Hoshi, kemudian berdeham. Atensinya diarahkan sepenuhnya pada Jung Chaeyeon yang telah berhenti memotret dan kini bergerak menarik pintu. Suara bel terdengar setelahnya.
"Chaeyeon-ssi!"
Hoshi menyapa dengan muka cerah. Tangannya diacungkan tinggi-tinggi. Yang disapa segera menyambut dengan segaris senyum. Seberapa kali pun dilihat, bagi Hoshi, Jung Chaeyeon tetap seperti wanita yang sesuai dengan tipe idealnya. Namun sayang—setelah dia melirik ke samping, ke arah Kim Mingyu—dia tidak mungkin menerobos pagar yang sedari awal memang bukan berada pada jalurnya.
"Oh, annyeonghaseyo." Chaeyeon balas menyapa sambil membungkuk sedikit, diikuti Hoshi yang ikut merendahkan punggung.
"Kau kemari ingin bertemu Kim Mingyu?" Pertanyaan yang kurang perlu dan sejujurnya tidak penting, tapi tetap saja ditanyakan. Hoshi hanya ingin berbasa-basi, atau lebih tepatnya sedikit ingin tahu soal hubungan mereka. Dia berpikir, ini adalah salah satu jalan mulus yang lebih manusiawi, dan yang paling penting, mudah diterima ketimbang langsung bertanya, "Apa kau berkencan dengan Kim Mingyu?"
Nah. Bisa-bisa dia kena tamparan atau setidak-tidaknya mendapat tendangan di bokong sampai terpental.
"Hm ... iya, begitulah." Seperti biasa, Chaeyeon masih sungkan mengakrabkan diri dengan Hoshi yang kelewat banyak bicara. Tapi dia tahu, pria itu baik dan hanya ingin bersikap seperti selayaknya citra yang menempel pada dirinya.
"Kenapa tidak membalas pesanku?" Pertanyaan Chaeyeon beralih pada Kim Mingyu yang sedari tadi—entah sadar atau tidak kalau dirinya datang—sibuk memotong tangkai bunga dalam diam. Pria Kim yang senyuman manis ditambah gingsulnya menjadi daftar baru bagi sesuatu yang membuat candu tersebut bahkan tak menengok.
Mingyu cuma diam dan Hoshi memperhatikan keduanya dengan binar aneh. Bibirnya menampilkan sedikit senyum, sedangkan tatapannya seperti hendak menyaksikan hal seru dan menarik. Jadi—oh, ya ampun, ini jelas bakal seru.
"Ah, dia tadi harus mengisi daya. Benar, 'kan?" Hoshi menimpali usai menilik Mingyu yang bahkan tidak berniat memberi balasan. Dan, oh, sepertinya ini tidak jadi menarik kalau sampai ada yang menangis di sini—ya, tentu saja Jung Chaeyeon. Dia tidak suka melihat seseorang diabaikan atau merasa terabaikan. Walaupun dia tadinya berharap bisa melihat adegan yang biasanya ada di drama-drama.
"Lukamu bagaimana? Sudah benar-benar sembuh?" Chaeyeon kembali bertanya dan tidak terlalu mengindahkan balasan Hoshi. Dia cuma ingin dengar laki-laki Kim itu bicara.
"Yah, Chaeyeon-ssi bisa lihat sendiri. Kalau belum sembuh, dia tak akan di sini." Lagi-lagi, Hoshi yang membalas sambil tertawa kaku demi memecah suasana tak nyaman yang mulai merambat. Dia seharusnya berangkat terlambat seperti biasanya.
"Kim Mingyu-ssi, kenapa tidak menjawabku?"
Chaeyeon bergeser, mencoba berdiri tepat di depan Mingyu yang hanya dihalangi sebuah meja. Berharap dengan begitu pria Kim tersebut mau melihat kehadirannya. Namun, Mingyu tetap tak meliriknya sama sekali. Dia jadi geram sendiri.
"Um ... Chaeyeon-ssi, dia akan membalas kalau sudah selesai menyelesaikan buket ini." Hoshi menyikut lengan Mingyu supaya rekan kerjanya itu mau mengucapkan setidaknya sepatah kata sebagai respons. Ini bukan situasi yang dia mau, atau bahkan orang lain sekalipun. "Hei, benar, bukan?" Dia berpaling menatap Mingyu, mengedipkan mata sebagai isyarat agar lelaki itu mengiakan. Dan tebak saja bagaimana reaksi yang didapat.
"Aku akan membuang sampah, setelah itu pulang," ujar Mingyu. Suaranya rendah dan terdengar tegas. "Soon Young-ah," imbuhnya.
Hoshi memilih diam, tidak berniat menimpali lagi. Mendengar namanya sendiri disebut dengan intonasi seperti itu betul-betul membikin merinding. Tubuhnya otomatis bergeser mundur ketika Mingyu hendak lewat, lalu menyahut tong sampah dan keluar—masih tanpa menoleh sedikit pun pada Jung Chaeyeon yang pelupuknya makin digenangi air tipis-tipis.
"Suasana hatinya sedang tidak bagus." Hoshi mencoba menjelaskan meski tahu bahwa itu tidak dibutuhkan. Terlebih, dia tak tega melihat mata yang berkaca-kaca milik perempuan tersebut. "Chaeyeon-ssi, kuharap kau bisa memakluminya," katanya lagi, kali ini sambil mengusap dada yang rasanya masih ada sisa degup ngeri gara-gara Kim Mingyu.
Chaeyeon menoleh, tersenyum sedikit, lalu mengangguk lemah. "Tidak apa-apa." Namun tentu Hoshi tahu, senyuman itu bukan senyum yang sebenarnya.
Mingyu kembali masuk sambil menenteng tong sampah yang telah kosong, lalu menaruhnya di tempat semula. Celemek yang membalut dilepas dengan cepat. Dia mengambil tas di loker dan mantel yang segera dipakai tanpa bicara. Hoshi cuma diam, memperhatikan. Pun Chaeyeon yang sepertinya memang sengaja menunggu hingga selesai.
"Bunga yang tadi tinggal diantar. Sudah kutulis alamatnya dengan lengkap. Kalau begitu aku permisi. Selamat bekerja."
Usai berkata demikian, tubuh Mingyu memelesat begitu saja mendekati pintu, lalu benam di antara lalu-lalang pejalan kaki yang juga baru pulang bekerja. Hoshi bahkan tak diberi kesempatan untuk sekadar berkata 'iya'. Chaeyeon ikut menyusul, berlari dengan tergesa tanpa mengucapkan sesuatu pada Hoshi. Pria itu cuma bisa mengembuskan napas sambil berdecak.
"Mereka tidak sedang pacaran atau apa pun itu, 'kan? Kenapa justru aku yang pusing."
•ㅅ•
"Mingyu-ssi!"
Sambil menenteng tas dan berlari dengan sepatu berhak rendah, Chaeyeon berusaha menjangkau Kim Mingyu yang tubuh tinggi menjulangnya tetap terlihat meski berada di tengah kerumunan.
"Mingyu-ssi, tunggu sebentar!" Chaeyeon masih berseru, menyelip di antara pejalan kaki di sore hari yang sibuk. Orang-orang yang dia lewati refleks menengok, memberi tatapan dengan berbagai ekspresi.
Chaeyeon berusaha meraih lengan Mingyu ketika jarak mereka sudah dekat. Untungnya tempat mereka berhenti sekarang tidak sesesak tadi. Ada sisa ruang lebar yang memungkinkan mereka bercakap tanpa harus menjadi bahan tontonan.
"Mingyu-ssi, kau menghindariku? Waeyo?" Pertanyaan itu langsung meluncur begitu saja dengan Chaeyeon yang masih menahan genggamannya pada lengan Mingyu.
"Tidak."
"Kau menghindariku," tandas Chaeyeon. Genggamannya makin erat ketika Mingyu hendak melangkah lagi.
"Turunkan tanganmu. Aku harus pulang."
"Tidak, kita harus bicara."
"Naega wae?"
Untuk pertama kalinya setelah diabaikan berkali-kali, Mingyu menatap Jung Chaeyeon lekat-lekat. Ada kilat tak biasa yang terpancar. Kilat kemarahan yang tak tahu apa sebabnya dan dari mana asalnya. Bahkan Mingyu berbicara informal dengan gadis Jung tersebut—yang sejujurnya membuat Chaeyeon sedikit tak mengenali siapa sejatinya orang yang berdiri di depannya sekarang.
"Karena aku butuh penjelasan." Suara Chaeyeon bergetar lagi. Tak kuasa membalas tatapan Mingyu yang menusuk dan terlampau kasar. Jujur saja, baru kali ini dia melihat sisi Kim Mingyu yang lain, yang lebih mengerikan dari biasanya.
"Tidak ada yang perlu kujelaskan," tegas Mingyu.
"Aku hanya perlu kau menjelaskan soal sikapmu padaku. Kenapa kau mengabaikanku?" Meski begitu, Chaeyeon berusaha menahan diri. Dia butuh jawaban, dan hanya sekarang waktunya atau kesempatan seperti ini akan hilang.
"Aku tidak mengabaikanmu. Jadi, lepaskan."
Mingyu menurunkan cengkeraman Chaeyeon dari lengannya secara paksa, kemudian tanpa berkata-kata lagi, dia pergi begitu saja. Pelupuk mata Chaeyeon kini sudah benar-benar penuh. Air di sana merebak cepat melebihi perkiraan.
"Apa karena aku tidak datang waktu itu? Iya?" Chaeyeon sudah tidak peduli bila suaranya sekarang terdengar sumbang. Bibirnya gemetaran. Kedua tangan terkepal di samping celana.
Langkah Mingyu memelan, lalu berhenti. Angin musim gugur sore ini membawa daun-daun kering rontok dari dahan-dahan yang berjajar di sepanjang trotoar.
"Jadi benar?" Sekarang, isak kecil tertahan mulai meletus dari mulut Chaeyeon. "Kenapa? Kenapa kau bersikap begini kalau aku tidak datang? Bukankah sudah ada Yerin-ssi yang menemanimu? Jadi untuk apa aku datang lagi, huh?"
Mingyu tidak membalas dan memilih berjalan lagi setelah memutuskan agar tidak mengatakan apa pun. Kalau boleh jujur, dia lumayan berengsek sore ini. Mungkin juga untuk hari ini, esok, dan hari-hari setelahnya.
"Kau benar-benar keterlaluan." Chaeyeon kembali berujar. Suaranya nyaris ditelan angin sore yang menerbangkan debu dan dedaunan kecil.
Baru ketika Chaeyeon berkata begitu, langkah Mingyu berhenti. Kedua tangannya mengepal perlahan, tetapi badannya tidak berbalik. Telinganya dipasang untuk mendengar gadis Jung itu menyelesaikan kalimatnya. Lagi pula, dia sendiri tidak tahu mengapa memutuskan menjadi laki-laki pengecut seperti ini. Bila dia mau jujur akan perasaannya, mungkin segalanya tak akan menjadi rumit. Tapi, oh ayolah, dia sedikit tidak suka mengetahui kenyataan bahwa Jung Chaeyeon lebih memilih mengunjungi penyanyi muda itu.
"Aku tidak tahu apa kesalahanku, dan kau tiba-tiba menghindariku seperti ini. Bukankah itu tidak adil? Setidaknya jelaskan sesuatu padaku."
Chaeyeon kembali bicara dari tempatnya. Jaraknya dengan Mingyu saat ini tak lebih dari lima meter. Beruntung, petang samar-samar menggilas beberapa orang yang tadinya berlalu-lalang. Satu-dua masih ada yang lewat, tapi sepertinya mereka tidak peduli dengan keberadaan Chaeyeon maupun Mingyu di sana.
"Lupakan. Kau tidak harus memikirkannya sampai sejauh ini. Mengerti?" Mingyu memutar tubuh. Tatapannya masih sekeras tadi. Namun bila diteliti lagi, ada lapisan bening samar-samar yang membuat matanya terasa lebih lembap dari sebelumnya. Dan dari jarak pandang Chaeyeon, gadis itu tidak mungkin bisa melihatnya dengan jelas.
"Mwo?"
Chaeyeon tak habis pikir dengan ucapan Mingyu. Mengapa laki-laki itu menyebalkan sekali hari ini?
Mingyu berjalan mendekat, mengikis jarak yang terlampau jauh untuk membicarakan hal semacam ini. Dari ruang sela yang lebih dekat, dia bisa melihat lelehan air mata yang jatuh satu-satu dari kedua pipi Chaeyeon.
"Geureonikka." Mingyu memulai. "Kenapa kau harus terlihat murahan seperti itu? Sepertinya kau tipe wanita yang mudah menempel dan berkencan dengan banyak pria, atau siapa pun itu. Kau pasti senang karena bisa dekat dengan penyanyi itu, bukan?"
Ada nada mencemooh yang tersemat dari caranya memandang Jung Chaeyeon saat ini. Dia hanya tidak tahu kalau tatapan yang seperti itu berhasil membuat Chaeyeon tersakiti. Dada perempuan itu seperti baru saja dirobek dan disiram dengan sekantong besar garam.
"Mworago?"
Genangan di pelupuk bertambah lebih banyak. Namun Mingyu sama sekali tidak terpengaruh atau setidak-tidaknya merasa bersalah. Chaeyeon tidak melihat itu di manik gelap milik Kim Mingyu.
"Kau bahkan tak sungkan mencium pria sembarangan. Lagi pula, kau memang sudah terbiasa untuk itu. Kau—"
"YA! Perhatikan kata-katamu, Kim Mingyu-ssi!"
Chaeyeon menjerit. Suaranya bergetar karena tak bisa mengimbangi denyutan sakit yang menjalar di dada. Air di pelupuk sudah menggenang sepenuhnya. Tinggal menunggu sampai cairan itu tumpah dan terjun bebas untuk kali ke sekian.
"Lalu bagaimana denganmu? Lalu bagaimana dengan perlakuanmu padaku?" Mati-matian Chaeyeon membuat dirinya tegar. "Kau bersikap seolah-olah aku punya tempat tersendiri di hatimu. Kau seperti memberiku celah untuk masuk dalam kehidupanmu. Tapi di saat bersamaan, kau juga punya Jung Yerin yang kaugunakan sebagai tameng agar aku tidak melangkah lebih jauh. Kau membuatku bingung. Sungguh."
Kim Mingyu termenung. Tatapan kerasnya mendadak runtuh dalam sekejap. Kini tiba-tiba dia bisa ikut merasakan sakit dari kata-kata yang sebelumnya telah dia lontarkan dari mulutnya yang tak bertanggung jawab. Lalu, apa artinya sekarang dia menyesal?
"Selamat. Kau benar-benar berhasil membuatku terlihat menyedihkan," pungkas Chaeyeon.
Sebelum Mingyu berhasil membuka mulut dan meraih tangan Chaeyeon, gadis itu berbalik cepat usai menghapus pipi dengan kasar dan tergesa-gesa.
•ㅅ•
asikk, ada yang ribut :)
2022년 1월 13일
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro