Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#31

"Kim Sung Jin."

"Kwon Jung Ahn."

Mingyu merapal nama-nama itu ketika ditemuinya tumpukan berkas yang berserak di meja tepat setelah kakinya menapak pada lantai rumah Jung Hyun Jae dalam senyap. Rumah ini kosong ketika dia datang kemari. Dan tujuan pertama langsung jatuh pada ruang pribadi pria Jung tersebut yang merangkap sebagai ruang kerja.

Dalam penerangan yang teramat minim dan hanya berbekal senter kecil, Kim Mingyu masih berusaha mengorek informasi sebanyak mungkin. Tangannya sibuk membalik lembar demi lembar dokumen tebal yang ditumpuk di meja, laci, dan beberapa tempat yang memungkinkan sebuah berkas rahasia tersimpan.

Sesekali kepalanya menoleh ke sisi pintu yang tertutup rapat, barangkali dengan tanpa diduga-duga seseorang datang dan dia tidak ada persiapan untuk melarikan diri.

Jemari Mingyu bergerak perlahan, merunut daftar nama-nama yang dicetak pada sebuah buku berketebalan tak lebih dari seratus halaman bersampul biru tua. Namun dia segera menyerah ketika tak menemukan apa-apa lagi di sana. Hanya ada nama-nama, selebihnya cuma lembar-lembar kosong. Umpatan setengah mendesis lolos begitu saja dari mulut.

Sudah setengah jam lebih dia berkutat di tempat ini, tapi belum menemukan apa pun seperti yang dikatakan Jeon Wonwoo soal bukti-bukti yang bisa menyingkap pelaku sebenarnya atas kasus yang membuat nama ayahnya terseret dan berakhir menyedihkan tersebut.

"Aku tak berharap kalau Jeon Berengsek itu membual," desisnya.

Mingyu melempar begitu saja buku bersampul biru tadi. Netranya jelalatan, menyisir ke sudut-sudut yang belum terjangkau. Kakinya memelesat cepat, memeriksa lemari-lemari kayu yang permukaannya tertutup debu. Dia segera mengarahkan senter pada celah-celah panjang yang memungkinkan isi dalam lemari tersebut terlihat. Namun sebelum itu benar-benar terlaksana, derap sepatu lamat-lamat terdengar mendekati pintu. Pantulan bayangan memanjang yang berasal dari luar segera terlihat.

Mingyu buru-buru mematikan senter, menyimpannya di balik saku jaket. Tubuhnya dibawa merapat ke dinding yang bagian depannya terdapat tiang kayu dengan sejumlah cabang yang biasa dipakai untuk menaruh jas, mantel, atau semacamnya. Di sebelah tiang terdapat meja dengan tinggi sepinggang dan sebuah vas bunga berukuran sedang. Di bagian lain yang lebih dekat, terdapat jendela dengan gorden menjuntai hingga lantai. Mingyu agak bergeser ke arah gorden, menyembunyikan diri di sana.

Seseorang berjalan masuk ketika pintu terbuka dan nyala lampu yang lebih benderang merangsek ke dalam, menciptakan efek kotak memanjang yang menerangi petak-petak lantai kayu dan ujung meja. Tumpukan dokumen berisi berbagai macam kasus tersusun di sana, membuat ruang di meja tampak sesak. Mingyu makin merapat, menahan deru napasnya sendiri agar tidak terdengar terlalu keras. Masker yang membungkus separuh wajah dinaikkan. Topi hitam yang dia kenakan diturunkan sedikit.

Pria itu, Jung Hyun Jae, terlihat menggeret kursi kerja satu-satunya dan duduk di sana setelah dehaman rendah terdengar. Kacamata yang semula membingkai wajah kini dilepas, lalu diletakkan di atas buku bersampul biru yang tadi sempat diambil Kim Mingyu. Selama sepersekian detik, pergerakan itu terhenti. Seakan sadar bahwa buku itu tak seharusnya berada di sana. Kepalanya sempat menoleh ke sekeliling dan berhenti sejenak tepat pada gorden jendela yang jadi tempat persembunyian Kim Mingyu.

Mingyu juga baru menyadari. Ia memejam sesaat demi merutuk dalam hati karena tak mengembalikan buku itu ke tempat semula. Napasnya otomatis ditahan ketika pria Jung itu menggerakkan kaki, mendekati jendela yang tak tertutup gorden sepenuhnya—sebab gorden tersebut ditarik Kim Mingyu untuk menutupi dirinya.

"Mungkin aku lupa menaruhnya lagi." Jung Hyun Jae bergumam, kemudian memutuskan kembali ke meja dan duduk di kursi dengan tenang. Dibiarkan jendela itu begitu saja tanpa berniat ditutup dengan semestinya.

Selama beberapa saat tangannya terlihat mencatat sesuatu sambil membuka beberapa map yang ditumpuk di sisi samping meja. Cahaya temaram dari lampu meja yang baru dinyalakan membuat Mingyu bisa melihat dengan jelas raut serius pria Jung tersebut meski cuma terlihat dari samping.

Selama kurang lebih sepuluh menit, Mingyu cuma mengamati gerak-gerik Jung Hyun Jae. Pria itu ternyata lebih tenang dari perkiraan—tak banyak bicara dan cuma fokus dengan apa yang tengah ditekuri.

"Sepertinya aku perlu menghangatkan sup sebelum Yeon pulang." Hyun Jae bermonolog, lalu menghentikan seluruh aktivitas. Lampu di meja dimatikan. Kakinya mengambil ancang-ancang untuk segera enyah dari sana.

Mingyu mendengar pintu ditutup, dan pria Jung itu sudah menghilang. Dia kembali bergerak secara hati-hati usai memastikan bahwa semua sudah aman. Senter yang digenggam hampir dinyalakan, sedangkan lembar pertama dari sesuatu yang tadi ditulis Jung Hyun Jae belum sempat dibaca. Namun, pintu kembali terbuka lebar. Daun pintunya membentur dinding dan membuat gaduh di tengah keheningan. Mingyu tak bisa bersembunyi. Tak sempat. Kakinya seperti dipatri di lantai dan membuatnya stagnan di tempat.

"Kena kau!"

Jung Hyun Jae mendekat seolah sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Atau lebih tepatnya, dia memang sengaja memasang skenario untuk menangkap siapa pun itu yang menyelinap di kediamannya.

Pria itu mendekat dengan pisau dapur yang diacungkan ke depan. Sebelah tangan yang lain menggenggam tongkat bisbol. Mingyu juga melakukan hal yang sama. Dia diam-diam merogoh saku, hendak menarik pistol perlahan-lahan. Namun dia tak menemukan pistolnya di sana.

"Sial." Mingyu mengumpat tertahan. Pistol itu pasti terjatuh ketika dia mencoba memanjat pagar rumah dengan tergesa-gesa.

"Kaupikir aku tidak tahu, huh?" Jung Hyun Jae maju tanpa ragu, lalu dengan segenap kekuatan mengayunkan pisau dapur tadi ke arah Mingyu yang langsung menghindar. "Siapa yang menyuruhmu? Kwon Jae Bum, huh?"

Samar-samar, Mingyu bisa menilik seringai kecil yang tersemat di bibir pria tersebut. Dia lincah menghindar ketika Jung Hyun Jae ganti menggerakkan tongkat bisbol. Satu kakinya berhasil menendang tulang kering pria baya itu hingga keseimbangannya runtuh. Jung Hyun Jae jatuh tersungkur.

Mingyu menggunakan kesempatan itu untuk menyepak pisau dapur sejauh mungkin. Kini ganti dia yang bergerak meraih tubuh pria Jung tersebut, melayangkan satu jotosan di perut sambil menahan lengan yang membawa tongkat bisbol, kemudian tetap berusaha mengunci pergerakan ketika lawannya berusaha berontak.

"Appa! Aku pulang!"

Mingyu menghentikan aksinya ketika jauh di depan pintu sana terdengar suara seorang perempuan yang dia yakini adalah putri Jung Hyun Jae yang waktu itu.

"Yeon—"

Sigap Mingyu membekap mulut Hyun Jae ketika pria itu hendak berseru. Dia memelintir tangan pria Jung tersebut yang berusaha meronta. Suaranya langsung redam ketika Mingyu menyahut selembar sapu tangan dari saku jaket, lalu menjejalkannya ke mulut Jung Hyun Jae.

"Ayah? Ayah di kamar?"

Mingyu yakin, dia harus memutuskan dengan cepat—apakah harus membawa Jung Hyun Jae bersembunyi, atau kabur sebisa mungkin sebelum perempuan itu memergoki keberadaannya.

"Oh? Pintu ruang kerja Ayah terbuka."

Mingyu tak punya pilihan lain.

"Sial," umpatnya lagi.

Dengan sangat terpaksa dia melepaskan Jung Hyun Jae begitu saja. Dada pria itu langsung kembang-kempis, berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya. Tergopoh-gopoh kakinya mencoba bangkit dan mendekati pintu. Seakan yang baru saja terjadi hampir merenggut nyawanya—walaupun memang ada benarnya. Mingyu segera membereskan sisa kekacauan, kemudian melompat keluar melalui jendela yang dibuka secara paksa.

"Ah, Ayah. Kenapa tidak membalas panggilanku? Kupikir telah terjadi sesuatu pada Ayah. Ayah tidak apa-apa, 'kan? Keringatmu banyak sekali."

"Ah, maafkan aku, Yeon-ah. Tadi Ayah sedang mencari sesuatu sehingga tidak mendengarmu pulang. Kalau begitu ayo kita makan malam. Kau pasti belum makan, bukan?"

"Benar, ayo makan malam. Rasanya perutku lapar sekali."

Dari balik dinding bagian luar, Kim Mingyu masih bisa mendengar kalimat itu lamat-lamat. Tanpa sadar ada sesuatu yang rasanya menghantam dada kuat-kuat. Perasaan nyeri yang entah dari mana asalnya.

•ㅅ•

2022년 1월 9일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro