Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#30

Mingyu melipat pakaian terakhir yang akan dimasukkan ke tas. Dua minggu mengendap di rumah sakit bukanlah hal menyenangkan yang patut dirayakan. Tapi setidaknya dia bersyukur karena mampu menahan waktu-waktu sulit tersebut hingga hari ini—sulit karena dia harus tetap berada di tempat yang dia benci, meski rumah sakit bukan satu-satunya. Lalu dia benar-benar sadar kalau Jeon Wonwoo bahkan tidak berniat menjenguknya lagi. Laki-laki Jeon itu pasti sedang bersantai sambil ongkang-ongkang kaki.

"Aku berkata begitu bukan berarti aku melarangnya datang, ck." Di sela kegiatannya Mingyu menggerutu sambil berdecak. Saat itu juga dia sadar bahwa sebelum ini dia bukanlah tipe orang yang hobi mengharap kedatangan orang lain untuk dirinya. Mingyu sudah terbiasa melakukan apa pun sendiri, bahkan merawat diri sendiri saat sakit. Tapi apa-apaan barusan?

"Kim Mingyu, sepertinya kau banyak berubah akhir-akhir ini." Mingyu bermonolog. Napasnya diembuskan. Entah merasa bersyukur atau justru sebaliknya.

Sekarang semuanya sudah selesai. Pakaian juga sudah dikemas. Setidaknya, Jeon Wonwoo membantu membereskan segalanya sehingga dia tak perlu repot berinteraksi dengan orang lain. Toko bunga adalah pengecualian. Itu memang satu dari sekian banyak hal yang selalu ingin dia tekuni seandainya memiliki hidup normal seperti pria kebanyakan. Dan di saat begitulah dia akan bertanya-tanya, apakah benar kehidupan semacam ini yang dia inginkan? Apa tidak ada mimpi yang tersisa bagi orang-orang seperti dirinya? Apa yang sejatinya ingin dia lakukan?

Pertanyaan-pertanyaan itu bukan tidak mungkin melesat dari kepala ketika Mingyu sedang mempertanyakan eksistensinya sendiri. Bagaimana dia terlihat oleh orang lain. Orang seperti apa dia. Bagaimana jika orang-orang itu tahu apa yang dia lakukan selama ini. Apa mereka masih bersedia memberi kesan yang sama?

Sejujurnya, Mingyu agak takut.

Terdengar pintu dibuka. Mingyu menoleh cepat sambil merekahkan senyumnya yang jarang terlihat.

"Sunbae."

Yerin menyembul dengan syal tebal membalut leher. Sebelah tangannya melambai-lambai. Raut mukanya ceria seperti biasa. Lagi pula, gadis itu selalu terlihat ceria. Dan oleh karena itu, Mingyu tidak mau berharap lebih. Dia seharusnya tak pernah mengharapkan apa pun sejak awal. Jung Chaeyeon bahkan tidak tahu kalau hari ini dia keluar dari rumah sakit. Gadis itu tak akan datang.

"Oh, Yerin-ah."

Senyum Mingyu berangsur-angsur mengendur, berganti dengan segaris tipis di bibir yang membuat mukanya diurapi riak kecewa. Siapa yang bakal kemari pagi-pagi begini—tentu saja selain Jeon Wonwoo atau Bibi Lee, lebih tepatnya. Wanita itu harus bekerja selagi mengurus ibunya. Bibi Lee juga sudah mengirim pesan singkat karena tak bisa menemani Mingyu berkemas. Jadi dia sudah bisa mengantisipasi.

"Ada apa dengan ekspresi itu? Sunbae kecewa aku yang datang?" Yerin mendesis. Air mukanya berubah kecut. Lalu di kepalanya seolah tahu siapa orang yang tengah ditunggu oleh laki-laki di hadapannya tersebut. Meski begitu, rona mukanya berubah cepat. Senyum ceria dan bersahabat kembali ditunjukkan.

"Bukan begitu," balas Mingyu. Tak ingin memperpanjang hal ini dan membuat Jung Yerin tidak nyaman. Dia terlalu malas terlibat apa pun itu yang membuat rumit.

Dan kuperingatkan, jangan dekat-dekat dengan Jung Yerin mulai sekarang atau anak Kwon berengsek itu akan mengganggumu.

Gerakan Mingyu yang hendak memakai mantel terjeda. Tiba-tiba suara Wonwoo mengudara di kepala. Netranya melirik gadis Jung yang berseri-seri. Gadis itu ikut membantu mengosongkan vas yang bunganya telah mengering.

"Yerin-ah."

Yerin langsung berhenti dari aktivitasnya, kemudian memutar kepala demi merespons panggilan Mingyu.

"Ada apa, Sunbae?"

Mingyu diam sebentar, menatap Jung Yerin lekat. Yang ditatap tanpa sadar menyemburkan rona kemerahan di kedua pipinya. Dan kini Mingyu tahu, perkataan Yerin waktu itu sepertinya bukan bercanda. Gadis itu memang menaruh rasa padanya. Semua tergambar jelas dari tindakan dan bagaimana gadis Jung itu menatapnya. Bahkan responsnya sekarang yang bisa dilihat dengan jelas.

"Kau datang sendirian?"

"Ya?"

"Kutanya, apa kau datang kemari sendirian?"

Kepala Mingyu menoleh pada gorden jendela rumah sakit yang sengaja dibuka setengah. Tatapannya tertuju pada seseorang yang duduk di sebuah bangku panjang tanpa sandaran, sedang memegang kamera dan sebuah buku yang digunakan untuk menutupi muka—orang yang keberadaannya selama ini cuma dianggap angin lalu. Saat Mingyu mendekat ke jendela dan membuka gorden sepenuhnya, orang itu langsung bergerak menuju tempat yang lebih tertutup. Sebelah sudut bibir Mingyu ditarik singkat. Rautnya seperti mencemooh. Dan dia bisa tahu kalau Jung Yerin juga melihat hal yang sama. Gadis itu langsung menegang. Air mukanya kaku. Tidak ada senyum yang tersisa. Yang ada cuma pucat bersama bola mata yang bergerak gelisah.

"Sunbae .... A-aku—"

"Kau pasti sudah tahu soal artikel itu, 'kan?" potong Mingyu. Dia memutar tubuh, menghadap lurus ke arah Jung Yerin yang tertunduk, tak berani mengangkat wajah.

"Kenapa kau melakukannya? Kau tahu, aku tidak suka bila hal yang berhubungan tentangku diekspos begitu saja tanpa izin, meskipun wajahku disamarkan. Orang yang mengenalku akan tahu kalau itu aku. Kau tahu, berapa banyak masalah yang akan timbul gara-gara ini? Kau mau menanggungnya untukku?" Mingyu sengaja memberi jeda untuk menghirup napas. "Kalau aku tahu kau putri dari pemilik Jung's Corp, aku memilih tidak akan pernah terlibat denganmu sejak awal. Ara?"

Yerin bungkam. Bibirnya digigit. Kedua tangannya terkepal di samping. Dia tak pernah merasa seketakutan ini sebelumnya. Apa karena orang yang bertanya begini adalah Kim Mingyu? Dia juga belum pernah mendengar laki-laki itu berbicara padanya sepanjang ini. Jujur saja, itu menakutkan. Dia tak ingin dibenci oleh laki-laki Kim tersebut. Tak masalah bila orang lain membencinya. Tapi tidak dengan Kim Mingyu. Lelaki itu adalah orang berharga yang membuatnya bertahan melewati masa-masa sulit di sekolah menengahnya.

"Yerin-ah. Jung Yerin." Suara Mingyu penuh penekanan. Hawa dingin langsung membumbung, berdesak-desakan memenuhi udara. Padahal penghangat ruangan masih berfungsi dengan baik.

"Tolong maafkan aku. Aku akan menjelaskannya pada Sunbae."

"Kau memang harus menjelaskan. Dan aku tidak ingin kau melewatkan hal sekecil apa pun."

Kini Mingyu duduk di pinggiran ranjang yang sudah tertata rapi. Jung Yerin tetap berdiri di tempatnya, memainkan kuku yang dicat begitu cantik.

"Aku akan bertunangan sebentar lagi." Yerin memulai. Suaranya lebih pelan dari biasanya. "Kupikir bertemu dengan Sunbae secara tak sengaja waktu itu adalah sebuah keberuntungan. Aku bisa mendekati Sunbae dan mengatakan pada keluargaku bahwa aku sudah memiliki kekasih. Aku sudah menyukaimu sejak lama. Jadi kupikir itu akan lebih mudah. Namun ternyata tidak semudah itu. Orang tuaku tetap ingin aku bersama Jae Bum Oppa demi memperkuat perusahaan kami. Padahal aku sangat membenci orang itu."

Suasana menjadi lengang saat Yerin memberi ruang bagi percakapan mereka. Kim Mingyu langsung paham siapa Jae Bum Oppa yang disebut Yerin barusan. Itu pasti adalah putra dari Kwon Jung Ahn, calon tunangan Yerin yang sempat disinggung Jeon Wonwoo beberapa waktu lalu.

"Maafkan aku, Sunbae. Aku terpaksa membawa seorang wartawan bersamaku demi sebuah artikel dengan harapan supaya keluargaku berhenti menekanku. Aku bisa menariknya dari seluruh media sekarang juga. Sunbae jangan khawatir."

Jawaban Yerin membuat kekehan kecut Mingyu meluncur begitu saja. Ini bukan sesuatu yang bisa disimpulkan dengan begitu mudah. Menarik seluruh artikel atau tidak, semuanya tetap terasa sama. Mungkin mudah bagi Yerin, tapi bagi Kim Mingyu tidak. Identitasnya dipertaruhkan.

"Apa menurutmu hal ini bakal selesai begitu saja?" Jemari Mingyu memijit pangkal hidung, kemudian mukanya diusap kasar. "Kau jelas-jelas tahu siapa dirimu. Kau jadi sorotan. Benar, itu tidak masalah bagimu. Lagi pula kau sudah terbiasa dengan itu. Tapi aku tidak."

"Sunbae, aku benar-benar minta maaf. Sungguh, maafkan aku. Seharusnya aku berpikir lebih panjang tentang dampaknya padamu. Tapi kumohon, jangan membenciku." Pelan-pelan Yerin mengangkat wajah, memberanikan diri untuk menatap iris cokelat gelap milik Kim Mingyu. Ada rasa sesak yang lambat-lambat bersemayam.

"Jangan muncul di depanku lagi," ujar Mingyu tiba-tiba. Cuma dingin yang bisa dirasakan dari caranya bicara. Rahangnya mengeras, menahan geram.

"Sunbae ...."

"Mian."

Mingyu menjinjing tas, lalu mengambil langkah-langkah panjang dan keluar dari sana tanpa mempedulikan bagaimana raut muka Yerin yang nyaris menangis.

Mingyu mengatur napas setelah benar-benar jauh dari jangkauan Jung Yerin. Emosi yang memuncak tanpa kendali membuat napasnya jadi tak teratur. Dia memutuskan duduk sejenak pada sebuah kursi panjang di dekat lobi. Satu pesan dari Wonwoo menarik perhatian. Dia membukanya cepat.

Sudah pulang?

Mingyu menutup pesan begitu saja tanpa membalas. Dia sedang tidak ingin membahas apa pun dengan pria Jeon tersebut. Suasana hatinya turun drastis.

"Apa setelah ini kau akan langsung beraktivitas?"

"Tidak. Aku perlu beristirahat sedikit lagi sampai benar-benar fit."

"Baguslah kalau begitu."

Mingyu menarik pandangan ke sekitar ketika telinganya menangkap sebuah percakapan yang terdengar begitu dekat. Dia berharap kalau dia salah lihat, tetapi ternyata tidak. Orang itu benar-benar ada di sini. Jung Chaeyeon ada di sini. Berjalan bersandingan bersama wajah yang tak asing sambil bercengkerama satu sama lain. Mingyu sekarang jadi bertanya-tanya, sedekat apa hubungan dua orang itu. Mengapa rasanya Chaeyeon bisa lebih mudah tersenyum saat bersama pemuda itu?

"Noona seharusnya tidak perlu repot-repot kemari. Manajerku bisa menemaniku."

"Ini tidak merepotkan. Aku memang sed—Oh? Kim Mingyu-ssi?" Jung Chaeyeon menghentikan langkah, sedang telunjuknya refleks menunjuk ke depan, ke arah Mingyu yang duduk sendirian dengan muka dingin seperti kemarin-kemarin.

"Hm? Apa?" Yoon Sanha mengikuti arah pandang Chaeyeon setelah ikut berhenti. "Oh? Orang itu ...." Kepalanya meneleng sedikit untuk mengingat-ingat. "Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat."

"Kau mengenal Kim Mingyu-ssi?" Chaeyeon bertanya usai memutus sepihak tatapannya dengan Mingyu yang masih diam di sana. Mengingat kejadian tempo hari ketika Jung Yerin datang, dia tak ingin segera menghampiri laki-laki Kim tersebut dan memilih memberi respons biasa saja. Dia tak ingin kecewa lagi. Entah sejujurnya kecewa karena apa. Itu sebabnya, dia memilih berkunjung untuk menemani Yoon Sanha berkemas daripada mengunjungi Kim Mingyu. Sebab dia tahu, akan ada Jung Yerin yang mengisi peran tersebut.

"Tidak, tapi aku merasa pernah melihatnya."

"Kau melihatnya beberapa hari yang lalu saat bersamaku," timpal Chaeyeon.

"Tidak, bukan yang itu." Sanha masih mencoba mengingat sorot mata itu beberapa kali, tetapi tetap tidak berhasil. Atensinya berpindah dengan cepat ketika layar televisi yang ada di sana menampilkan sebuah berita terkini.

"Kepolisian Distrik Seoul berhasil menangkap sasaeng fan yang beberapa waktu lalu sempat membuat penyanyi muda Yoon Sanha dilarikan ke rumah sakit di kawasan Yeouido atas tuduhan penculikan dan percobaan pembunuhan. Pelaku ditangkap di kediamannya bersama beberapa barang bukti berupa pistol, pisau, dan narkotika jenis sabu seberat 2 gram dan LSD (Lysergic acid diethylamide) sebanyak dua lembar."

Layar televisi kemudian berganti, menunjukkan sebuah rekaman CCTV jalan yang gelap. Di sana tampak seorang pengendara motor mendekati dua pejalan kaki, berhenti sejenak, lalu tak lama setelah itu, salah seorang dari mereka ambruk, dan motor itu menghilang begitu saja.

"Tak hanya itu, sebuah rekaman CCTV berhasil menangkap bukti adanya penyerangan terhadap seorang warga sipil yang dilakukan di sekitar Yeouiseo-ro. Menurut hasil pelacakan, pemilik motor tersebut adalah orang yang sama. Saat ini pihak kepolisian ...."

Chaeyeon dan Mingyu yang menyaksikan itu sempat tercenung sesaat, lantas saling pandang beberapa detik, seperti sama-sama memberikan konfirmasi atas adegan yang baru saja diputar di depan mereka. Sementara Yoon Sanha yang mengenali dengan jelas dua orang itu segera menoleh, memandangi Jung Chaeyeon dan Kim Mingyu bergantian.

"Seolma ...."

Yoon Sanha hanya menggantung kalimatnya ketika Kim Mingyu berdiri dan enyah dari sana, tak memberi waktu dirinya untuk menduga-duga.

•ㅅ•

ciee bentar lagi ganti tahun :')
targetku buat tamatin 3 naskah belum kesampaian. hiks.

2021년 12월 30일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro