Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#27

Dada Chaeyeon masih berdegup. Kedua telapak tangannya menangkup wajah sambil menahan sisa ketakutan yang membuat badan bergetar. Noda darah di tangan dan beberapa bagian pada mantel telah kering. Namun kejadian itu masih terlalu segar. Dia tentu tidak bisa melupakan bagaimana wajah Mingyu yang berubah pucat, lalu motor itu, seharusnya dia tak membiarkan Mingyu melindunginya seperti itu. Tidak. Seharusnya tidak ada yang terluka.

"Minum dulu. Kau pasti masih sangat terkejut."

Hoshi datang, berhenti di tempat Chaeyeon yang tengah duduk sambil memeluk tubuh. Sebotol air mineral yang dibeli dari minimarket segera disodorkan. Kepala Chaeyeon mendongak, menatap lelaki berambut blonde itu dengan mata sedikit sembap akibat sejak tadi masih belum berhenti menangis. Usai mengusap kedua pipi dengan cepat, dia menerima air pemberian Hoshi sambil mengucapkan terima kasih dengan bergumam. Bibirnya kering. Suaranya serak. Dan kepalanya masih dipenuhi kemelut yang membuat dia menduga-duga hal yang seharusnya tak perlu dipikirkan.

"Mingyu sudah ditangani dengan baik. Jadi dia pasti akan baik-baik saja." Hoshi mencoba membuat perempuan yang meringkuk di depan ruang operasi itu tidak terlalu cemas. Namun sepertinya tidak berhasil. Jung Chaeyeon malah makin sesenggukan setelah sempat reda beberapa detik. Kedua pipinya mengalir butir-butir bening yang membuat tangan Hoshi terjulur, menyerahkan beberapa lembar tisu yang diambil dari saku. Dia merendahkan tubuh, ikut duduk untuk menyejajari posisi gadis Jung tersebut.

"Bagaimana kalau dia tidak kunjung bangun?" Kali ini kepala Chaeyeon mendongak lagi. Hidungnya yang tersumbat sudah sepenuhnya memerah.

"Dia akan bangun."

"Bagaimana kalau dia membenciku?"

"Dia tidak akan membencimu."

"Bagaimana kalau—"

"Dia akan baik-baik saja. Sebagai rekan kerja, aku mengenal Kim Mingyu dengan cukup baik. Dia bukan orang yang lemah," jelas Hoshi. Adakalanya dia memang merasa mengenal pria Kim itu secara menyeluruh. Adakalanya pula dia merasa asing dan tidak mengetahui apa pun tentang Kim Mingyu. Pria itu seperti memiliki sekat-sekat tertentu yang membuatnya mirip labirin yang menyimpan banyak sekali misteri.

"Jadi maksudku, dia akan baik-baik saja. Kau tidak usah cemas." Hoshi kembali meyakinkan. Kali ini Chaeyeon mulai mendengarkan. Isak yang keluar dari mulut berangsur-angsur reda, menyisakan rona merah di wajah akibat terlalu lama menangis.

Hoshi mengulurkan tangan, berusaha membantu Chaeyeon bangun dan duduk dengan benar di kursi tunggu yang tersedia di sana. Air mineral tadi mulai diteguk perlahan-lahan. Hoshi cuma memperhatikan. Raut jenaka yang membungkus wajahnya ketika bertemu pertama kali dengan gadis Jung itu hampir-hampir tidak ada. Lalu dia mulai ingat bagaimana kakinya bisa dengan tergesa-gesa sampai di tempat ini sehabis dihubungi Jung Chaeyeon yang bicara putus-putus saking tak bisa menahan tangisnya. Gadis itu bilang, Kim Mingyu terluka dan cuma dia yang terlintas pertama kali untuk dihubungi—tentunya setelah menelepon ambulans. Dan beginilah dia bisa berakhir di tempat ini saat matanya nyaris saja terpejam di kasur yang empuk dan hangat.

"Kau merasa lebih baik?" Hoshi bertanya. Memastikan, lebih tepatnya. Sebuah anggukan kecil berhasil menarik sudut-sudut bibir Hoshi. Dia juga ikut mengangguk. "Syukurlah."

"Terima kasih banyak. Maaf, aku jadi merepotkanmu." Chaeyeon berkata serak. Netranya tertuju pada lampu ruang operasi yang masih menyala. Berharap-harap cemas sambil merapal doa paling khusyuk dalam hati. Kedua tangannya mengeratkan genggaman pada botol air mineral yang isinya tinggal separuh. Dia ingin mengamini kalimat-kalimat yang diucapkan pria di sampingnya tersebut tentang Mingyu bukanlah orang yang lemah. Dan seharusnya dia memang tahu kalau pria Kim itu kuat. Maka dia tidak perlu merasa menderita saking khawatirnya.

"Itu bukan hal yang menurutku merepotkan," timpal Hoshi. Senyum jenakanya timbul, membuat Chaeyeon mau tak mau juga mengulas senyum meski tipis sekali. Saking tipisnya sampai nyaris tak terlihat.

"Bukankah kalau seperti ini sebaiknya kau pulang dulu, Chaeyeon-ssi? Ini sudah larut dan kalau berkenan aku bisa mengantarmu pulang."

Chaeyeon menoleh. Air mukanya menunjukkan ekspresi yang membuat Hoshi lantas mengibaskan tangan di udara dengan cepat.

"Ah, tidak, tidak. Aku menawarkan begini karena bus sudah tidak beroperasi dan akan sulit menemukan taksi. Aku tidak mungkin membiarkan seorang perempuan pulang sendirian. Dan kuharap kau tidak keberatan menaiki motorku."

Hoshi menggaruk tengkuknya canggung. Suaranya memelan saat kalimat terakhir diucapkan. Ini bukan pertama kalinya dia menawari perempuan untuk diantar pulang, tapi Jung Chaeyeon adalah perkara lain. Rasanya dia memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena orang itu punya tempat istimewa bagi Kim Mingyu. Ya, benar. Sedikit banyak, dia bisa mengendus gelagat itu dari Kim Mingyu ketika mereka bertemu dan bertukar shift sewaktu kerja. Lagipula siapa pun bakal tahu bagaimana lelaki Kim itu memandang gadis Jung tersebut dengan cara yang berbeda—atau mungkin perlakuannya yang kaku, tetapi terlalu kentara. Entah yang dipandang sadar atau tidak.

"Bagaimana dengan Kim Mingyu-ssi?" serak Chaeyeon. Suaranya nyaris habis.

"Salah seorang perawat memberitahu kalau seseorang sudah mengurus semuanya. Kukira itu keluarganya. Jadi Chaeyeon-ssi tidak perlu khawatir."

Lagi-lagi kalimat Hoshi berhasil membuat Chaeyeon menemukan sedikit kelegaan. Seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia hanya perlu mencari tahu apa motif seseorang melakukan hal seperti itu padanya sehingga membuat Kim Mingyu rela menggantikan posisinya. Apakah ada yang menaruh dendam atau semacamnya?

"Baiklah, aku akan pulang bersamamu." Chaeyeon akhirnya memutuskan. Dia harus bekerja besok. Dan untuk masalah Kim Mingyu, dia hanya perlu berdoa sebanyak mungkin, kemudian datang kemari untuk menjenguknya lagi. Benar, itu lebih baik dan lebih bisa diterima.

Napas Chaeyeon berembus. Sambil memandangi ruangan di depannya, ia bangkit dari kursi. Terasa berat, tetapi dia tidak punya pilihan lain.

Hoshi mengulas senyum simpul, senang mendengar balasan Chaeyeon. Ia kemudian ikut bangkit dengan wajah lebih ceria. "Nah, kalau begitu, pertama-tama kau harus membersihkan tanganmu terlebih dulu." Dia menunjuk tangan gadis Jung yang masih dihiasi darah Kim Mingyu yang mengering. Dan Chaeyeon cuma mengangguk.

"Baiklah."

•ㅅ•

Sarung tangan yang semula membungkus tangan dilepas. Pun jaket, masker, dan helm yang kini diletakkan di sembarang tempat. Suara napasnya terengah-engah. Sesekali pandangannya diarahkan keluar jendela apartemen yang lampunya telah padam. Mobil polisi yang yang tadi memburu tengah berkeliling di bawah sana dengan gerakan melambat. Lampu rotatornya berkedi-kedip, membuat gang-gang gelap dan sempit memantulkan cahaya merah dan biru.

"Sial. Jung Chaeyeon memang sialan."

Sarung tangan yang masih tergenggam segera dilempar dengan frustrasi. Amarahnya memuncak karena tak berhasil menembakkan peluru tepat di dada perempuan tersebut. Perempuan yang merebut senyum dan perhatian penyanyi Yoon yang amat dikaguminya. Idola yang juga gagal dimilikinya gara-gara campur tangan laki-laki bernama Kim Mingyu. Dan kini, dengan segala kesialannya, polisi malah berpatroli demi menemukan motor yang dia kendarai beberapa waktu lalu.

"Aku seharusnya bisa menemukan dan melenyapkan Kim berengsek itu," geramnya. Tertatih dia berjalan, menghampiri kaca besar yang menggantung di tembok apartemen. Lalu tanpa aba-aba melempar pistolnya, menghantam benda tersebut sampai pecah dan terburai. "Dasar orang-orang terkutuk! Aku akan membunuh kalian semua!"

•ㅅ•

hi, i'm back :)

lagi sok hectic nih. maap banget. dan part ini cuma 1k lebih dikit. semoga next bisa lebih panjang kayak sebelum-sebelumnya. boleh banget diingatkan kalau ada typo. thank you!

2021년 12월 17일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro