Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#21

Sejak lima menit yang lalu, Kim Mingyu masih sibuk memejam. Telunjuknya mengetuk meja yang dilapisi kaca, mengikuti irama musik yang mengalun dari radio. Time and Fallen Leaves yang dipopulerkan oleh Akmu membuat suasana hatinya sedikit lebih nyaman. Setidaknya dia bisa melupakan soal identitas yang bocor serta kondisi sang ibu yang sepertinya belum dapat dikatakan baik-baik saja.

Semenjak kejadian penyerangan sore itu, psikis ibunya makin membuat khawatir. Mingyu sudah berusaha membawa ke psikiater, tetapi itu tidak mengubah keadaan terlalu banyak. Jadi, sementara dia keluar untuk bekerja, wanita itu akan singgah di tempat sang bibi. Setidaknya dia tak membiarkan ibunya sendirian. Mungkin dia harus mulai mendengar pendapat Jeon Wonwoo soal mencari apartemen baru yang lebih aman. Namun kepalanya seperti sedang mempertimbangkan hal yang tidak perlu. Selain karena uang—ya, lagipula itu memang masalah utamanya—dia tidak ingin meninggalkan tempat yang menyimpan banyak kenangan bersama sang ayah. Sebagai K mungkin dia tak akan memiliki pemikiran selembut itu. Namun, sebagai Kim Mingyu, dia tak bisa mengabaikan bahwa hanya itulah segelintir kenangan yang bisa disimpan rapat-rapat.

Kelopak matanya terbuka perlahan kala lagu yang mengalun berganti dengan suara familier yang entah mengapa bisa membuat sudut bibirnya naik. Ekspresi Mingyu menuturkan bahwa mungkin ada yang salah dengan respons tubuhnya. Tetapi untuk saat ini, dia hanya akan menganggapnya seperti sesuatu yang sebetulnya tidak perlu dianggap berlebihan. Justru aneh kalau dia tiba-tiba memikirkan gadis Jung itu secara berlebihan. Benar, bukan?

Mingyu mengerling, mengamati kafe teh yang kursinya dipenuhi pengunjung. Masing-masing dari mereka sibuk menikmati sajian teh hangat di sore yang dinginnya bisa membikin gigi saling gemeletuk. Alunan musik klasik terdengar lamat-lamat. Hanya dengan melihat saja tubuhnya ikut menghangat. Suasana di tempat itu memang selalu hangat dan tenang. Pun sebetulnya tak berbeda jauh dengan kondisi Haengbok Florist.

Kafe kecil itu sebenarnya memiliki pegawai terpisah. Namun kadang-kadang Mingyu juga melayani mereka saat pegawai paruh waktu tak bisa hadir, dan kebetulan toko bunga sedang tak banyak pengunjung. Pemilik tempat itu juga sama. Jadi Mingyu sering mendapat dua pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Itu agak merepotkan kalau boleh jujur. Untung saja Mingyu menyukai pekerjaan itu. Pekerjaan yang lebih manusiawi daripada harus mengotori tangannya untuk menghabisi orang lain.

"Sunbae!"

Suara Jung Chaeyeon yang tengah membacakan surat di radio langsung tenggelam oleh seruan keras yang asalnya dari pintu. Lonceng berbunyi. Kim Mingyu menengok ke depan dan mendapati Jung Yerin dengan muka berseri-seri. Gadis itu melangkah sambil agak melompat. Rambut yang digelung asal-asalan membuat penampilannya terlihat seperti anak remaja belasan tahun.

Mingyu beringsut membenarkan posisi duduknya. Radio yang masih menyala dengan volume sedang segera dimatikan. Toh dia tak mungkin bisa menikmati suara Jung Chaeyeon kalau seperti ini.

"Sedang apa?" Mingyu melontarkan pertanyaan sambil mulai mengerjakan sesuatu. Apa pun itu, dia hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya sedang bekerja dan tak seharusnya gadis itu pergi mengganggunya seperti ini.

"Sedang apa lagi kalau bukan melihatmu," terang Yerin. Dari kantong plastik berlogo sebuah restoran cepat saji, dia menyodorkan dua buah sandwich yang baunya menggiurkan. Tak lupa satu cup besar kopi yang masih hangat. "Sunbae pasti belum makan siang, 'kan? Aku sengaja membawa ini agar kau tidak kelaparan."

Mingyu menatap makanan yang tersuguh di depannya, lalu beralih mengamati muka Yerin yang berbinar. Ekspresi gadis itu selalu begitu. Bahkan saat dulu dia ditindas, raut mukanya tetap berusaha tersenyum. Ah, sekarang Mingyu rupanya bisa mengingat kalau dia memang cukup dekat dengan gadis tersebut. Hanya masalah waktu, hal-hal seperti itu bisa tergilas dengan cepat. Padahal banyak sekali hal menyenangkan yang seharusnya bisa abadi. Namun justru kenangan paling menyakitkan yang hinggap terlalu lekat, termasuk kenangan bagaimana ayahnya meninggal.

"Kau tak seharusnya melakukan ini. Aku tidak ingin menimbun banyak utang padamu." Meski begitu Mingyu tetap meraih kopi, lalu menyesapnya sedikit. Hangat langsung mengaliri kerongkongan. Jam makan siang sudah lewat. Matahari sudah tak menunjukkan eksistensinya secerah tadi. Entah karena mendung, entah karena sebentar lagi berganti petang. Pantas saja perutnya sejak tadi terasa lapar.

Yerin tertawa. Dia sendiri sedang membuka bungkus sandwich, lalu menikmatinya tanpa terdistraksi dengan tatapan Mingyu—kalau itu Jung Chaeyeon, pasti keadannya akan berbeda.

"Sunbae pikir, aku melakukan ini agar aku bisa menagih utang, begitu?" ujarnya. Dalam sekian sekon, pipinya langsung mengembung. Mingyu mungkin melupakan kalau adik kelasnya ini memiliki nafsu makan yang cukup besar. "Nikmati saja makananmu. Aku harus tetap rendah hati agar Sunbae menyukaiku. Bukankah begitu?" Alis Yerin dinaik-turunkan. Ujung bibirnya berusaha menahan tawa.

Mingyu tergelak samar, lalu meraih satu sandwich. Dalam satu gigitan besar, mulutnya segera penuh. Dia memutuskan untuk setuju dengan kelakar yang dilontarkan Yerin. Gadis itu sudah banyak berubah. Pribadi dan penampilannya sekarang lebih percaya diri.

"Omong-omong, Sunbae ...."

Kalimat Yerin terpaksa diabaikan ketika lonceng yang menggantung di pintu berdenting lagi. Mingyu menghentikan kunyahannya, pun Yerin yang kini ikut memutar kepala guna menilik orang yang berdiri di balik pintu.

"Kim Mingyu-ssi." Jung Chaeyeon mendekat dengan sebelah tangan melambai penuh semangat, seakan tak melihat pria Kim itu selama bertahun-tahun lamanya. Dia masih belum menyadari ada orang lain di sana.

Alis Yerin langsung bertaut. Dia menoleh pada Mingyu dengan ekspresi seperti bertanya. Mulutnya terbuka, lalu mengucapkan kata-kata tanpa suara.

"Siapa? Pacarmu?" Begitulah yang bisa Mingyu tangkap dari gerakan bibir Yerin. Mingyu memutuskan tak merespons yang justru makin membuat Yerin penasaran setengah mati.

"Kim Mingyu-ssi, aku ingin mengajakmu—"

Kalimat Chaeyeon segera terputus kala pandangannya menangkap presensi seseorang yang asing. Bola matanya bergerak, lalu berhenti pada meja yang terdapat cup kopi beserta sisa-sisa sandwich yang masih berserak di sana. Tanpa membuat wajahnya seperti orang terkejut, dia menurunkan tangan yang menggenggam kantong plastik berisi beberapa botol soju.

"Ah, kau ada tamu rupanya." Chaeyeon berdeham. Entah mengapa rasanya sedikit kecewa. Padahal ia berusaha secepat mungkin kemari begitu siaran usai. Dia jadi tak punya teman minum sambil menikmati ceker ayam pedas yang membuatnya menelan ludah saat membelinya tadi. Pria Kim itu tentu sudah terlalu kenyang.

Merasa suasana sebentar lagi akan canggung, Yerin segera berinisiatif melempar sapaan kepada Chaeyeon yang kikuk, tak tahu akan melakukan apa. Lagipula, dirinya juga seorang perempuan. Tentu sedikit banyak bakal mengerti bagaimana situasi yang dirasakan Chaeyeon.

"Annyeonghaseyo. Aku Jung Yerin. Adik kelas Mingyu Sunbae sewaktu SMA." Yerin bangkit dari duduknya, lalu membungkuk singkat. Senyumnya diulas lebar dan ramah.

"Ah, annyeonghaseyo." Chaeyeon balas membungkuk. "Aku Jung Chaeyeon." Lalu dia melirik ke arah Mingyu sedikit, mengingat pertemuan pertama mereka kala itu. "Hanya seseorang yang secara kebetulan menjadi teman Kim Mingyu-ssi."

"Kalian terlihat dekat dan akrab." Yerin menimpali. Dilirik botol soju yang masih ditenteng oleh Chaeyeon. "Bahkan minum bersama?" Netranya beralih menatap Mingyu yang wajahnya masih setenang biasanya.

"Wah, Sunbae. Kau keterlaluan sekali. Kau selalu menolak kalau kuajak minum bersama. Aku sekarang juga seorang wanita, tahu." Yerin mencibir, lalu menghabiskan sisa sandwich dan kopi yang diletakkan di meja.

"Memangnya aku pernah bilang kalau kau pria?" Mingyu menimpali. Melihat hal itu tentu membuat Chaeyeon semakin merasa sungkan. Sepertinya dia datang di waktu yang kurang tepat.

"Kalau begitu aku permisi dulu. Aku lupa kalau Ayahku menyuruhku pulang cepat hari ini." Chaeyeon buru-buru pamit agar bisa enyah dari suasana aneh yang membuatnya tak nyaman.

"Tunggu. Biar kuantar."

•ㅅ•

draft : 2021년 11월 6일
published : 2021년 11월 13일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro