#20
"Kkamchagiya!"
Nam Jin Hyuk spontan menebahkan tangan di dada. Tubuhnya agak terlonjak ke belakang dengan sebelah tangan lainnya berpegangan pada pinggiran kursi kerja. Matanya memelotot dengan mulut berusaha ditahan agar tidak mengumpat. Studio ini sepi. Hanya ada dirinya dan seorang asisten penulis yang tengah beres-beres—yang juga sempat menengok gara-gara mendengar pekikan laki-laki tersebut. Siaran baru saja rampung beberapa menit lalu. Udara di ruangan masih terasa hangat. Jadi—ya ampun, bagaimana bisa seseorang tiba-tiba berdiri di belakangnya sambil membawa sekantung karton berisi cup-cup kopi. Lalu wajahnya .... Wajah itu tak seharusnya berada di tempat ini di jam-jam begini.
"Ah, maaf. Pasti aku mengagetkan Nam PD-nim," sesalnya seraya membungkuk dalam. Kupluk membungkus kepala. Sementara syal dan mantel bernuansa cokelat hangat musim gugur turut membuat badannya yang tinggi jadi terlihat lebih trendi dan menawan. Khas wajah-wajah muda abad 21 yang bersih terawat serta kekinian. Pipi pemuda itu, Yoon Sanha, segera membentuk gumpalan menggemaskan di sela senyum lebar cerianya.
"Annyeonghaseyo." Yoon Sanha mencoba menyapa dengan benar.
Bola mata Nam Jin Hyuk bergulir, berusaha menerjemahkan maksud dan tujuan pemuda Yoon yang dia sendiri tahu jadwal sibuknya tak bakal membuat penyanyi muda itu repot-repot mengunjungi studio radio yang sempit dibandingkan panggung di acara musik.
"Sedang apa kau di sini?" Jin Hyuk bertanya dengan mata disipitkan. Tubuhnya dicondongkan sedikit guna menangkap gelagat tak biasa dari penyanyi rookie yang namanya tengah naik daun tersebut.
"Ah ... itu ...." Sanha berusaha menyembunyikan semburat yang berpendar di wajah. Tengkuk yang dibalut syal diusap. "Apa Chaeyeon Noona masih di sini?" Lalu kepalanya refleks melongok ke dalam, ke ruangan yang dibatasi dengan sebuah kaca besar. Ruangan itu sama saja. Kosong. Pada mejanya sudah dibersihkan. Tak ada naskah siaran yang bertumpuk di sana.
Menengok ke arah yang sama, Jin Hyuk segera menimpali, "Dia baru saja keluar." Kursi yang diduduki digeser sedikit. Jelas rasa penasaran sudah mulai merambati kepala. "Jadi untuk apa kau kemari? Aku tidak berpikir kau punya banyak waktu luang untuk sekadar mengantar kopi. Bukankah begitu, Yoon Sanha-ssi?"
"Aku hanya ingin bertemu Chaeyeon Noona sambil memberi semangat. Jadi aku membawakan kopi untuknya."
"Mwo?" Jin Hyuk malah terkekeh samar. Membiarkan laki-laki yang memiliki dagu dan hidung bulat itu mengerutkan kening. Memang apa salahnya?
"Orang-orang akan berpikir kau sedang berkencan dengannya atau sejenisnya. Memberi semangat? Oh, astaga. Kupikir aku perlu memeriksakan telingaku. Aku yakin kau tidak serius mengatakannya." Jin Hyuk menimpali seraya menepuk bahu Yoon Sanha. Dia begitu yakin lelaki muda itu hanya bergurau. Jung Chaeyeon tak memiliki pengaruh besar di tim mereka, selain memberi banyak kesialan. Jadi seseorang yang datang—apalagi itu seorang bintang yang sedang digandrungi—hanya untuk memberi semangat sambil mengantar kopi agak kurang masuk logikanya. Menurutnya, Chaeyeon tak sepenting itu.
"Chaeyeon Noona begitu ramah dan memperlakukanku dengan baik saat aku siaran dengannya. Aku hanya ingin membalas kebaikannya. Itu saja. PD-nim tidak perlu khawatir." Yoon Sanha masih mempertahankan kurva di bibir agar tertarik lebar. Punggungnya kembali membungkuk. "Kalau begitu aku permisi dulu." Seraya membawa kopinya kembali, dia berbalik.
"Tunggu dulu," tahan Jin Hyuk. Pemuda itu segera berhenti dan menoleh.
"Ne?"
"Kau berniat pergi sambil membawa kopimu?" tanyanya. Sanha menurunkan pandangan pada empat buah kopi kemasan cup yang masih hangat, kemudian mengangguk dengan raut polos.
"Karena Chaeyeon Noona sudah pergi, aku membawanya kembali."
"Kau tidak bergurau?"
Sanha menggeleng. Wajahnya benar-benar kelewat polos. Dia berkedip dua kali untuk mendukung pendapat itu. "Apakah aku harus bergurau?"
"Tidak." Jin Hyuk menggaruk alisnya sedikit. "Kupikir kau bisa meninggalkan kopi itu di sini. Kau tidak akan meminumnya, bukan?"
"Manajerku pecinta kopi. Jadi itu tidak masalah." Sekali lagi, Sanha membungkuk. "Semoga hari PD-nim menyenangkan." Baru setelah itu dia benar-benar keluar. Menyisakan Nam Jin Hyuk yang mengeluarkan dengkusan tak menyangka. Bibirnya menggerutu pelan karena laki-laki Yoon tadi tidak peka sama sekali.
"Seharusnya dia mengerti maksudku dengan jelas. Aish, menyebalkan." Dia mengatakan itu tepat ketika punggung penyanyi muda itu menghilang dari balik pintu.
Meninggalkan gedung YBS, Sanha mencoba merogoh ponsel yang diletakkan di tas. Mobil yang mengantarnya kemari tidak ada di parkiran. Matanya menyelisik sekitar, mencoba mengamati sekali lagi selagi mencoba menghubungi nomor sang manajer. Padahal dia sudah mengatakan kalau akan mampir sebentar. Seharusnya menunggu lima menit bukan hal yang sulit.
"Oh, Hyung. Kau di mana? Kenapa meninggalkanku? Bukankah aku sudah mengatakan kalau aku hanya butuh waktu sebentar?" Kepalanya bergerak, mengamati parkiran yang lengang. Setelah menghela napas sebal, dia menuntun kakinya agar berjalan keluar dari area YBS. Trotoar dengan rontokan daun musim gugur menyambutnya pertama kali.
"Sanha-ya, pertama-tama maafkan aku karena pergi tanpa menghubungimu. Kedua, sebagai gantinya, aku sudah mengirimkan taksi untukmu. Kau bisa menggunakan itu."
Pandangan Sanha langsung tertuju pada sebuah taksi yang berhenti tak jauh dari gedung YBS. Dia melirik jam di tangan, lalu kopi-kopi yang mulai dingin. Napasnya dihela demi memaklumi perilaku sang manajer yang hari ini cukup membuat kesabarannya terkuras. Tidak biasanya pria itu teledor melakukan sesuatu, bahkan meninggalkannya seperti ini tanpa kejelasan. Padahal, dia masih harus memenuhi jadwal pemotretan. Tapi apa-apaan ini?
"Baiklah, aku mengerti." Tak ingin membawa masalah ini terlalu panjang, Sanha memutuskan untuk mengakhiri percakapan singkat tersebut. Kaki jenjangnya lantas bergerak, menggilas kumpulan daun kering yang menghalangi jalan. Taksi di depan sudah menunggu. Dia harus bergegas kalau tak ingin terlambat.
"Yoon Sanha-ssi!"
Langkah Sanha terpaksa berhenti. Kepalanya diputar demi melihat presensi seseorang yang menjadikan alasannya repot-repot kemari untuk mengantar kopi. Seketika itu, raut di wajah berubah. Semburat hangat yang sempat mengendur gara-gara sang manajer langsung terpancar lagi. Hal itu membuat lemak di pipi ikut menggumpal, menggemaskan. Tangannya refleks melambai, mengabaikan taksi yang sudah dipesan untuknya—lagipula, dia belum memastikan itu benar-benar taksi untuknya atau bukan.
"Noona."
"Sanha-ssi, kau ada jadwal di sini?" Jung Chaeyeon melongok ke sekitar. Namun tak ditemui manajer atau siapa pun yang menemani laki-laki tersebut.
Daripada membalas, Yoon Sanha malah tergelak kecil. "Noona, kenapa kau memanggilku seperti itu? Anggap saja aku ini dongsaeng-mu. Kukira kita sudah cukup akrab sebelumnya."
"Ah, benar. Mulai sekarang aku akan membiasakan diri berbicara santai denganmu." Chaeyeon menganggukkan kepala kecil. "Omong-omong, kau belum menjawab pertanyaanku," lanjutnya.
Sanha mengangkat cup holder di tangan. "Aku berniat mampir sebentar untuk mengantar kopi ini pada Noona." Lalu disodorkan benda yang disebut kepada Chaeyeon yang alisnya nyaris menyatu. "Itu mungkin sudah dingin, tapi kuharap Noona bisa menikmatinya."
"Kau membelikanku ini? Sungguh?" Mata Chaeyeon melebar, tak menyangka seseorang yang hidupnya super sibuk menyempatkan waktu melakukan hal seperti ini pada orang seperti dirinya. Itu agak konyol bila dipikirkan. Namun dia tetap menerimanya. Sayang kalau menolak ketulusan orang yang memberi.
Lelaki Yoon itu mengangguk tanpa melunturkan mimik menyenangkan yang terpampang di muka. Ponselnya tiba-tiba berdering. Tanpa menunggu lama, panggilan tersambung. Chaeyeon hanya berdiri di sana sambil menyesap satu cup kopi. Ternyata masih ada sedikit hangat yang tersisa, walau lidahnya dominan mengecap dingin.
"Oh, Hyung. Aku akan segera ke sana."
Hanya kalimat itu yang bisa Chaeyeon dengar sebelum netranya dipertemukan lagi dengan bening cerah milik laki-laki di hadapannya tersebut.
"Sepertinya aku harus pergi. Lain kali, ayo kita bertemu lagi, Noona," ujarnya. Chaeyeon menyetujui untuk yang satu itu. Barangkali mereka akan terlibat kerja sama suatu hari nanti. Sanha, laki-laki imut itu cukup menyenangkan seandainya bisa menemaninya mengisi acara radio.
"Hm, sampai jumpa." Tangan Chaeyeon diangkat tinggi-tinggi guna mengiringi kepergian laki-laki tersebut.
Sanha segera menghampiri taksi tadi. Setelah dipikir-pikir, taksi ini memang menunggunya. Kalau tidak, pasti sudah pergi sejak beberapa saat lalu.
"Tolong ke Distrik Gangnam."
Sanha segera mengatakan alamat lengkap ketika bokongnya sudah duduk dengan nyaman. Tatapannya dibawa keluar, menilik Chaeyeon yang masih berdiri di trotoar sambil menikmati kopi pemberiannya. Namun penglihatannya justru memburam sesaat setelah suatu benda berhasil menembus permukaan kulit. Dia tak memiliki kesempatan untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Berat segera membalut kepala. Presensi Chaeyeon hanya terlihat samar-samar, kemudian makin pudar, dan selanjutnya berubah gelap.
•ㅅ•
draft : 2021년 11월 3일
published : 2021년 11월 13일
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro