Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#1

"Inilah lagu terakhir untuk pendengar Love Letter : 4 PM's Confession hari ini. Lagu dari Kim Jaehwan, Begin Again. Sampai jumpa. Selamat berakhir pekan. Semoga hari Anda menyenangkan."

Nyanyian Kim Jaehwan mulai mengalun, memenuhi setiap sudut studio. Chaeyeon menjauhkan muka dari mikrofon usai menutup siaran sore ini. Barang-barang di meja dibereskan. Udara penuh kelegaan dihela perlahan.

Kerja bagus, Chaeyeon-ah. Dia berusaha menyemangati diri sendiri, meski tidak yakin setelah ini akan bersemangat. Terlebih—astaga, tatapan di balik dinding kaca itu sudah berkilat-kilat sejak tadi. Matilah dia.

"Ya, kemari kau."

Nam Jin Hyuk—produser program radio yang dibawakan Chaeyeon—menggerakkan jemari pelan, memberi gestur agar gadis itu mendekat. Meski nyali Chaeyeon sudah terkikis, kakinya tetap patuh, berjalan sambil mengulum bibir yang mendadak kering.

"Ne, PD-nim," balas Chaeyeon pelan. Dia bisa merasakan seluruh tatapan menghujani dirinya.

"Apa yang kau lakukan, huh?"

"Joeseonghamnida." Hanya itu yang bisa Chaeyeon katakan. Dia cukup sadar dan tahu apa kesalahannya. Semua gara-gara senior sialan yang selalu melimpahkan banyak tugas sebelum meminta segelas es kopi dan sepotong roti lapis di seberang jalan. Sungguh merepotkan.

Pria kurus berahang tegas itu memijit pelipis pelan. Suasana mendadak dingin dan hening. Padahal musim panas sedang gerah-gerahnya. Kipas angin portabel hampir selalu terlihat di setiap kesempatan.

Chaeyeon masih menunduk, mengamati ujung sepatu yang tak lagi trendi. Pada bagian tali sudah agak kumal dan kotor sebab terkena cipratan air bercampur tanah. Kemarin hujan deras, dan dia tidak membawa payung atau apa pun itu untuk menjaga agar pakaiannya tetap kering. Ramalan cuaca memang sama berengseknya dengan mantan.

"Ya, sekali lagi kau terlambat, mati kau," ujar Jin Hyuk. Dari nadanya bicara sudah bisa dipastikan kalau amarahnya telah mencapai level paling tinggi. "Kau pikir ini perusahaan kakekmu? Bisa seenaknya datang?"

Kepala Chaeyeon ditelengkan, berpikir sejenak. "Dulu kakekku pemegang saham terbesar di sin—"

"Ya!"

Kalimat Chaeyeon terpotong. Muka Jin Hyuk lebih geram dari sebelumnya. Pelototannya jelas lebih mengerikan yang sekarang daripada beberapa menit lalu.

"Hei, Jung Chaeyeon. Berapa lama kau bekerja di sini?"

Kini giliran seorang wanita yang melempar pertanyaan. Rambut kecokelatan agak bergelombang digerai. Anting ramping panjang berwarna silver menjuntai hingga batas bahu. Dia penulis utama di sini, Kang Eunbi. Masih muda, suka berpakaian seksi, dan salah satu kandidat orang yang ingin Chaeyeon cakar kalau marah. Namun kali ini ia memilih diam.

"Kau selalu terlambat lebih dari lima belas menit hampir setiap ada kesempatan. Kau pikir aku bisa menggantikanmu setiap saat untuk melakukan opening? Huh?"

"Eonni, kalau bukan karena Baekchan sunbae, aku tidak akan—"

"Astaga, siapa yang menyuruhmu menjawab?" kesal Eunbi. Kedua tangannya sudah saling bertumpu di pinggang. Pakaian ketat yang membelit tubuh sintalnya berkelip-kelip menyilaukan mata.

"Kenapa malah kau yang marah? Seharusnya ini bagianku. Mood-ku hari ini sudah berantakan. Rasanya rambutku akan segera memutih kalau begini terus!"

"Jin Hyuk oppa, aku juga bekerja ekstra gara-gara dia. Lalu untuk apa aku selalu mengisi opening saat Chaeyeon belum datang?"

Dan begitulah lima menit berikutnya berlangsung. Jin Hyuk dan Eunbi sibuk adu urat sendiri, sedangkan Chaeyeon tak mau membuang-buang waktu menonton pertunjukan sirkus payah tersebut. Dia menyelinap keluar tanpa disadari orang-orang yang masih berada di studio.

•ㅅ•

Chaeyeon segera melompat turun saat bus berhenti. Memang belum sampai di perhentian dekat rumah, tetapi berjalan kaki sore-sore begini bukanlah pilihan buruk. Dia bisa menikmati udara musim panas yang sedikit lebih nyaman dari kemarin. Anginnya segar. Langit cerah tanpa awan. Membayangkan menikmati sekaleng bir di tepi Sungai Han sepertinya menyenangkan. Hitung-hitung bisa membuang kesialannya hari ini.

"Iya, Ayah. Aku memang sedang perjalanan pulang. Ayah sudah pulang? Masih di Busan?" Chaeyeon berujar setengah bergumam. Kaleng soda di genggamannya belum dibuka—dia tetap berpikiran kalau sekaleng bir jauh lebih menyegarkan di saat begini. Astaga, bikin gila.

"Menurutmu Ayah akan bertanya begini kalau masih di Busan?" Tawa kecil menggelegar di seberang. Bahkan hanya dengan mendengar saja, Chaeyeon sudah bisa membayangkan mata sang ayah tenggelam, diapit kerutan usia dan lesung pipi di sebelah kanan.

"Cepat pulang. Kita akan pesta daging malam ini," imbuhnya. Mata Chaeyeon langsung berbinar.

"Wah, benarkah? Asyik! Aku akan pulang sebentar lagi."

"Baiklah, baiklah. Hati-hati kalau pulang. Ayah tutup teleponnya, ya."

Tanpa sadar kepala Chaeyeon mengangguk. Segera setelah panggilan terputus, netranya tertuju pada sebuah toko bunga yang setiap berangkat bekerja selalu menjadi tempat singgah meski sebentar—hanya untuk melihat bunga-bunga di sana. Warna-warni. Semerbak. Terlebih lagi dia suka desain interior tempat itu. Toko bunga dengan kafe kecil berkapasitas tak lebih dari sepuluh kursi pelanggan. Bila tak terlalu lelah, secangkir teh kamomil pun akan dia pesan demi menghidu aruma kayu yang membikin tenang.

Soda di tangan dibuka, lalu ditenggak dengan tergesa. Fitur kamera pada ponsel telah disiapkan. Kaki jenjangnya mulai diayun menuju toko tersebut. Bak-bak penuh bunga berjajar di pelataran. Harum bunga-bungaan mulai terendus indra penciuman. Senyum Chaeyeon merekah.

"Apa? Kenapa sudah habis?" Chaeyeon menggoyang-goyangkan kaleng sodanya, lalu dijungkir sambil ditepuk-tepuk. Hanya setetes-dua tetes yang tersisa. "Padahal aku baru meminumnya sedikit. Ah, benar-benar."

Menghitung sampai tiga, Chaeyeon bermaksud melempar kaleng kosong itu ke tempat sampah yang terletak tepat di samping toko. Bukannya masuk, kaleng itu malah melayang, mengenai kepala seorang lelaki yang membawa sekantong plastik sampah dengan celemek hitam membalut pinggang.

Tak!

Refleks kedua tangan Chaeyeon menempel di mulut. Kaleng tadi menggelinding, bersamaan dengan pria tinggi yang kini turut berhenti, mengikuti arah kaleng yang jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri. Kantong plastik berisi sampah sudah berpindah. Kini lelaki itu terlihat mengedarkan pandangan ke sekitar setelah mengusap bagian belakang kepalanya pelan.

Chaeyeon langsung menghampiri. Buru-buru dia menjumput kaleng kosong tadi sambil membungkuk meminta maaf.

"Maaf, aku benar-benar tidak sengaja. Tadinya aku hanya ingin ...." Suara Chaeyeon memelan. Ia mendongak sebentar untuk menilik orang yang masih berdiri menjulang di depannya. Saat tatapan mereka saling bertemu, ia kembali menunduk. "Aku hanya ingin membuangnya ke tempat sampah," lanjutnya.

Lelaki itu tidak berkata apa pun. Chaeyeon memilih menegakkan kembali tubuhnya, lalu memberi senyuman penuh rasa bersalah.

"Sungguh. Kupikir tadi tidak ada orang. Aku sungguh minta maaf, hm ...." Ia melirik cepat tanda nama yang menempel di pakaian si lelaki. "Kim Mingyu-ssi?" Dia berusaha mengeja nama tersebut. "Nah, aku minta maaf."

Lelaki tinggi dengan rambut legam itu masih belum menunjukkan reaksi yang berarti. Baru setelah beberapa detik, ada kurva tipis yang berpendar di bibir. Senyuman kecil tanda penerimaan permintaan maaf.

Chaeyeon akhirnya bisa menghirup udara bebas.

Detik selanjutnya, orang yang dipanggil Mingyu itu berlalu pergi usai membuang sampah dan membungkuk singkat. Chaeyeon balas membungkuk meski terlihat kikuk.

"Oh, tidak ada apa-apa. Hanya gangguan kecil."

Suara itu terdengar lamat-lamat seiring presensinya yang hilang di balik pintu kaca besar.

Hanya satu hal yang perlu diingat. Chaeyeon harus segera pulang.

•ㅅ•

Nah, malam banget wkwk. See ya next chap!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro