Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9

Selamat membaca

Oh ya, selamat tahun baru, bagi kalian yang merayakan. Selamat bermain bersama si macan. Semoga tahun ini rejeki semakin berlimpah ruah.

Cuan cuan cuan!!!

***

Tinggal di daerah tidak mengurangi akses Kris untuk bersenang-senang. Meski mungkin kelasnya berbeda dibanding di kota. Di daerahnya pun ada tempat untuk minum-minum, bermain bilyard, tempat untuk berpesta pora, juga berkaraoke gila-gilasan.

Jika dia mau, semua kesenangannya di kota dulu, masih bisa dilanjutkan. Namun, Kris sudah lelah. Dia mulai bosan. Sesekali saat dia galau atau lelah, hal itu dia lakukan. Namun, tidak sampai kecanduan—seperti dulu. Minum pun tidak lagi sampai mabuk. Hanya sekadarnya saja. Masalah perempun, gairahnya jauh berkurang.

Dulu dia sangat membenci Bella. Pasalnya wanita yang pernah dia pacari dengan serius itu malah membuatnya kecewa bahkan sampai membuat ibunya sakit. Saat itu Kris berjanji tidak akan mau berurusan dengan Bella lagi. Terutama karena Bella berkoar mencintainya, padahal berulang kali menyakitinya.

Dengan Mawar, awalnya Kris main-main. Saat tubuhnya lelah dan ingin istirahat, tapi matanya belum mau terpejam, terkadang Kris melihat story WhatsApp dari teman yang kontaknya ia simpan. Saat itulah beberapa kali story Mawar terlihat. Jika kebetulan ada yang menarik perhatiannya, Kris akan membalas story itu ala kadarnya. Basa-basi. Toh meski Kris membenci Bella, dia tidak pernah memiliki masalah dengan sahabat Bella yang bernama Mawar ini. Bahkan, Mawar beberapa kali dulu menasihatinya dengan bijak. Memberinya motivasi. Yang saat itu, memang terdengar sok suci.

Mawar selalu membalas kembali pesannya. Kadang Kris balas lagi, kadang dia abaikan. Sesuai moodnya. Hanya saja, mulai timbul rasa-rasa ingin mengenal Mawar—yang sekarang—lebih jauh lagi. Kris mendadak kepo akan perkembangan hidup wanita itu.

Ternyata, Mawar berubah banyak. Wanita itu jadi lebih mandiri, berani, juga menggemaskan. Berawal dari iseng-isengnya Kris, mereka pun akhirnya bertemu dan menjadi sesuatu yang lebih. Setiap harinya, Kris malah jadi semakin tertarik. Sampai kemudian mereka melangkah lebih jauh, melibatkan seks dalam hubungan tanpa status mereka, Kris benar-benar kembali jatuh ke lubang yang sama. Pada keinginan untuk menjadikan satu wanita sebagai wanitanya. Seperti pada Bella dulu. Bahkan, perasaan ini lebih serius dan dalam.

Namun, dia memaklumi keraguan Mawar yang memang terasa sekali sedang memberi batasan pada hubungan mereka. Mawar sering berbohong padanya, dan Kris pun membiarkan saja. Dia ingin wanita itu nyaman. Dia percaya, waktu yang akan menentukan ke mana arah hubungan mereka nantinya.

Dan saat berita itu sampai padanya, tentang Mawar yang mengandung anaknya, bagi Kris itu petunjuk bahwa mereka memang harus serius. Harus bersama. Harus menikah. Harus saling memiliki satu sama lain.

Bukan Mawar namanya kalau tidak menolak. Dia lihai sekali menciptakan dinding antara mereka. Terkadang Kris lelah dan dihasut oleh sisi buruknya, bahwa wanita lain banyak yang lebih baik, lebih cantik, lebih mau untuk bersama dengannya. Namun sialnya, sisi baiknya berkeras bahwa belum tentu wanita lain akan membuatnya senyaman saat bersama Mawar.

Entah bagaimana bisa, kini Kris didominasi kebutuhan hati dibanding egonya.

"Bella sekarang baik, ya," ucap ibu Kris saat mereka akan makan malam.

Kris hanya membuang napas malas, enggan berdebat. Dia diam saja sambil menunggu sang ibu yang sedang menyendokkan nasi ke piringnya pun selesai.

"Dia menemani Ibu kemarin. Tidak sesombong dulu."

Kekehan lolos dari mulut Kris. "Sejak kapan dia sombong? Dari dulu dia baik sama Ibu. Masalahnya kan bukan itu."

Kris bisa melihat sang ayah yang melirik pada mereka satu per satu. Terlihat bingung kenapa nama yang pernah menyakiti mereka di masa lalu itu kembali diungkit.

"Memangnya Ibu nggak bisa ditemani orang lain, Kris? Ke mana semua teman wanita kamu itu? Hanya bisa dihubungi saat akan bersenang-senang?"

Sambil mulai menyuapkan makanan ke mulutnya, Kris mengedikkan bahunya. Sama seperti Mawar, orang lain bahkan keluarganya sendiri cenderung tidak percaya Kris kini tidak seliar dulu.

"Kalau tahu begitu kan mendingan kalian bawa teman dari sini. Mau dibilang Bella sekarang baik pun, Ayah tetap tidak suka dengan perempuan itu."

"Ibu juga ketemunya nggak sengaja. Ibu lagi nunggu di rumah sakit karena Kris katanya masih belum bisa meninggalkan pekerjannya. Terus Ibu lihat dia. Dia aja berusaha tidak menyapa Ibu. Terlihat sungkan."

"Baguslah kalau dia masih punya malu. Ingat, Bu, berapa lama Ibu harus berbaring di ranjang karena kondisi Ibu memburuk saat dia mengacau di keluarga kita? Jangan dilupakan!"

"Ayah benar, Bu. Toh dia sudah menikah dan Kris juga nggak ada niatan berhubungan dengan dia. Berteman pun tidak." Kris kemudian menenggak air putih saat tenggorokannya terasa kering dan makanan di mulutnya mulai susah ditelan. Setelah itu, dia kembali mengunyah.

"Ibu cuma cerita aja. Lagi pula, Ibu memang nggak ada niatan menjodohkan kamu dengan Bella ataupun teman-temannya Bella kok. Perempuan seperti mereka tidak cocok dengan kehidupan kita. Mereka terlalu modern. Ibu lebih suka perempuan rumahan yang masih belum tersentuh kehidupan kota. Yang santun. Lembut. Betah di rumah."

Kris tersedak. Dia meraih lagi gelasnya dan menenggak isinya sampai habis sambil melirik sang ibu. Ini bukan pertama kalinya pembahasan mengenai jodohnya dilakukan. Bukan pertama kalinya pula, ciri menantu idaman sang ibu diutarakan. Hanya saja, dibahas kembali diiringi dengan kalimat 'teman-temannya Bella' benar-benar membuatnya terganggu.

Dia menginginkan temannya Bella itu. 

"Pelan-pelan, Kris," tegur sang ayah.

"Ngomong-ngomong masalah jodohnya Kris, Bu, biarkan Kris aja yang mikirin. Toh nantinya dia akan mendampingi Kris. Jadi teman hidup Kris."

"Tapi dia kan juga akan hidup bersama kita. Akan sering bersama Ibu saat kamu di luar untuk bekerja. Akan jadi ibu untuk cucu-cucu Ibu juga. Harus Ibu pikirin juga dong. Mosok mau sembarangan."

"Ya ... memangnya Ibu ada calon sampai ngomong ngebet begini? Pilihan itu nggak banyak lagi loh, Bu. Umur Kris--"

"Jangan bahas-bahas umur. Laki-laki udah ubanan juga masih bisa dapat anak gadis. Nggak usah merendah kamu. Kamu itu masih ganteng. Mapan juga. Semua usaha kami, kamu yang meneruskan. Mungkin orang-orang yang nggak tau akan mikir kamu ini lelaki biasa yang uangnya sedikit. Begitu mereka tahu aslinya, Ibu yakin semua pada ngantri untuk jadi istri kamu."

Kris dan ayahnya sama-sama tertawa.

Ibunya tidak salah. Mereka memang tidak miskin, meski tidak sekaya pengusaha-pengusaha di kota. Mobil yang dia pakai kendaraan lama yang memang belum berniat diganti karena yang lama itu saja masih enak digunakan. Mereka juga memiliki jenis mobil lain yang dibeli sesuai kebutuhan. Dulu, dia sering memakai motor sport-nya. Tapi, karena masa dia bersenang-senang telah berlalu, dia lebih nyaman menggunakan mobil.

Mereka memiliki kebun yang tinggal memetik hasil, rumah dan kios yang disewakan, tanah untuk kaplingan rumah yang meski lokasinya tidak di kota harganya pun sudah lumayan, juga beberapa hewan ternak. Kris sendiri baru-baru ini membuka usaha dengan sistem kerja sama bersama temannya. Menjadi penampung hasil panen serta penyedia kebutuhan pertanian seperti pupuk, racun, dan bibit. Apa yang dia kerjakan sekarang sangat tidak sejalan dengan jurusannya di bagian sistem informatika dulu. Awalnya dia berangan-angan akan bekerja di kota sesuai dengan jurusannya atau membuka usaha baru. Pokoknya di kota. Namun, kisah asmaranya dengan Bella memang mengubah segalanya. Menjadi titik baliknya. 

"Atau kamu mau Ibu kenalin dengan anak kenalan Ibu?"

Kris menggelengkan kepalanya cepat. "Udah pernah dan nggak cocok kan, Bu. Udah, biar Kris aja yang urus ya."

"Jadi, siapa dia?"

"Di-dia?" Kris mendadak tergagap. Perasaannya tadi dia tidak menyebutkan apa pun yang mengindikasikan kalau dia sudah memilik calon.

"Biasanya kamu bilang belum ada niat menikah, belum ada yang cocok, nggak usah dibahas, pokoknya nolak. Kali ini jawaban kamu beda."

Kris terdiam dengan jawaban sang ibu. Saat melirik sang ayah, lelaki tua itu ternyata juga melihat Kris dengan tatapan menyelidik. Membuat Kris menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kris ... kamu udah punya pasangan, ya?" tanya sang ibu lagi.

Kris menarik napas panjang dan dalam. Mengisi parunya yang mendadak seakan mengecil. Dadanya berdebar kencang sekali. Ini bukan pertama kalinya mereka membicarakan pasangannya di meja makan. Bahkan, ibunya sudah paham serusak apa dirinya. Sejauh apa hubungannya dengan Siska dulu. Juga bagaimana kerusakan pada dirinya setelah dia berpisah dengan Siska. Namun, Mawar memang berbeda. Hubungan mereka rumit. Membuat Kris berpikir dua kali sebelum membahasnya dengan keluarga.

"Kalau ... kalau ada, apa Ibu bisa janji nggak akan mempersulit hubungan kami?"

"Lah, kamu pikir Ibu ini jahat?"

"Kris lagi mengusahakan hubungan kami berhasil. Kris cuma nggak mau, hubungan serius Kris seberantakan hubungan serius Kris di masa lalu."

"Selama dia perempuan baik-baik dan layak untuk menjadi pasangan kamu, Ibu nggak akan mempermasalahkan. Malahan sangat mendukung."

"Masalahnya ... apa Kris layak untuk dia. Bukan masalah dia layak untuk Kris, Bu."


NB

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro