Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. The Real Must

Frau's note:
GUYS TELAT BANGET YA UPDATENYA HAHAHA... BELUM BAYAR WIFI 2 BULAN AKU MAKANYA JADI GINI. HAMPURA :(
Biasakan kl baca chap ini direfresh dulu ya. Krn ada eyd yang kuedit ulang.

This beautiful banner was made by grochinov-

Kaitley's POV

Recap:

Aku tertawa pahit mendengar kata "berharap". Perkataannya persis seperti ketua tadi. Sebenarnya, aku bukan orang yang pesimis. Tapi, akibat kejadian hari ini, aku mulai berpikir semuanya akan menjadi lebih buruk.

"Ya," balasku. "Terus berharap."


                              ****

Aku menatap kedua mata lelaki di depanku lekat-lekat. Irisnya yang berwarna oranye membuat matanya terlihat seakan-akan berkobar dengan api di tengah-tengah kesuraman langit tempat ini. Rambut hitam yang dicukur agak pendek melengkapi penampilan lusuhnya. Secara keseluruhan, ia terlihat seperti seorang tentara yang berhasil bertahan hidup dari medan perang.

Untuk sesaat, pandangan tajamnya membuatku agak kewalahan. Tapi perasaan itu langsung menghilang setiap ia membuka mulutnya dan mengatakan kata-kata yang terdengar begitu negatif dan depresif di telingaku. Contohnya, saat ia menarikku dari tempatku berdiri tadi, ia berceramah tentang semua kecerobohan yang kulakukan dengan menyerah pada emosiku dan nyaris saja membahayakan seluruh akademi kalau ia tidak menyuruhku untuk mencabut rantai yang ada di kakiku tadi.

Maksudku, ia bahkan tidak memujiku sedikitpun akan keberhasilanku mengalahkan si perempuan preman itu. Itu bisa disebut sebagai suatu kesuksesan juga bukan?

"Apakah kau sudah selesai mengagumi mataku yang berkobar-kobar?"

Perkataannya yang tiba-tiba memecahkan gelembung lamunanku sekaligus hampir membuat bola mataku meloncat keluar mendengar kata-katanya.

Aku membuka mulutku sambil memberinya tatapan tidak percaya. Ekspresinya tidak menunjukkan kepuasan apapun. Sebaliknya ia terlihat begitu serius.

Apakah ia bisa membaca pikiranku...?

"Ya, aku bisa mem—"

"WHOAA!" jeritku ketakutan. Kurentangkan kedua tanganku di depan dada. Seakan-akan berusaha melindungi diriku dari dirinya.

"Kau benar-benar bisa membaca pikiranku?" tanyaku. Ia mengangguk. "Ok. WHOA! I mean, that is so cool! Bagaimana caramu melakukan itu?? Maksudku apakah kau berdiri di dekatku dan langsung saja dapat mendengar suaraku di kepalamu atau apa?!" Sambungku dengan antusias. Aku memang selalu tertarik dengan kemampuan untuk membaca pikiran.

Bisakah kau bayangkan informasi apa saja yang bisa kau dapatkan dari pikiran seseorang jika kau bisa membaca pikiran mereka??

Ok aku terdengar agak jahat dan serakah disini. But, once again guys. A freaking mind reader!!

"Ok, cukup. Kita harus pergi ke markas sekarang. Berhenti berbicara dengan dirimu sendiri!" tegurnya sambil menarik pergelangan tanganku.

"Markas? Markas apa?" selaku yang hampir tersandung akibat tarikannya yang mendadak.

"Tentu saja markas kelompok barumu Kaitley! Kelompok must." Jawabnya sambil menuntunku berjalan.

Must...

Aku hampir lupa bahwa sekarang aku adalah salah satu dari kelompok hunter yang orang-orang hindari. Kelompok yang Cara peringatkan padaku.

Kenapa aku selalu berhasil mengacaukan segala hal, ya tuhan?

Aku mendongak ke langit dengan frustasi lalu menatap punduk si lelaki misterius yang berjalan di depanku. Terlihat sesuatu berwarna hitam di dekat kerah bajunya. Mungkin sebuah tato atau tanda lahir.

Kira-kira bentuknya seperti apa ya?

Aku berjinjit untuk melihat kelanjutan dari tato bercabang hitam itu. Namun, sebelum aku mengintip lebih jauh, dia menengok ke belakang dan memandangku dengan sinis.

"Sebentar lagi kita akan sampai. Dan bisakah kau mengurus urusanmu sendiri saja? Tidak usah ikut campur urusan orang lain,"

"Apa? Aku ti—" aku mengatupkan mulutku rapat-rapat. Ingatanku akan kemampuannya untuk membaca pikiran membuat kedua pipiku terasa panas karena rasa malu.

Kami berdua terdiam selama beberapa saat. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Satu-satunya suara adalah suara gesekan yang dihasilkan sepatu kami saat bergesekan dengan rumput.

Aku menggigit bibirku selagi berpikir basa-basi apa yang harus kukeluarkan agar suasana tidak lagi secanggung ini. Lalu kemudian aku ingat bahwa sampai sekaramg aku belum tahu nama lelaki ini.

Aku mempercepat langkahku agar bisa sejajar dengannya. Kakinya yang panjang dan ramping membuat jalannya menjadi jauh lebih cepat daripada kakiku yang buntet dan pendek.

"So..." Kataku saat sudah berhasil menyusulnya. "Aku masih belum mengetahui namamu."

Ia melirikku sesaat sebelum kembali mengarahkan matanya kedepan.

"Dust."

Aku melihat ke arah celana dan bajuku untuk sejenak lalu kembali pada si lelaki.

"Ah...pakaianku tidak berdebu kok..."

Dust melihatku dengan tatapan jengkel luar biasa. Ia memutar bola matanya dan meletakkan jari telunjuknya di dadanya.

"Dust. Namaku. Namaku itu Dust."

Aku terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepala. Menyangka lelaki itu hanya bercanda. Namun setelah ia memelototiku, aku segera berdeham dan memasang wajah serius.

"Hmm...hanya Dust saja? Tidak ada nama panjang, nama keluarga atau marga apapun?"

Ia menatapku sejenak dan akhirnya menjawab dengan agak ketus sebelum kembali mengarahkan kepalanya ke depan lagi.

"Tidak." Jawabnya singkat.


****

Kami berdiri di depan sebuah gua yang terlihat sangat aneh di tengah-tengah padang rumput dan hutan kecil akademi ini. Di atas gua itu terlihat ukiran kasar yang kemungkinan diukir oleh para anggota must.

MUST

Itu yang terukir diatas pintu gua ini.

"Kau sudah siap?" Tanya Dust ketika ia melihatku berdiri dengan ragu-ragu di depan pintu gua.

Tentu saja tidak. Kenapa kau harus menanyakan hal itu?

Aku menghembuskan napas dan mengangguk acuh tak acuh. Kami berjalan memasuki lorong gua yang gelap. Hanya ada beberapa penerangan berupa obor kecil yang dipasang setiap beberapa meter. Setelah beberapa belokan dan turunan, aku melihat cahaya dari ujung gua. Kupercepat langkahku. Berharap semoga markas must tidak benar-benar berada di dalam gua yang suram ini.

Namun ternyata aku salah besar. Karena cahaya yang kulihat bukanlah cahaya matahari dari dunia luar. Melainkan lampu-lampu neon yang dipancarkan di dinding-dinding gua.

Aku tidak menyangka kelompok must bisa melakukan ini. Mereka membangun sebuah ruangan di dasar gua! Ruangan yang sangat besar pula!

Aku berjalan memasuki ruangan dalam gua itu tanpa menunggu Dust. Di depanku terlihat beberapa sofa busa yang diletakkan sembarangan secara menyebar di seluruh ruangan. Di bagian ujung ruangan terlihat televisi kecil dilengkapi dengan perlengkapan VCD player dibawahnya. Di dinding-dinding gua, beragam senjata mulai dari tongkat kayu (?) Sampai sebuah kapak digantung dengan ceroboh. Saat aku memijakkan kakiku di lantai gua, ujung sepatuku bertubrukan dengan kantong keripik yang sudah kosong. Sampah makanan dan minuman tersebar di seluruh lantai ruangan ini. Dan bukan itu saja masalahnya. Aku tidak akan terlalu keberatan jika makanan itu makanan sehat dan bergizi.

Masalahnya semua sampah ini berupa junkfood dan minuman bergula tinggi seperti soda dan yang lainnya.

Maksudku, ayolah....

Hanya itu yang terdapat di ruangan gua yang awalnya terlihat menakjubkan ini.

Aku berbalik dan memelototi Dust yang sekarang telah merebahkan dirinya di salah satu kursi busa di belakang ruangan. Ia telah menanggalkan jubah hitamnya dan sedang berusaha untuk menggigit keripik kentang melempem yang berserakan di lantai.

"Apa-apaan Dust?? Ini markas sebuah kelompok hunter?" seruku sambil menunjuk ruangan ini.

"Hmm? Yeah, ada yang salah?" Ia telah berhasil menggigit keripik itu dan sedang berusaha untuk menelannya sekarang.

"Tentu saja! Dimana dapurnya?! Di—"

Dust memotong omelanku dengan menunjuk kulkas dan kompor kecil di sebelah kiriku. Aku melirik "dapur" yang Dust sebut itu dan menghela napas dengan pasrah.

"Ok, kalau begitu, dimana toiletnya? Bagaima—"

Lagi-lagi Dust memotongku dengan menunjuk sebuah pintu kecil di kananku yang belum kulihat sebelumnya. Aku mendengus kesal saat ia menyunggingkan senyum liciknya. Seakan-akan ia tahu ia pasti akan bisa menyangkal semua keluhanku tentang keterbatasan markas ini.

Memutuskan untuk tidak mau kalah, aku pun melanjutkan argumenku. "Dimana tempat untuk latihan bertarung? Tempat rapat kelompok? Bagaimana dengan ruang rekreasi da—"

Kali ini bukan perkataan Dust yang memotong ucapanku. Melainkan sebuah keripik yang baru saja diarahkan ke wajahku namun agak meleset karena aku menelengkan kepalaku tadi. Ujung keripik itu telah menggores sisi kiri pipiku dan sekarang keripik itu menancap di dinding gua belakangku.

Sebuah keripik membuat pipiku berdarah. Apa-apaan.

Aku menggeram ke sosok Dust yang masih bersantai di sofa busanya. Bersiap-siap mengambil kaleng soda di lantai untuk kulemparkan ke muka arogannya saat tiba-tiba sosok seorang perempuan dengan kulit seputih salju menampakkan dirinya hanya beberapa senti di depan wajahku.

Aku menjerit dengan histeris lalu secara refleks melayangkan kepalan tanganku ke wajah pucatnya.

Plaakk!

Perempuan itu melenguh kesakitan dan terjungkang ke belakang dengan gaduh.

Di depanku, Dust meraup semua keripik tadi dengan tampang yang serius seperti sedang menonton suatu pertunjukan atau semacamnya.

Aku buru-buru menghampiri perempuan yang terduduk di lantai itu untuk membantunya berdiri.

"Astaga! Maafkan aku! Apakah kau—"

"JANGAN SENTUH AKU!" bentaknya sambil menyentakkan tanganku yang tadi menyentuh bahunya.

Aku mundur selangkah dengan kikuk. Kulirik Dust untuk meminta penjelasan akan penampakan tiba-tiba dari perempuan ini. Dust menelan keripik terakhirnya dan berdiri dari sofa busa. Ia menghampiriku  dan si perempuan putih yang sekarang telah berdiri dan sedang mengelus pipinya yang kutonjok.

Secara tidak sengaja tentunya. Hehe...

Dust menepuk bahu perempuan itu dengan gestur friendly.

"Sam, perempuan yang baru saja kau serang pakai keripik favoritku ini, adalah Kaitley Summer. Anggota baru Must."

Perempuan yang dipanggil Sam itu memelototiku. Lalu entah apa yang merasukinya, ia meludah ke sepatuku.

"Yang benar saja! Pertama, kita dilecehkan oleh orang-orang akademi ini dengan dikucilkan ke kelompok ini. Sekarang gadis ini mereka buang ke kelompok kita juga?! Merepotkan saja!"

Setelah amukan singkatnya itu, Sam berbalik ke dalam gua. Ia menyenggol tubuh tiga orang lelaki yang ternyata sedang berdiri dekat bukaan gua sedari tadi. Salah satu dari mereka—seorang lelaki jangkung berkacamata besar dan berambut gondrong menatapku dengan sinis sebelum mengejar Sam ke dalam gua.

Kedua lelaki sisanya berjalan menghampiri kami dengan lesu. Salah satu dari mereka, yang berbadan gempal dan memiliki bulu badan yang cukup banyak di seluruh tubuhnya, menyodorkan tangannya untuk berkenalan denganku.

"Hai Kaitley. Mohon dimaklumi saja kelakuan Sam. Ia memang tidak pernah suka dengan kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh akademi ini. Oh iya, namaku Grodomos F. Kau bisa memanggilku Gro. Senang bertemu denganmu," sapanya sambil menyunggingkan senyum yang ramah.

"Memangnya ada yang pernah suka?" Celetuk seseorang. Aku memiringkan kepalaku untuk melihat seorang lelaki kerdil berjenggot dengan rambut keribo merah yang menyembul keluar dari topi kerucut berwarna merah menyala—yang terlihat sangat aneh di kepalanya, dari balik si gempal Gro. Mulutnya yang lancip mengerut saat ia memerhatikanku dari atas sampai bawah.

"Huh... Jadi kau seorang hybrid? Cukup unik. Walaupun kau terlihat seperti seorang amatir, aku harus bilang aku cukup kagum." Cicitnya. Ia lalu pergi untuk mengambil remote tv tanpa memperkenalkan diri padaku.

"Hahaha, dasar si Joe memang suka ngelantur. Abaikan saja dia."

Gro kembali mengambil alih pembicaraan. Ia merangkul bahuku dan mengajakku duduk di sebuah sofa busa paling terbesar dan penuh sampah yang ada di ruangan ini. Aku meringis jijik saat merasakan pantatku bersentuhan dengan sesuatu yang lembek di sofa.

Uhh...aku harus segera membuang baju ini setelah pergi dari tempat ini.

"So, Kaitley, bagaimana perasaanmu setelah mengetahui bahwa kau adalah setengah demon? Apakah kau merasa senang? Sedih? Marah? Bahagia?" Tanyanya dengan bersemangat.

Aku tersenyum dengan ragu-ragu sambil menggeserkan pantatku agar tangan Gro terlepas dari bahuku.

"Uhh....aku bahkan belum sempat memikirkan  hal itu. Semua ini terasa begitu tidak nyata dan membingungkan," kataku malu-malu.

"Yah aku bisa bayangkan. Maksudku, kau adalah hybrid demon-hunter pertama sejauh ini. Bayangkan saja rasanya," kata Dust yang tiba-tiba terlihat tertarik dengan pembicaraanku dan Gro. Ia menarik sofa busanya ke depan kami.

"Jadi, mana sisi yang akan kau pilih Kait? Apakah kau akan bergabung dengan para demon untuk menaklukkan dunia ini atau bergabung dengan para hunter untuk menyelamatkan dunia dengan klise?" cerocos si mulut lancip yang namanya telah kulupakan tadi. Sekarang ia ikut-ikutan menarik sofa busanya untuk duduk didepanku. Aku dapat mendengar suara TV yang telah ia lupakan di sudut lain ruangan.

"Namanya Joe, Kaitley." Kata Dust tiba-tiba. Aku menepuk dahiku. Bertanya-tanya dari semua orang yang bisa membaca pikiran, kenapa harus orang dingin seperti Dust yang memiliki kemampuan ini.

"Ah...ok. Dan untuk menjawab pertanyaanmu Joe, kenapa kau berbicara tentang hunter seperti mereka adalah musuhnya? Kau kan juga seorang hunter."

Aku menatap ketiga lelaki dihadapanku dengan sedikit rasa curiga ketika melihat ekspresi mereka berubah menjadi sedikit suram.

"Kami bukanlah hunter sepenuhnya Kait. Kami hanyalah kriminal-kriminal buangan yang diletakkan di akademi ini agar bisa menjadi seorang hunter," gerutu Gro. Ia menghela napas dan merebahkan punggungnya di sandaran sofa busa sambil menutup matanya.

"Kriminal?? Kalian pernah melakukan suatu kejahatan?" tanyaku penasaran.

Kali ini Dust yang menjawab. "Tidak. Kaum kamilah yang membuat kami dianggap sebagai kriminal. Kaum kami memiliki kekerabatan yang dekat dengan kaum demon,"

Joe mengangguk setuju. Ia mengeluarkan suara tupainya lagi. Kali ini jumlah kesinisan dalam perkataannya lebih rendah. "Benar. Contohnya, Sam adalah seorang vampire. Keluarganya dulu dibunuh oleh para hunter. Itu sebabnya ia membenci akademi ini."

Aku membuka mulutku dengan tidak percaya. "Apa?? Kukira hunter hanya memburu demon?"

"Hunter zaman dulu berbeda dengan hunter yang sekarang kau kenal Kait. Dulu mereka membunuh mahkluk apapun yang berkekerabatan dekat dengan kaum demon," gumam Gro. "Lelaki berkacamata yang mengejar Sam tadi? Namanya R. Dan ia adalah gargoyle."

Ok. I did not expect that....

"Kalau aku gnome." Tambah Joe.

Aku menatapnya dengan tidak percaya. "Gnome?? Apa hubungannya gnome dengan demon?" Ia memutar matanya mendengar pertanyaanku.

"Mungkin karena muka kaum kami yang terlihat seperti orang yang belum BAB selama setahun. Entahlah," ucapnya dengan sarkastis.

Aku ingin sekali tertawa mendengar perkataannya. Tetapi sepertinya situasinya kurang pas. Jadi aku memutuskan untuk mengangguk-anggukkan kepala.

Semoga saja gesturku yang dibuat-buat ini terlihat meyakinkan di mata Joe.

"Bagaimana denganmu Gro?" Tanyaku pada lelaki gempal di sebelahku. "Kau sendiri apa...siapa...?"

Gro menyunggingkan giginya yang tajam dan bertaring padaku. Irisnya yang berwarna hijau lumut perlahan luntur menjadi kuning. Bulu-bulu cokelat di tubuhnya tumbuh dengan lebat—menutupi mukanya.

Hidungnya memanjang kedepan membentuk sebuah moncong. Tidak lupa pula, telinganya yang menjadi panjang dan lancip.

Gro adalah seorang werewolf.

Aku meloncat dari sofa dan berlindung di belakang Dust melihat sosok transformasi Gro yang terlihat super mengerikan. Jika tadinya kau membayangkan sosok Gro yang gempal sebesar Shreek, kau boleh bayangkan sosok werewolfnya sekarang terlihat seperti Homo erectus kaum Shreek.

Kau mengerti maksudku?

Bayangkan Shreek Zaman Purba. Bayangkan akan sebesar apa Shreek di Zaman Purba.

Gro berdiri dari sofa dan mendekatiku sambil memamerkan gigi-geliginya.

"OKAY AKU MENGERTI. Kau adalah seorang werewolf! Tolong jangan bunuh aku!" seruku yang sekarang menggunakan tubuh Dust sebagai tameng.

Gro mengeluarkan raungannya yang terdengar seperti tertawa...? Entahlah. Yang pasti beberapa detik kemudian ia telah kembali ke tubuh manusianya dan sekarang, aku terpaksa menutup mataku agar aku tidak perlu melihat tubuh telanjang Gro selagi Joe mengambilkan si werewolf ini baju ganti.

"Gro, tolong sebelum kau akan berubah, tanggalkan dulu semua pakaianmu. Bisa-bisa anggaran kelompok kita habis jika kau terus merusak bajumu setiap kali kau berubah." Omel Dust sambil memunguti robekan baju Gro dibawah.

"Ehem...aku sudah bisa membuka mata sekarang?"

"Hahaha...tentu saja boleh Kait. Aku sudah memakai baju dari tadi kok," kata Gro sambil tertawa. Disebelahnya Joe tersenyum licik menatapku. Puas karena ia berhasil membuatku menutup mataku selama 15 menit seperti orang bodoh.

"Sebelum kau bertanya lagi kenapa seorang werewolf yang dihormati di kalangan hunter bisa ada di kelompok ini Kait, aku akan menjelaskan duluan kepadamu." Gro mengatakan itu sembari mengunyah sisa pizza yang baru saja ia temukan di pinggir sofa.

"Singkat saja ya, jadi intinya aku tidak sengaja membunuh salah satu hunter karena melindungi adik Sam."  

Sebelum aku sempat menjawabnya, Gro lagi-lagi berbicara.

"Nah, kalau Dust adalah seora—"

"KAITLEY!"

Sebuah suara lelaki yang akrab di telingaku memotong obrolan kami. Aku menoleh dan hampir tidak dapat mempercayai mataku sendiri melihat sosok yang sekarang berdiri dihadapanku dengan tongkat bercahaya di tangannya.

Aku berdiri dari sofa sambil tersenyum lebar. Dust mendengus di dekatku. Tapi aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.

Kuhampiri lelaki itu dengan rasa lega yang luar biasa.

"Dean! Apa yang kau lakukan disini?"


                              ****


Glossary:

Hybrid: mahkluk hidup hasil percampuran dari 2 jenis mh lainnya.

Gnome: Bangsa makhluk legendaris yang berukuran sangat kecil dan hidup di bawah tanah. Gnome merupakan makhluk supernatural yang hidup dari unsur tanah. Meskipun kecil, mereka mampu berjalan dengan mudah mengikuti langkah seorang manusia. Mereka biasanya memakai topi kerucut, dan sinar matahari bisa mengubah mereka menjadi batu.

Lumayan miriplah ya sama Joe. Cuma bedanya Joe itu kribo dan lebih muda dari dia. DAN, Joe juga ga sekecil Gnome biasanya ya guys. Mohon diingat. Joe itu ya kira-kira sekurcacilah tapi dia itu Gmome wkwk.

Gargoyle: (udh dijelasin sih di beberapa chap sebelumnya. Tapi takutnya masih pada ga kebayang) pokoknya dia itu patung batu yang berbentuk monster biasanya suka dipasang di gereja2 untuk mengusir roh jahat.



                                ***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro