Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Summer Family

Kaitley menancapkan garpunya ke
sepiring spageti bolognaise kesukaannya dan memutar-mutar pasta tersebut beberapa kali, sebelum menjatuhkannya lagi ke piring. Kemudian ia menekan garpunya dan membagi spageti dalam potongan-potongan kecil sebelum menyodoknya lagi dengan garpu dan lagi-lagi menjatuhkannya ke dasar piring. Ia menatap sepiring spagheti yang sudah tidak beraturan itu tanpa minat.

"Kaitley, berhenti memain-mainkan makananmu!" seru Mrs. Summer tanpa mendongakkan kepala dari makanannya.

Kaitley mendesah dan menaruh garpunya di piring. "Mom... aku tidak lapar. Aku mau ke kamar saja." Gumamnya dengan lesu. Ia beranjak dari kursinya sambil menyeret kakinya menaiki tangga ke lantai atas.

Mrs. Summer tidak menjawab. Ia hanya menatap sepiring spageti itu dengan pandangan kosong.

Ada empat kursi di ruang makan keluarga Summer. Kursi yang satu ditempati Mrs. summer. Diseberangnya, biasa ditempati oleh anak bungsunya, Kaitley. Di sebelah tempat duduk Mrs. Summer, Mr. Summer biasa duduk di situ, sambil membaca koran langganannya. Tapi hari ini hanya 2 kursi yang ditempati.

Kemana orang itu...? pikir Mrs. Summer. Akhir-akhir ini suaminya menjadi lebih pendiam dari biasanya. Ia juga selalu pulang malam dan tidak pernah berbicara dengan istrinya seperti dulu.

Mrs. Summer mengembuskan napasnya dengan frustasi. Ia berdiri dan mengangkat makanan yang dihidangkan di meja makan, lalu membawanya ke bak cuci piring. Untuk pertama kalinya, semangkuk penuh spagheti terbuang. Padahal spagheti adalah makanan kesukaan keluarga Summer.

Spaghetti adalah makanan kesukaan Kaitley dan James.

James....

Mrs. Summer melirik kursi di sebelah kursi Kaitley yang kosong. Dengan sedih mengingatkan dirinya, bahwa kursi itu akan selalu kosong. Besok adalah hari peringatan kematian James.

****

Kaitley terbangun dengan sakit kepala dan perut yang keroncongan. Ia menatap kalender yang bersandar di meja belajarnya. Hari Senin tanggal 1 Oktober. Hari terkutuk.

Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi untuk menyalakan pancuran. Setelahnya ia segera membalut tubuhnya dengan handuk dan menyisir rambutnya yang lembap.

Kaitley menatap wajah ovalnya di cermin. Matanya terlihat lebih kuyu daripada biasanya. Bibirnya yang biasanya merah muda, hari ini terlihat gelap dan pecah-pecah. Kaitley tidak pernah benar-benar menyukai penampilannya. Tidak seperti ibunya yang memiliki rambut cokelat kemerahan yang halus, rambut Kaitley berwarna cokelat gelap dan agak kasar di bagian bawahnya dengan gelombang-gelombang yang tidak beraturan di segala sisi. Kulitnya juga terlalu pucat jika dibandingkan dengan kulit keluarganya. Matanya besar dan berwarna abu-abu pucat seperti kakaknya.

Kaitley mengalihkan pandangannya dari cermin sambil menarik rambutnya keatas dan mengikatnya menjadi model ikat kuda yang sederhana. Ia mengoleskan sedikit lip balm bening untuk bibirnya yang pecah-pecah. Kaitley tidak pernah memakai bedak. Tentu saja. Karena kulitnya sudah menyamai warna bedak itu sendiri.

Ia mengambil dress hitamnya yang digantung di lemari baju dan memakainya. Kaitley menghela napas panjang. Meskipun sudah lebih dari dua tahun, ia masih belum bisa terbiasa dengan ketidakhadiran James.

Biasanya, James akan menggedor- gedor pintu kamar mandinya dengan tidak sabar karena Kaitley memakan waktu terlalu lama. Ia tersenyum pahit mengingat raut wajah James yang kesal. Kakaknya itu terlihat sangat jelek kalau sedang merengut.

Tetapi saat ia tertawa atau tersenyum, wajahnya akan terlihat jauh lebih tampan dari biasanya. Tidak sedikit teman sekelas Kaitley yang memintanya untuk dikenalkan dengan kakaknya. Kaitley masih ingat perkataan terakhir James sebelum ia pergi untuk kuliah ke luar Kota X. Sebelum bencana itu terjadi.

"Jangan senyum-senyum terus ya, Kat, nanti orang kira kamu sinting," candanya.

Dan setelah bertahun-tahun setelah kepergiannya. Kaitley memang tidak pernah tersenyum lagi.

****

Kaitley sedang menuruni anak tangga dengan langkah gontai, saat mendengar suara gaduh dari pintu depan. Ia mendengar suara ibunya yang makin lama makin naik dan suara datar ayahnya. Mereka sedang berdebat.

Masih sempat-sempatnya! pikir Kaitley. Dengan jengkel ia berjalan ke pintu depan dan berdeham.

"Tom! Kamu ini ma–Kaitley!" Seru wanita itu saat melihat anak perempuannya sudah berada di belakangnya dengan rauh wajah jengkel. Mrs. Summer berusaha untuk menutupi emosinya yang sedang melonjak dengan mengalihkan pembicaraan. "Kamu sudah siap?" Tanyanya pada Kaitley sambil tersenyum.

Kaitley tidak merespons perkataan ibunya. Tatapannya diarahkan ke ayahnya yang sedang bersandar di pintu depan dengan tidak acuh. Kaitley sadar hubungannya dengan ayahnya mulai merenggang sejak James meninggal. Dan tidak ada satu pun dari mereka yang setidaknya berusaha untuk memperbaikinya.

Kaitley dan ayahnya saling bertatap-tatapan selama entah berapa lama. Lalu Mr. Summer yang mulai merasa bosan menggerakkan jemarinya untuk memainkan kunci mobil keluarga mereka. Ia lalu menatap istrinya dan berkata,

"Kapanpun kau siap Claire. Pergunakan waktumu."

Mrs. Summer mengerutkan bibirnya. Sadar hanya ia satu-satunya yang belum bersiap-siap, ia bergegas ke kamarnya sambil bersungut-sungut.

****

Hari itu berlangsung begitu lama dan menyiksa bagi Kaitley. Di mobil, orangtuanya meneruskan adu mulut mereka yang terputus tadi, sepanjang perjalanan ke pemakaman umum.

Sesampainya di sana, mereka mendoakan James dan menabur bunga-bunga di atas kuburannya. Kaitley mencabuti rumput-rumput liar di sekitar batu nisan kakaknya dengan penuh kasih sayang. Beberapa menit kemudian, beberapa kerabat dekat keluarga Summer datang berkunjung dan mereka berakhir melakukan sedikit basa-basi. Kaitley yang merasa bosan memutuskan untuk memisahkan diri dari orangtuanya. Ia berjalan ke arah makam James lagi sekadar untuk berdiam diri.

Di sana, ia melihat perempuan dengan rambut pirang keemasan yang familier. Kaitley menghampiri perempuan itu, dan menepuk punggungnya. Perempuan tersebut berbalik dan menyodorkan senyum muramnya pada Kaitley, lalu mendekapnya dengan erat.

Kaitley membalas dekapan sahabatnya dengan sedih.

"Bagaimana keadaanmu, La?" tanyanya pada perempuan berambut pendek tersebut dengan penuh kasih sayang. Lala melepaskan dekapannya dan menatap Kaitley sambil menyelipkan ikal rambut pirangnya di belakang telinga. Ia tersenyum muram dan membalas.

"Harusnya aku yang bertanya begitu padamu, Kait. Bagaimana keadaanmu? Semuanya baik-baik saja?"

Kaitley menatap Lala dan menganggukkan kepalanya walaupun semuanya jauh dari "baik-baik saja". Lala tersenyum puas dan menepuk bahu Kaitley dengan maksud untuk menghiburnya.

"Kau tau kan aku akan selalu ada untukmu? James... James merupakan sosok yang penting bagi kita berdua." Gumamnya.

"Aku tau itu, La. Terimakasih ya."

Sebelum mereka sempat bercakap-cakap lebih jauh lagi, Orangtua Lala menghampiri mereka dan mengajak Lala untuk pulang.

"Sampai bertemu di sekolah." ucap Lala sebelum berjalan pergi.

"Ya..."

Kaitley menyaksikan sahabatnya pergi sambil melambaikan tangannya. Entah kenapa, Kaitley merasa ia tidak akan melihat Lala lagi dalam waktu yang lama.

Kaitley menatap kuburan kakaknya dan menghela napas panjang. Kaitley tahu Lala selalu menyukai James lebih dari siapapun. Apalagi, seminggu sebelum kecelakaan, Lala sudah mengungkapkan perasaannya pada James. Kaitley masih ingat kelakuan James yang salah tingkah saat mendengar pengakuan Lala. Ia menjatuhkan vas bunga di meja sebelum pada akhirnya menerima pengakuan Lala dengan malu-malu.

James dan Lala baru saja menjalin hubungan selama 6 hari. Waktu yang sangat singkat.

Lala dan James tidak bisa bersama karenaku.

Kaitley menggelengkan kepalanya. Berusaha untuk memfokuskan dirinya kembali ke saat ini. Ia segera menghampiri orangtuanya yang sudah menunggu dengan tidak sabar di depan mobil.

Sesampainya di rumah, ia langsung naik ke kamarnya dan menguburkan mukanya ke dalam bantal sambil berharap akan hal-hal yang tidak akan pernah terjadi.

****

Kaitley terbangun akibat rasa laparnya karena melewatkan makan malam. Ia turun dari ranjangnya dan menuruni tangga sambil memikirkan makanan apa yang harus dilahapnya. Pikirannya terputus saat mendengar gerasak-gerusuk dari ruangan di seberang dapur. Ruang kerja ayahnya.

Lampunya masih menyala. Apa yang ia lakukan tengah malam begini..?

Kaitley mengendap-ngendap dan menempelkan telinganya di pintu kayu. Terdengar suara berat ayahnya. Kaitley mengerutkan alisnya.

Dad sedang berbincang-bincang dengan siapa ya kira-kira?

Kaitley menajamkan pendengarannya, dan berusaha mendengarkan dengan khidmat. Ia sadar ayahnya sedang mengucapkan sesuatu secara berulang-ulang dalam bahasa yang tak ia mengerti dengan tergesa-gesa.

Apa apaa-

DUAR!

Kaitley terjengkang dan menatap pintu di depannya dengan ketakutan. Di bawahnya tanah bergemuruh akibat ledakan tadi. Lemari dan barang-barang di koridor berjatuhan ke lantai dengan gaduh. Muncul dengingan di telinganya akibat ledakan yang baru saja terjadi. Kaitley mematung di lantai tempatnya terduduk dengan keringat bercucuran.

Ia tidak tahu apakah harus memeriksa keadaan di dalam untuk mengecek keadaan ayahnya atau membangunkan ibunya untuk kabur dari ayahnya sendiri.

Tunggu...kepalanya berdenyut-denyut. Dengingan di telinganya menjadi semakin menjadi menjadi saat ia menyadari sesuatu.

Mom...

kenapa dia tidak keluar dari kamar untuk memeriksa ini? Memang rumah mereka tidak rubuh—retak pun tidak. Tapi tetap saja suara ledakan dan getaran tadi pasti sudah cukup untuk membangunkan seisi penghuni blok.

Kaitley mengangkat tubuhnya dengan susah payah. Ia memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya. Menahan jantungnya yang serasa akan melompat keluar dari dadanya kapan saja. Tangan kanannya dengan ragu meraba kenop pintu kayu. Ia sempat mundur sedikit saat merasakan hawa panas dari kakinya dan melihat gulungan asap tipis keluar dari celah di bawah pintu. Tapi segera memantapkan niatnya saat mengingat ibunya.

Apa yang sebenarnya terjadi?! Kaitley ingin berteriak dan menendang pintu itu untuk mencari penjelasan.
"Bisakah hari ini bertambah buruk lagi?" desahnya.

Kaitley kemudian memutar kenop pintu dan membuka pintu kayu tersebut lebar-lebar.

****

Frau's note:
Hai guys! Terima kasih sebanyak banyaknya karena kalian mau membaca cerita yang aku buat ini :)

Mungkin memang masih kerasa kurang jelas arah dan tujuan cerita ini. Tapi tenang aja. Semuanya bakal lebih jelas di chapter selanjutnya. Dan aku tau chapter ini kerasa ngebosenin banget tapi janji deh pasti yang selanjutnya bakal lebih bagus dan banyak actionnya.

Jadi, stay tuned ya!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro