⏺️ 42 ⏺️
Tak ada akhir yang menyenangkan bagi Haes-sal. Malaikat itu meringis kesakitan untuk kesekian kalinya. Luka bakar di tubuhnya berhasil menelan seluruh kesenangannya bertemu dengan Hee Young.
“Masih sakit?” Jemari lentik mengusap punggungnya lembut. Tempat di mana sayapnya yang terluka parah mendapat bebatan perban di sana-sini.
Segala dialog yang dihafalnya tentang sentuhan sang kekasih dapat menghilangkan rasa sakit adalah omong kosong belaka. Berkali-kali disentuh Hee Young, tetap saja pedihnya luka tak berkurang. Justru bertambah dengan nyeri lain yang berpusat di pangkal pahanya.
Tubuh sialan! Haes-sal memaki diri sendiri. Di situasi tak kondusif seperti sekarang, bisa-bisanya dia bergairah pada sentuhan si mungil ini.
“Panas,” keluhnya pendek. Punggung tangannya mengusap keringat di pelipis. Otaknya berusaha memunculkan citra seluruh sepupu lelakinya dalam balutan kostum perempuan. Setidaknya hal itu berhasil mengurangi gairah yang serasa hendak meletus.
Hee Young menarik napas panjang. Tanpa menyadari perjuangan kekasihnya menenangkan diri, dia terus membelai lembut tubuh kekar Haes-sal.
“Seharusnya dari tadi kau menunjukkan di mana letak portal menuju Dunia Atas. Kau mau mati di sini, ya? Pengobatan di Bumi tak semanjur di tempatmu. Apa lagi Seok Jung sekarang tak ada di sini. Setidaknya ...."
Ocehan Hee Young terhenti paksa. Haes-sal tak tahan lagi. Dia menarik tengkuk lembut di depannya dan membenamkan bibir di mulut Hee Young yang terbuka.
Wanita itu mengerang, merasakan tangan pria itu menggerayangi kulit lembutnya. Tubuhnya bergerak tanpa diperintah, beringsut mendekati Haes-sal, mendambakan pria itu dengan segala cara. Responnya penuh semangat, sejenak lupa bahwa pria yang memeluknya saat ini tengah terluka parah.
Lengan Hee Young melingkari bahu Haes-sal. Pria itu mengangkatnya sangat mudah ke pangkuan. Secara otomatis, tungkai wanita itu memeluk pinggang Haes-sal. Napas Hee Young memburu dan terasa lembap di pipi Haes-sal. Lenguhannya terpenjara di mulut sang malaikat dan pria itu menyerap semua suara wanitanya.
“Apa karena ini kau tak ingin kembali ke tempatmu?” Hee Young menekankan dahi ke dahi suaminya, berat hati melepas ciuman itu.
“Ya.” Haes-sal kembali melahap rasa manis yang ditawarkan bibir Hee Young. Tangannya hinggap di payudara montok wanita itu, meremasnya lembut, dan memainkan puncaknya yang mengeras. “Tak ada privasi di sana. Aku menghancurkan paviliun, jadi kita terpaksa tidur di rumah induk.”
“Kau—apa?” Hee Young menarik diri. Wajahnya terperanjat kaget.
Haes-sal mengusap bibir bawah Hee Young yang basah dan membengkak. Senyumnya tersungging melihat hasil perbuatannya yang luar biasa.
“Besok kuceritakan. Sekarang kemarilah. Aku ingin menengok si kecil.”
Hee Young mengerjap bingung. Dia membekap mulut sendiri menahan pekikan keras saat tangan kekar Haes-sal merobek bajunya. Pria itu masih punya banyak tenaga meski terluka. Hee Young meringis. Detik berikutnya dia mulai menjejak tangga ke surga dunia saat Haes-sal mengguncang ranjang besar di rumah itu.
Berjam-jam setelahnya mereka berpelukan di atas tempat tidur. Peluh mulai mengering, tapi rasa kantuk tak kunjung menyerang. Bertumpu dengan sikunya, Hee Young melongok ke balik bahu Haes-sal.
“Lukamu mengering,” ujarnya takjub.
Haes-sal membelai punggung telanjang kekasihnya. Dia masih ingin bercinta. Wanita di pelukannya ini bagaikan candu. Sekali saja tak cukup. Sedikit cemburu dengan kehadiran nyawa lain di perut Hee Young, dia akhirnya mengurungkan niat menggapai puncak kenikmatan kedua.
“Aku memang punya kemampuan menyembuhkan diri sendiri.”
“Termasuk sayapmu?” tanya Hee Young penuh harap.
“Sayangnya tidak. Hanya luka ringan saja. Sayapku yang terbakar termasuk luka berat karena diperoleh akibat api dewa.”
“Cheong-he bilang sayap bagi malaikat ibarat nyawa.” Sorot mata wanita itu penuh kecemasan. Jemarinya mencengkeram bahu Haes-sal. “Apa saat ini kau sekarat? Apa kau akan mati?”
Tawa Haes-sal tak terbendung lagi. Malaikat itu terpingkal-pingkal hingga mengeluarkan air mata. Ditariknya Hee Young lebih rapat ke pelukan. Dada lembut istrinya menekan dadanya sendiri yang keras. Haes-sal mengecup puncak kepala wanita itu.
“Bukan begitu cara kerjanya, Chagiya. Sayap lebih ke harga diri. Malaikat dengan sayap tak sempurna cenderung tak berguna di Langit. Malaikat yang lain akan mencemoohnya.”
“Apa itu juga akan terjadi padamu?”
Haes-sal merenung cukup lama. Pada akhirnya dia menggelengkan kepala. “Tidak, aku pasti akan melawan semua cemoohan itu. Sayapku memang tak akan bisa kembali pulih seperti dulu. Api putih Dewa Danung bersifat destruktif. Tapi ....”
“Tapi?” Hee Young mendesak tak sabar.
“Tapi tidak akan ada malaikat yang berani menghinaku.” Haes-sal meneruskan ucapan. Dielusnya barisan alis lebat Hee Young yang melengkung sempurna. Harum tubuh wanitanya kembali melenakan.
Haes-sal berdeham sebelum bicara lagi. “Kemampuan terbangku memang dipastikan menurun. Namun, aku punya kemampuan lain yang masih diperhitungkan.”
Haes-sal menunjuk kepala dan tangannya. “Aku punya banyak kemahiran yang masih belum tertandingi. Terbang hanyalah salah satu dari sekian banyak keahlian yang kumiliki.”
“Memanah?”
“Aku paling jago di militer Dunia Atas. Itu sebabnya aku sering menyamar jadi atlet panahan di Bumi.” Haes-sal menyeringai.
Malaikat itu memang selalu menyamar sebagai ahli panah setiap turun ke Bumi. Zaman dahulu sebagai pemburu dengan kemampuan memanah yang mengantarkannya jadi manusia kaya. Zaman sekarang dia menjadi atlet yang merambah ke dunia seni peran.
Sangat menyenangkan berhasil membodohi semua orang. Hingga dia bertemu Hee Young. Wanita itu membuat Haes-sal mulai enggan melakukan penyamaran apapun. Dia ingin menjadi diri sendiri di hadapan istrinya.
Hee Young merapat ke tubuh hangat Haes-sal. Saat itu sudah melewati tengah malam. Suasana di luar sangat sepi. Penghujung musim gugur mengirimkan sinyal udara dingin ke penghuni bumi. Deru angin kencang beberapa kali terdengar meniup jendela. Dirinya merasakan damai dan tenang seolah berada di pelukan alam.
Ditopangkannya dagu ke lekukan bahu suaminya. Hidungnya menghidu aroma maskulin yang sangat didambakannya. Sedikit tersentak kaget, dia menunduk kala telapak besar Haes-sal mengelus perutnya.
“Dia baik-baik saja.” Suara pria itu tercekat. Dia memagut lembut bibir Hee Young. Binar kebahagiaan terpampang jelas di netra emas itu. “Terima kasih sudah menjaganya untukku, Chagiya.”
“Bolehkah aku merawatnya di Bumi?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa Hee Young kendalikan. Lalu dia tertegun.
Di hadapannya Haes-sal menunjukkan ekspresi tak terbaca. Pria itu hanya mengelus perut Hee Young yang masih datar.
“Apa yang kau minta agar mau tinggal di Dunia Atas?” Haes-sal membalik pertanyaan.
“Kau ingin aku tinggal bersamamu di kayangan?” Wanita itu memastikan.
Haes-sal menggeleng. “Aku ingin keputusan itu datang sendiri dari hatimu, Hee Young. Aku sudah lancang mengubahmu menjadi imortal. Ke depannya, aku tak akan memaksakan apapun lagi.”
“Ah, sayang sekali. Padahal aku suka dipaksa.” Hee Young pura-pura kecewa.
Alis Haes-sal sedikit terangkat. Wanita di pelukannya tersenyum malu-malu.
“Akan kupikirkan permintaanmu. Beri aku waktu, oke? Setidaknya kita harus mengesahkan pernikahan ini di duniamu.” Hee Young membuat pola abstrak di dada suaminya.
“Apa kau sedang melamarku?” goda Haes-sal.
Hee Young cemberut. Dia bergerak melintasi tubuh Haes-sal, membuka laci nakas, dan mengeluarkan kotak beledu mungil berwarna biru gelap.
Haes-sal terbelalak. Apa lagi saat tubuh mungil dan hangat itu mengangkanginya di atas. Pemandangan Hee Young yang polos tanpa selembar benang pun kembali membangkitkan gairahnya. Malaikat itu menelan ludah, sejenak lupa keberadaan benda di tangan kekasihnya.
“Apa benda ini kau beli untuk melamarku, Haes-sal?” Hee Young membuka kotak di tangannya. Sebentuk cincin berlian berpotongan cushion terselip di tatakan. Kilaunya cemerlang di kamar remang-remang itu.
“Astaga, aku lupa,” desah Haes-sal.
Hee Young terkikik geli. Diambilnya cincin dari kotak dan mengenakannya sendiri.
“Aku bersedia menjadi istrimu, Jenderal Haes-sal. Sekarang bolehkah aku meminta satu hal darimu?”
“Apa itu?”
Hee Young meraih tangan Haes-sal yang mencengkeram pinggulnya dan menggenggamnya erat. Dikecupnya setiap buku jari pria itu seolah memantrai dengan segel cinta. Lalu mencondongkan badan ke depan dan memberi ciuman penutup di bibir Haes-sal.
“Malaikatku yang paling tampan dan baik hati, bersediakan kau menjadi suamiku?”
~~oOo~~
Uwuuu ... Haes-sal dilamar! 😍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro