Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

⏺️ 30 ⏺️


“Yang Mulia Hwanung, aku harus menolong Hee Young.” Dewi Hea berderap memasuki perpustakaan. “Dia dalam kesulitan. Cheong-he mempersulit kehidupan gadis itu.”

“Kita tak boleh ikut campur urusan manusia, Dewiku.” Hwanung menutup bukunya dan duduk bersedekap. Tatapannya teduh, kontras dengan ekspresi garang yang ditampilkan sang istri.

“Tapi Cheong-he sudah mencampuri urusan manusia,” balas dewi itu sengit.

Hwanung menghela napas panjang. “Dangun sudah mengurus istrinya, Dewi Hea.”

“Dangun hanya makin memperkeruh suasana.”

Alis Hwanung terangkat tinggi. Senyumnya jenaka. “Lalu, apa yang ingin kau lakukan, Dewiku?”

“Beri aku izinmu, Yang Mulia. Aku akan membantu pasangan itu bersatu.”

Hwanung menarik Hea penuh kasih. Didudukkannya dewi cantik itu di pangkuan. Tangannya mengelus rambut berombak Hea.

“Tak perlu melakukannya, Dewiku,” Hwanung tersenyum. “Haes-sal dan Hee Young mampu mengatasi masalah mereka. Kita harus memercayai mereka.”


~~oOo~~


Hee Young perlahan membuka mata. Rasa pening luar biasa menghantam kepalanya. Dia mengerjap-ngerjap, berusaha menetralkan ruangan yang berputar. Bibirnya meloloskan rintihan keras. Sensasi panas yang berputar-putar dalam tubuh seolah menggedor keluar. Hee Young langsung diserang gelombang panik saat menggeliat dan merasakan tubuhnya tertahan sesuatu.

“Sudah sadar, Hee Young?”

Suara berat itu dikenalnya. Bulu kuduknya merinding saat menoleh. Pandangannya bertumbukan dengan dua sosok yang tengah berdiri di ujung tempat tidur.

“Yong Jin? Dong Wan?” Suara Hee Young serak. Tenggorokannya luar biasa haus. Dia menggeliat lagi dan terkejut menyadari dua tangannya terikat erat di kepala ranjang.

Tawa memuakkan terdengar dari dua lelaki itu. Mata Hee Young panas. Otak cerdasnya berhasil menganalisis situasi dengan cepat.

“Kalian menjebakku?” tanyanya pedih.

“Mau bagaimana lagi, Hee Young? Kau menolak diriku.” Yong Jin mendekat. Buku jarinya menyusuri kulit halus perempuan itu.

Hee Young menggigil. Sentuhan Yong Jin ibarat es yang meleleh di tubuh panasnya. Dia mendambakan lebih banyak. Denyutan familiar mulai terbentuk di bagian tubuhnya yang sensitif. Dia kembali mengerang saat Yong Jin menggoda puncak dadanya yang mengeras.

“Tubuhmu molek, Hee Young. Sayang, enam tahun ini kau terus menutupinya dengan baju-baju membosankan itu.”

Hee Young menggigit bibir. Dia mendambakan sesuatu yang aneh. Panas dari dalam tubuhnya sangat menyiksa.

“Kita coba dia dulu, Yong Jin.” Dong Wan berceloteh. “Sebelum para tamumu datang.”

“Kau masih sama bodohnya dengan yang dulu.” Yong Jin menampar kepala temannya. “Mereka tak akan mau menggarap Hee Young jika ada jejak kita tertinggal di sana. Biar mereka pakai dulu, kita belakangan saja.”

Perempuan itu tahu ada sesuatu yang janggal. Dia bertanya susah-payah di tengah kabut emosi yang menyelubungi kepala.

“Apa yang kau bicarakan? Apa yang kalian lakukan padaku?” Napas perempuan itu tersengal-sengal. Tungkainya bergerak-gerak gelisah. Dia bisa merasakan pandangan lapar dua lelaki di dekatnya. Meski merasa jijik, tapi raganya mengkhianati.

Hee Young merasakan kasur di sebelahnya melesak. Dua lelaki itu sama-sama duduk di sampingnya. Dia tak kuasa memprotes saat tangan Dong Wan mulai meremas payudaranya.

“Aku minta maaf, Hee Young,” Yong Jin berkata lembut. “Tapi aku terpaksa melakukannya. Aku butuh peningkatan karier dan ini satu-satunya jalan tercepat.”

Hee Young merasakan sepasang tangan menggunting sisa kain yang tertinggal di tubuhnya. Dia mendepak-depak keras berusaha menghindar, tapi gerakannya sia-sia. Hembusan udara dingin dari mesin penyejuk udara membuatnya menggigil.

“Keparat kau, Dong Wan! Berhenti!” Hee Young memaki keras.

“Para tamu Yong Jin ingin memeriksa tubuhmu dulu, Hee Young.” Lelaki itu menyeringai licik. “Aku sedang mempercepat prosesnya. Daripada mereka yang menelanjangimu, lebih baik aku yang melakukannya.”

“Yong Jin?” Hee Young menoleh pada sahabatnya. Saat bersirobok dengan tatapan licik yang sama, dia tahu tak akan pernah ada bantuan untuknya.

“Apa kau tak penasaran siapa yang merekam videomu di masa sekolah?”

Hee Young mencelus mendengar pertanyaan aneh itu. Yong Jin melanjutkan perkataannya.

“Aku yang melakukannya, Hee Young.”

Hee Young terbelalak. Tubuhnya terkesiap mendengar fakta itu.

“Aku yang menjebakmu,” kata Yong Jin santai. Seringainya tak menampakkan rasa bersalah sama sekali. “Kubujuk Seo Joon untuk membuatmu mabuk, lalu membawamu ke hotel. Aku yang memerawanimu lebih dulu. Baru dia melakukannya agar kau tak curiga padaku.”

“Kau yang merekamku?” Hee Young masih tak percaya pengakuan lelaki itu. Lebih tak percaya lagi kala mendengar sahabat yang sangat dipercayainya tega memerkosa dirinya dengan keji.

“Tentu saja! Memangnya sepupu bodohmu itu mau melakukannya? Melihatmu telanjang saja sudah membuatnya jadi binatang. Aku sampai harus meninjunya agar bisa mengendalikan nafsu.”

Hee Young melontarkan tatapan marah pada sepupunya. Kim Dong Wan. Lelaki muda yang telah memerkosanya di video bertahun silam. Dia tak menyangka si berengsek itu ternyata berkawan dengan Yong Jin. Akhirnya dia mengerti mengapa Yong Jin bisa menjadi brand ambassador untuk perusahaan Dong Wan.

“Ke mari, Dong Wan!” Hee Young berkata lirih.

Dong Wan merundukkan badan. Detik berikutnya jeritan marahnya terdengar disusul tamparan keras di pipi Hee Young.

“Jalang sialan! Beraninya kau meludahiku!”

Hee Young melontarkan tatapan menghina. “Itu bahkan belum cukup membayar semua kesalahanmu. Kau memerkosaku, membuatku jadi bulan-bulanan semua orang. Orang tuamu juga sama berengseknya! Kau pernah memikirkan bagaimana perasaanku saat Paman menyuruhku bersembunyi?”

Dada Hee Young naik-turun didera amarah. Bahkan setelah enam tahun, ingatan itu masih tetap segar di ingatannya. Paman Kim, orang yang telah mengasuhnya setelah orang tuanya sendiri meninggal, memerintahkannya agar bersembunyi. Hee Young harus tak terlihat oleh siapapun, tak boleh menonjol, tak boleh menjadi perhatian publik.

Itu semua demi masa depan anak satu-satunya yang cemerlang. Nama baik Dong Wan tak boleh tercemar. Paman Kim tega mengorbankan keponakannya untuk menyelamatkan anaknya sendiri.

Memuakkan! Mata Hee Young berapi-api. Setelah perintah itu, Hee Young angkat kaki dari rumah megah pamannya dan tinggal di apartemen kumuh berharga sangat murah. Dia mulai menutup diri dari pergaulan dan membungkus tubuhnya dengan pakaian serba gelap.

Awalnya karena dorongan ketakutan pada ancaman sang paman juga tatapan-tatapan tak senonoh yang harus diterimanya tiap hari. Lambat laun Hee Young menemukan kenyamanannya sendiri. Kostum serba gelapnya adalah perisai dari dunia luar.

Hingga dia bertemu Shou.
Hee Young tersentak. Sosok Shou memberinya suntikan semangat. Dia menarik-narik tangan dan meringis. Pergelangannya nyaris teriris borgol besi yang terhubung dengan tiang di kepala tempat tidur.

“Yong Jin, lepaskan aku!” Hee Young memohon.

Lelaki itu menggeleng. “Tidak bisa, Hee Young. Maafkan aku. Orang-orang yang menginginkanmu hampir datang.”

“Siapa yang menginginkanku?” tanyanya menyelidik.

“Para produser dan pemegang saham.”

Hee Young terkejut. Jawaban Yong Jin berbentuk jamak. Ada berapa orang yang terlibat?

“Kau menjualku?” Dia menjerit tak percaya.

“Peran yang mereka tawarkan sangat penting untukku, Hee Young. Dan kompensasinya masih bisa kutolerir.”

“Dengan menjualku?” Hee Young menyembur murka.

“Hanya menemani mereka semalam. Itu tak sulit.” Yong Jin menelengkan kepala. Kilasan rasa bersalah terpercik di netra gelapnya, tapi dengan cepat menghilang. Dia sudah memantapkan pilihan. Tak ada jalan mundur.

“Mungkin kau akan sedikit mengalami kesakitan.”

Hee Young mendapati Dong Wan mendekat dengan segulung tali tambang di tangan. Perempuan itu meronta-ronta panik.

“Tidak! Jangan!”

“Tenanglah, Hee Young. Mereka suka bermain simpul. Ini tak akan menyakitimu jika kau diam.”

Sepasang tungkai langsing itu menendang-nendang putus asa. Hee Young menjerit saat Yong Jin menahan kedua kakinya. Lalu Dong Wan mulai melilitkan tali ke pergelangan sepupunya.

Air mata mengalir deras di pipi Hee Young. Suaranya mulai serak karena terus-menerus menjerit. Namun, tak ada seorang pun yang datang menolong. Pergelangan tangannya sendiri mulai teriris pinggiran borgol. Dia mengabaikan rasa perih dan panas yang muncul dari luka-lukanya.

Hee Young terbelalak dan spontan menggeleng kuat-kuat saat Dong Wan kembali mendekat. Di tangannya tergenggam bola kecil yang terhubung dengan tali kulit. Lelaki itu mencengkeram kepala Hee Young yang terus bergerak liar dan menempatkan bola di mulut perempuan itu. Jeritan Hee Young sontak teredam.

“Bagaimana?” Dong Wan mengamati tubuh sepupunya yang bersimbah peluh. Hee Young telanjang bulat, tak berdaya, dan masih bergerak-gerak. Gairahnya terbangkitkan dengan cepat.

“Tahan dirimu, Bodoh!” Yong Jin memukul kepala temannya. “Dia akan jadi milik kita setelah tamu-tamuku selesai.”

“Kapan mereka akan datang?” Dong Wan mengeluh. Celananya sudah sesak menuntut pelepasan.

“Seharusnya sekarang sudah datang.” Yong Jin melirik arloji. “Aneh, mereka sendiri yang memaksaku tak boleh telat. Ini sudah sepuluh menit lewat dari waktu yang dijanjikan.”

Yong Jin bergerak ke arah pintu. Selasar kecil menuju pintu keluar itu gelap gulita. Lelaki itu mengernyit.

“Apa lampunya rusak?” Yong Jin keheranan. Lampu otomatis yang mengikuti sensor panas tubuh seharusnya menyala terang saat dia mendekat. “Besok kusuruh pengurus gedung memperbaikinya.”

Yong Jin menyimpan protesnya dalam hati. Gedung apartemen mewah yang dibelikan Sora seharusnya tak memiliki kendala teknis. Wanita itu menyuruhnya membawa Hee Young ke sini karena sistem penjagaan dan privasi yang sangat ketat. Cocok untuk rencana gilanya kali ini.

Ujung-ujung bibir lelaki itu terangkat tinggi. Seringai sekejam serigala terbentuk di wajahnya. Membayangkan Hee Young menjerit sekeras mungkin tanpa ada yang menolong, membuatnya bersorak senang. Sora telah memerintahkan orang untuk menambah peredam suara di kamar. Meski tembok tebal apartemen ini saja sudah mampu menyerap suara sekeras apapun.

Sora tak ingin rencananya gagal dan Yong Jin setuju.

Tangannya memutar kenop pintu. Daun pintu itu sedikit berat terbuka.

“Apa pintu ini macet?” Yong Jin mendorong dengan bahunya. Seperti ada yang mengganjal di bagian luar. Saat celah yang terbentuk cukup lebar untuk menyusupkan kepala, Yong Jin melongok keluar.

“Astaga!” serunya keras.

Dia memekik kesakitan kala daun pintu itu bergerak menutup, menjepit kepalanya hingga tak bisa bergerak. Tangannya menggedor-gedor panik.

“Tolong! Tolong aku!”

Namun daun pintu itu malah menggencetnya sangat erat. Mata Yong Jin terbeliak lebar. Pandangannya bergantian memelototi onggokan tubuh para tamunya yang terkapar di lantai. Entah pingsan atau bahkan sudah mati. Lampu-lampu di koridor pun tak menyala hingga kesan menakutkan makin meremas hati.

“To—tolong.” Suara Yong Jin melemah. Matanya nyaris meloncat keluar dengan gurat kemerahan tercetak di sklera. Otot-otot lehernya menegang. Jepitan daun pintu di batang lehernya mulai memblokir jalan udara ke paru-paru.

Yong Jin bernapas susah-payah. Tenaganya mulai menghilang. Detik-detik terakhir harapannya timbul saat ekor matanya melihat kedatangan sesosok jangkung.

“Tolong ... aku ...,” pinta Yong Jin.
Namun Haes-sal tak menuruti keinginan manusia di depannya. Tangannya menjentikkan gaenari. Rantai cahaya itu berpendar terang sebelum menyabet kepala Yong Jin.
Sedetik setelah terkena senjata Haes-sal, suara manusia itu menghilang. Tubuh Yong Jin menggelosor ke lantai. Matanya terbuka lebar, tapi tatapannya hampa. Identik dengan lima pria lain yang sudah bertumpuk-tumpuk di depan pintu apartemen.

Tatapan Haes-sal berhenti sangat lama kepada Yong Jin. Ekspresi tanpa emosi miliknya tak selaras dengan keheranan yang meluncur dari bibir.

“Jiwa palsu?” Haes-sal menelengkan kepala. “Jadi selama ini bukan dirimu sendiri yang berada di tubuhmu? Siapa yang sudah mencuri jiwamu, Park Yong Jin?”


~~oOo~~

Puas rasanya bisa "membunuh" karakter Yong Jin. Author benci dia. 😒



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro