⏺️ 27 ⏺️
Berita menyebar sangat cepat. Lajunya bahkan mengalahkan kecepatan pesawat tempur. Dalam sekejap, viralnya Sora yang dirundung pendukung Shou berganti dengan topik lain. Kali ini Hee Young menggantikan aktris cantik itu merajai kata kunci populer di jagat maya.
Seorang tokoh anonim menyatakan bahwa Kim Hee Young tak sesuci persangkaan orang-orang. Perempuan itu menutupi kedok asusilanya dengan sempurna. Meski tak ada video tersebar, tapi pernyataan sang tokoh anonim telah dianggap sebagai bukti tak terbantahkan.
Kim Hee Young adalah aktris porno di masa sekolah. Seluruh videonya telah dihancurkan oleh sang suami untuk menutupi aib sang istri. Namun, kebenaran harus diungkap karena tokoh anonim itu merasa publik tak berpihak pada Sora. Dia—sang anonim—menyatakan diri sebagai pihak yang pernah merekam adegan ranjang Hee Young remaja.
Begitulah pernyataan seorang lelaki yang diunggah oleh portal gosip ternama Korea Selatan.
~~oOo~~
Hee Young mengetuk pintu kamar inap di hadapannya. Hening. Tak terdengar balasan. Memberanikan diri, dia menggeser pintu dan melangkah pelan.
“Bibi?” sapanya lirih.
“Suster, kaukah itu? Bisakah kau ubah letak infusnya? Tanganku terus kesakitan sejak tadi.”
Hee Young menunjukkan diri di hadapan Nyonya Park. Wanita paruh baya itu langsung mengerut seolah-olah jijik.
“Mau apa kau ke sini?” tanyanya gusar. “Sudah kubilang jangan menemuiku lagi!”
Bentakan yang sama yang pernah didengarnya saat mengantar undangan pernikahan dulu. Hee Young tersenyum kecut. Sejak orang tuanya meninggal dan dia diasuh keluarga pamannya, perlakuan Nyonya Park berubah drastis. Wanita itu menampilkan kebencian yang tak ditutup-tutupi.
“Kata Yong Jin, Bibi sedang sakit. Aku membawa buah-buahan ini untuk Bibi.” Hee Young bergegas meletakkan sekeranjang besar buah ke nakas.
Secepat tibanya, secepat itu pula Nyonya Park membanting keranjang. Buah-buah menggelinding berantakan ke berbagai arah. Kesiap tertahan Hee Young dibalas dengkusan jengkel wanita itu.
“Sudah kubilang jangan menemui Yong Jin lagi!”
“Bibi, jangan marah-marah. Penyakit Bibi bisa kambuh lagi.” Hee Young membujuk Nyonya Park yang mulai naik pitam.
“Aku bisa mati jika terus melihatmu!” sembur Nyonya Park.
Wajah Hee Young memucat. Dibasahinya bibir sebelum memberanikan diri bertanya. “Kenapa Bibi sejahat ini padaku? Aku tak melakukan apapun pada keluarga Bibi. Aku hanya bersahabat dengan Yong Jin.”
“Kau membawa anakku dalam masalah besar,” tuduh wanita itu berapi-api. Sorot matanya berkilat dengan kemarahan. Wajah keriput memerah padam menahan emosi yang meninggi.
Dia mundur teratur menjaga jarak aman. Akan panjang masalahnya jika penyakit jantung Nyonya Park kambuh lagi. Namun, pernyataan wanita itu tak urung membuatnya terkejut.
Kening Hee Young berkerut. “Aku tak membawa masalah apapun pada putramu.”
“Dasar pelacur murahan. Masih juga bersikap sok polos di saat semua orang di Korea sudah tahu aib busukmu.”
Hee Young membeku. Debaran jantungnya bertalu-talu. “Bibi masih mempercayai rumor saat sekolah itu?”
“Rumor katamu?” Nyonya Park berseru murka. “Jika tak sedang ditahan infus, aku ingin menjambak kepalamu agar sadar diri.”
“Bibi?” Hee Young refleks mundur lebih jauh.
“Seharusnya kau punya malu untuk tidak keluar rumah. Kalau perlu bunuh saja dirimu yang tak berguna itu.”
Hee Young pucat pasi. Ujaran Nyonya Park yang penuh kebencian mulai tak bisa ditolerir oleh perempuan mungil itu.
“Itu masa laluku, Bibi. Tak semua yang Anda dengar adalah benar.” Hee Young berusaha keras menahan air mata yang merebak. Agendanya menjenguk ibu sahabatnya malah membuka luka lama.
“Kau masih bisa berkelit, hah?” bentak Nyonya Park. “Wajahmu sudah terpampang di televisi nasional dan kau masih berpura-pura itu tak benar?”
Hee Young mengernyit. Ada yang tak beres, batinnya berbisik. Tangannya segera mengeluarkan ponsel dan menggulir layar menuju beranda situs hiburan populer. Hee Young membeku. Wajahnya ada di mana-mana dengan tajuk berita provokatif.
Wanita itu mendengkus marah. “Jalani aibmu sendiri, Hee Young. Karier Yong Jin sedang sangat bagus. Aku tak mau dia terseret skandalmu hanya karena persahabatan tak berarti itu.”
Persahabatan tak berarti. Perempuan itu menggigit bibir. Baginya Yong Jin adalah satu-satunya sahabat yang pernah Hee Young miliki. Namun, Nyonya Park sepertinya tak sependapat. Dia tersenyum kaku dan membungkukkan tubuh hormat.
“Semoga Anda segera sembuh, Nyonya.”
“Jangan pernah menemuiku dan anakku lagi,” ketus wanita itu.
Hee Young mengencangkan rahang, berusaha menahan semburan makian yang menggoda untuk dimuntahkan ke wajah wanita itu.
“Jangan hanya menasihatiku saja, Nyonya. Tolong Anda juga menyuruh putra Anda untuk tidak menemui saya.”
“Kau!” Nyonya Park berseru gusar.
Namun, Hee Young tak berminat membalas kemarahan Nyonya Park. Tanpa menoleh, dia segera angkat kaki dari kamar perawatan itu. Langkahnya tertuju lurus ke arah toilet pengunjung rumah sakit dan mengunci diri di salah satu biliknya.
Tubuhnya gemetar hebat. Rona di wajahnya menghilang. Tangannya meraup muka berusaha menenangkan diri. Namun, sesak di dada tak kunjung menghilang.
Hee Young didera kepanikan. Sejak bangun tidur tadi hingga tiba di rumah sakit, dia memang tak melihat televisi atau menengok pemberitaan daring apapun. Ponselnya hanya dibuka untuk membaca alamat rumah sakit yang dikirim Yong Jin. Praktis tak ada sekeping pun informasi yang diketahuinya.
Dan artikel itu dilemparkan ke mukanya seperti seonggok kotoran. Foto-fotonya di masa sekolah terpampang jelas, juga foto terakhir bersama Shou di lokasi syuting. Keduanya disandingkan dengan judul provokatif.
“NYONYA BARU KIM MEMULAI KARIER AKTINGNYA DENGAN BERPERAN DALAM BISNIS VIDEO BIRU.”
Dalam waktu singkat skandal masa lalunya yang dibocorkan seseorang tersebar luas seperti cendawan di musim hujan. Rahasia narasumber dijaga ketat dengan alasan privasi.
Tapi media malah tak menghormatiku privasiku. Hee Young menggigiti kuku gelisah.
Dia tak bisa meminta Shou menjemputnya. Terlalu riskan. Kehadiran pria itu sangat mencolok. Perhatian publik pasti akan tertuju padanya. Namun, pulang ke rumah juga sesulit keluar dari medan perang. Serangan panik menyebalkan ini masih terus mengganggunya.
“Berpikir, berpikir!” perintahnya keras.
Dia menunduk, mengamati gaun corak bunga-bunganya yang memeluk tubuh dengan sempurna. Rambut bergelombangnya tergerai, hanya berhias selembar pita putih. Jelas pita itu tak akan bisa menutupi dirinya dengan baik.
“Kenapa aku tak membawa mantel gelapku,” keluhnya sambil memelototi tas tangan kecil. Bergaya ultra feminin sepertinya tak akan pernah cocok untuknya.
Perempuan itu menggigit bibir, menyesali keputusannya mencoba gaya baru di saat yang tidak tepat. Jika dia masih bertahan sebagai Kim Hee Young yang lama, setidaknya sekarang dirinya bisa melenggang pergi dengan penyamaran pakaian serba gelap dan tertutup.
“Yong Jin,” gumamnya lirih, “aku minta tolong ke dia saja. Ah, persetan dengan ibunya. Ini kondisi darurat.”
Hee Young segera mengetik pesan panjang di ponsel. Sengaja dia tak menelepon untuk mencegah seseorang di luar bilik toilet menguping percakapannya.
Hampir satu jam kemudian Hee Young berhasil keluar toilet rumah sakit. Berkostum mantel bertudung menutupi kepala, masker wajah, dan kacamata besar dia melenggang cepat menuju parkiran. Barang-barang yang dikirim Yong Jin melalui seorang kurir berhasil menyelamatkannya dari tatapan mata-mata yang penasaran.
“Akhirnya selamat?” Yong Jin membuka pintu mobil.
“Seandainya ibumu tak semarah itu, aku pasti tak akan pernah tahu sedang jadi bulan-bulanan publik.” Hee Young buru-buru menyelinap ke kursi samping pengemudi. Napasnya masih memburu. Tangannya gemetar hebat hingga perlu berpegangan di dashboard.
“Eomma marah?” Yong Jin yang menunggu dalam mobil melajukan kendaraan menuju arah timur.
“Bibi memang tak pernah menyukaiku. Dia mengancamku agar tak mencoba mendekatimu lagi,” keluh Hee Young.
Tawa Yong Jin tersembur. “Jangan dengarkan Eomma. Penyakit darah tingginya sering membuatnya jadi senewen.”
Hee Young ingin menyanggah pembelaan Yong Jin. Senewen tentu sangat kecil bila dibandingkan luapan kebencian Nyonya Park padanya. Wanita itu seperti alergi melihat wajah Hee Young.
“Eh, ini ke mana?” perempuan itu mengamati pemandangan di luar jendela.
“Seoul tak aman lagi untukmu.” Yong Jin memutar roda kemudi. Mobil melaju kencang menuju arah barat. “Jangan buka media sosial. Kau sedang jadi bahan cacian semua orang.”
Hee Young memucat. Dia memasukkan lagi ponsel ke tas. “Bagaimana bisa kejadian bertahun-tahun lalu muncul lagi ke publik?”
Lelaki berambut jabrik itu melirik Hee Young. “Kau istri seorang figur publik. Setelah media diributkan dengan ulah Sora, cepat atau lambat perhatian semua orang akan tertuju kepadamu.”
Kesungguhan dalam nada suara Yong Jin membuat perempuan itu menegakkan tubuh. Tangannya meremas-remas pinggiran mantel. “Aku ingin pulang.”
“Biar nanti Seonbaenim menjemputmu. Sekarang kita ke Ilsan.”
“Ilsan?”
“Aku akan mengajakmu ke Hanhwa. Gelombang air bisa menetralisir saraf-saraf yang tegang.”
~~oOo~~
Sudah hampir satu jam Shou terbang melintasi langit Seoul. Namun, keberadaan sosok mungil dengan gaun corak bunga-bunga tak juga kunjung ditemukannya.
Ini kasus langka. Shou mengernyit. Hanya karena dia tak bisa membaca pikiran Hee Young, bukan berarti auranya tak terasa oleh malaikat itu. Biasanya dia masih bisa mengetahui di mana pun istrinya berada.
Apa lagi dia sudah menanamkan cincin orang tuanya ke jari sang istri. Keberadaan cincin itu ibarat GPS alami yang terkoneksi dengan radar malaikat Shou.
Namun, sekarang berbeda. Seolah perempuan itu lenyap ditelan bumi. Bahkan aura cincin juga tak terasa sama sekali. Seolah ada hal misterius menelan keberadaan istrinya.
“Sudah ketemu?”
Shou melihat ke arah sepupunya. Taehyung mengepakkan sayap hitam kuat-kuat. Wajah muram dan gelengan Shou sudah menjadi jawaban pertanyaan pria itu.
“Ke mana dia?” Malaikat itu turut menyuarakan kebingungan.
Shou masih membisu. Dia sudah mencari ke rumah sakit tempat ibu Yong Jin dirawat. Nihil. Tak ada yang melihat keberadaan istrinya. Rekaman kamera pengawas yang diretasnya hanya menampilkan citra Hee Young saat memasuki rumah sakit, tapi tidak saat keluar.
Terakhir kali perempuan itu menuju arah toilet pengunjung. Setelahnya lenyap tak berbekas.
“Perlu bantuan keluarga yang lain?” tawar Taehyung, merujuk pada keluarga besar Prunos.
“Belum, Angae,” tolak Shou. “Mungkin dia hanya pergi ke suatu tempat yang tak bisa dijamah malaikat seperti kita."
“Memangnya ada tempat di bumi yang tak bisa kita datangi?” Alis Taehyung terangkat heran.
Tidak ada. Shou mengencangkan rahang. Karena itu, misteri hilangnya Hee Young makin terasa pelik.
Pria itu diserang kecemasan setelah gagal menelepon istrinya pasca berita viral masa lalu Hee Young. Meminta bantuan Taehyung, mereka berdua melintasi langit Seoul untuk mempercepat proses pencarian. Hingga lima jam bergulir, sosok perempuan itu masih sulit ditemukan.
“Kurasa kita harus menunda pencarian Hee Young.”
Shou menoleh ke arah yang sama dengan Taehyung. Anak badai melaju kencang ke arah mereka. Shou serta-merta mengeluarkan pedang cahaya miliknya.
“Nakai!” desisnya waspada.
Taehyung bersiaga di sebelah Shou. Saat anak badai itu makin mendekat, pandangan Taehyung terbeliak kaget.
“Tahan seranganmu, Haes-sal.”
Malaikat itu melihat apa yang juga dilihat sepupunya. Bibirnya menipis. Suaranya terdengar jengkel.
“Astaga, apalagi sekarang? Kenapa dia membawa Sora?”
~~oOo~~
Kenapa ada Jung Sora? Wae? Apakah Sora sekarang selingkuh sama agma Nakai?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro