Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Bonds of Conflict

.

.

.

"H-Hiks.. Hiks.. Uhh.." Kedua mata itu sembab-terlihat memerah dan mengeluarkan air mata yang tidak sedikit tapi ia tahan sebelum akhirnya tumpah juga mengalir dipipi pucat tersebut. Tissue berhamburan dimana-mana; televisi menyala dan menampilkan program yang tengah disaksikan. Tangan sang empunya memegang tissue dan mengelap ingus yang baru saja keluar dari hidungnya sendiri.

"Ukh.. Sedih banget sich, dramanya..." gumam seorang gadis yang menonton dan sudah duduk di sofa tersebut dengan nyamannya dan bersedih-sedih ria. Dengan seorang pria bertubuh jangkung yang juga sedang menahan tangis dari kedua matanya yang berkantung yang menyerupai mata panda karena usia; yang juga duduk disampingnya.

"Jahat sekali! Padahal sebenarnya mereka teman baik di masa depan, kenapa Navira bisa menjadi musuhnya Ryuko dimasa lalu?! Apalagi mereka beda era! BEDA ERA!" geram pria tersebut sambil menggila sebelum menyambar beberapa tissue untuk persiapan jika tangisnya akan meledak.

.

"Jangan lakukan ini, kumohon, Stephanie-san! Kau dikuasai oleh Hinata dengan kelicikannya!" Ryukohime berjalan mundur perlahan; sambil mencoba menjelaskan yang sesungguhnya. Tapi sang gadis berambut merah dan bermata hijau-berdarah Inggris tersebut hanya menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin, melagkah maju perlahan padanya.

"Kau tidak mengerti, hei sang Miiko. Kau tidak tahu apa-apa soal ini. Kau mungkin hanya tahu hidup itu indah, tapi tidak bagiku! Aku dikhianati oleh Willem bahkan adikku sendiri tidak mendukungku! Aku takkan memaafkan orang yang hidupnya begitu indah!" Stephanie meneriakkan makian padanya dan menampar gadis penjaga kuil tersebut, menendangnya dengan sepatu hak tinggi miliknya yang berukuran 8 sentimeter, menjambakkan rambut hitam legam milik Ryukohime hingga beberapa helainya rontok.

Muka Ryukohime yang halus mendapatkan bekas tamparan dipipi kanannya; ia menyentuhnya sambil menangis karena disiksa oleh gadis tersebut, berdoa agar sang kekasih; Ryugazaki Yuuji-Pangeran dari Tokyo-menyelamatkannya.

'Ryugazaki-kun.. tolong..'

.

Ya, itulah kau dan Paman Kagetora yang sedang menonton iklan opera sabun. Ternyata lumayan menarik juga untuk sebuah program televisi berseri ini bagi dirimu (yang mendapatkan tatapan aneh dari sepupumu yang lebih mengagumi drama korea dan drama jepang lokal). Ceritanya diambil dari masa lalu ketika perdagangan di Jepang dibuka secara terbuka pada abad 17 dan masa sekarang. Benar-benar cerita yang menarik, pikirmu sambil mengusap air matamu yang jatuh karena melihat adegan dimana Ryugazaki bertarung dengan Stephanie dengan pedang untuk menyelamatkan Ryukohime.

"Paman, lain kali ajak aku untuk melihat opera sabun yang ini saja ya.." ujarmu pada ayah dari Riko Aida tersebut-Kagetora Aida.

"Oke..Paman pasti bilang kalau drama yang ini bakal tayang kapan saja siarannya.." ujarnya sambil meler dan mengusap ingusnya.

Ih, paman dan keponakan sama-sama jorok.

Setelah selesai bersedih-sedih ria dengan pamanmu, kau pun berjalan menuju kamarmu sendiri dan memasukkinya sebelum menutup pintumu. Kau berjalan menuju meja belajarmu dan duduk dikursi. Tanganmu mengambil sebuah pulpen dan sebuah buku sketsa.

Hobimu menggambar, dari pemandangan gunung kembar dua dengan sawah maupun gambar realistik, kau jelajahi semuanya. Dan syukurlah, kemampuanmu dalam bidang ini cukup dibilang lumayan-itupun kau menilainya dari dirimu sendiri. Sepintas, sesuatu terlintas dibenakmu, bersamaan dengan perut yang keroncongan tiba-tiba.

Rambutmu yang tergerai dan berhiaskan bandana berwarna ungu violet tersebut melambai ditiup angin sepoi dingin akan menjelangnya awal musim dingin dan berakhirnya musim gugur. Kau memakai sebuah sweater berwarna krem pastel dan celana pencil jeans berwarna putih. Memakai mantel outer dress berwarna hitam hingga selutut dan memakai sepatu boots ramping berwarna coklat muda.

Seminggu semenjak kejadian mendadak tersebut, kau telah mengenal banyak orang. Seorang pemuda berkulit gelap-Aomine Daiki-yang suka berpikiran mesum dan jadi suka kabur ke gymnasium kalian dan menyembunyikan dirinya di ruangan loker di pojokan ketika Momoi Satsuki-manajer dari Touou High School sekaligus teman masa kecilnya-lari mencarinya yang membolos setelah pulang dari latihan dan bertemu dengan kalian (sekalian main One-On-One dengan Kagami dkk). Takao Kazunari-teman akrab dari pemuda berambut warna lumut-Midorima Shintarou-juga keduanya kadang mampir untuk sekedar melihat-lihat keadaanmu dan latihan klubmu. Bahkan Kise sering mengirimkan pesan kata-kata puitis padamu ketika kalian saling bertukar alamat e-mail. Tipikal seorang Kise Ryouta; itulah yang diucapkan Kuroko ketika kau memberitahukan e-mail tersebut padanya.

Mereka semua merupakan member dari Kiseki No Sedai dari SMP Teiko dulu (kecuali Takao). Dan genaplah sudah kau berada hampir 3 minggu di Seirin High School-juga menjelang beberapa hari lagi akan ada ajang bergengsi yang diadakan bagi para klub basket di derajat SMA di seluruh Jepang-Winter Cup.

Wow, kau serasa mendadak cerdas akan dunia perbasketan di Jepang karena kurang update disini.

Cerdas.

Kau berjalan menapaki jalan yang menuju ke sebuah taman kota. Dirimu sudah berniat bahwa hari ini akan berkeliling kota Tokyo. Berbekal pengetahuan secukupnya dan peta yang kau letakkan di tas bahumu, kau berangkat dari rumah dengan berjalan kaki dan memakai alasan bahwa kau akan berbeli makanan ringan-dan menolak ujaran Riko untuk memasak untukmu.

Kemudian matamu melihat ke arah depan. Disana ada sebuah air mancur yang terletak ditengah taman sebelum kemudian kau berjalan kesana dan duduk untuk melepas lelah sejenak ditepi air mancur besar tersebut.

Seraya kau mendongak, dan melihat kearah langit yang mulai menunjukkan warna abu-abu kehitaman serta suara gemuruh pertanda cuaca yang tak bersahabat bagimu.

'Ya ampun, sepertinya mulai akan hujan.' Pikirmu sebelum bangkit dan berlari kecil sambil memeluk tas berwarna merah marun-mu; berharap kau tidak akan kebasahan setelah ini.

"Arigatou gozaimashita!" wanita penjaga kasir itupun berujar setelah kau membayar dan kemudian menuju area keluar dari minimarket terdekat. Kau membeli banyak cemilan; khususnya Maibou. Entah kenapa, kau menyukai barang satu ini dan menjadikannya sebagai salah satu cemilan yang wajib kau beli untuk menyemil malam-malam dikamar sambil menonton kaset CD drama korea yang biasanya kau sewakan untuk beberapa hari.

Kemudian kau mendongak lagi. "Hhhh..Masih belum reda juga, ya.." gumammu pelan sambil menghela napas, disaat menatap butir-butir hujan yang datang dan tertumpah ke bumi. Akhirnya kau pun hanya bisa menunggu disitu, berdiri sambil menunggu hujan reda sehingga kau bisa langsung pulang.

Tanganmu merogoh kantong belanjaanmu dan mengeluarkan sebungkus Maibou untuk kau makan sambil menunggu redanya hujan. Bola matamu melirik ke arah sampingmu ketika merasakan bahwa bukan hanya kau saja yang ada disana.

Seorang pemuda bertubuh tinggi melebihi tinggi orang yang normal menyahut pada seorang teman sebelahnya. "Dia besar sekali, seperti raksasa.." ujarmu dalam hati.

"Muro-chin~ Kapan redanya? Aku bosan menunggu seperti ini~.." ujarnya dengan nada bosan. 'Nada suranya seperti orang yang nggak mau ngapa-ngapain,' pikirmu.

"Tunggu sebentar lagi, ya. Sabarlah. Kita tunggu saja dulu." Ujar temannya yang berambut hitam legam dengan poni yang menutupi sebelah mata kanannya. Yang seperti ini pantas dijuluki ikemen sejati. 'Astaga, suaranya~', pekikmu dalam hati juga, merinding sedikit ketika tahu nada suaranya seperti apa. Pipimu saja sampai panas!

Serak-serak basah alais juicy. Yummy~ #plakk

Kau menghela napas untuk melepas lelah seraya menatap jalan yang menyepi, sedikit lupa bahwa tanganmu masih memegang bungkusan cemilan yang terbengkalai.

"Ehh~.. Menyebalkan sekali..." pemuda berambut ungu itu memasang muka cemberut kemudian melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

Kau menghela napas, dan merasakan seseorang tengah menatapmu. Kepalamu kau tolehkan dan melihat ternyata pemuda itu sedang menatap sesuatu yang kau pegang.

Sebungkus maibou.

Dari raut wajahnya, sepertinya ia kelihatan kelaparan. Mukanya itu loh, kelihatan melas banget.

'Ya sudahlah, mungkin dia mau cemilan ini.' Pikirmu dan menyodorkannya pada pemuda berambut ungu tersebut.

Ia tertegun sejenak dan menatap padamu yang langsung kau sahut. "Kau mau Maibou? Aku punya banyak kok."

Dan kedua matanya langsung berbinar-binar, ekspresinya terlihat bahagia dan terlihat girang. Satu keringatmu jatuh.

"Benarkah?~ Boleh untukku, nona?~" ujarnya dan kau mengangguk satu kali seraya ia menerimanya dan kemudian segera memakannya dengan lahap setelah membuka bungkusnya.

'Sudah kuduga, dia memang kelaparan..' gumammu dalam hati dan kemudian sang pemuda ikemen menoleh ke arah teman raksasanya sekaligus kaget ketika melihat temannya itu mau memakan cemilan berbentuk silinder tesebut.

"Atsushi, darimana kau dapatkan-Oh." Ia hampir saja berubah marah tapi kemudian terdiam ketika melihatmu ada disitu. Dan kau merasa tidak enak jika tidak berbicara sesuatu.

"A-Anu.. Maaafkan aku. Tapi, sepertinya temanmu ini sejak tadi menatap Maibou milikku jadi aku berikan padanya. Maaf ya." Kau berasa tidak enak padanya, dan tertawa garing sambil mengusap-usap leher belakangmu dengan gaya kikuk kemudian membungkuk singkat.

'MATI AKU!' teriakmu lantang dalam hati, takut akan kemarahan atas kelancanganmu tadi.

Tapi beberapa saat kemudian, pemuda berambut hitam itu hanya tersenyum lembut padamu dan berkata, "Tidak, tidak apa-apa kok. Dia memang selalu lapar. Justru kami yang meminta maaf karena sudah mau repot-repot memberikan makanan pada temanku ini, nona. Maafkan kami. Ayo, kamu minta maaf juga, Atsushi." Ujarnya pada pemuda yang tengah melahap cemilan Maibou yang kau berikan tadi sebelum dengan polosnya ia menurut dan membungkuk minta maaf dengannya.

"Maafkan aku."

Mendengar ujarannya, kau tersenyum lega dan mencoba mencegah mereka berbungkuk. "Syukurlah. Tidak perlu minta maaf kok, aku tidak keberatan untuk soal cemilan. Dia bisa mengambilnya untuknya sendiri." balasmu dan tersenyum balik padanya lalu pada pemuda satunya lagi yang tengah memakan kembali Maibou terebut. Ia menatapmu balik dan tersenyum.

Terlihat jelas pandangan matanya berucap 'terima kasih' padamu dengan senyum polos layaknya anak kecil yang senang karena mendapatkan mainan kesayangannya; dari sang pemuda berambut ungu tersebut. Dengan melihatnya saja, kau bisa lega dan situasi tidak jadi berakhir canggung.

"A-Ahh.. Kagami-kun.. Jangan.." Suara yang hampir datar tapi juga merasa gelisah milik pria berambut biru langit itu terdengar.

TWITCH

"Tahan sebentar lagi, Kuroko.. Sedikit lagi." Terdengar juga suara pemuda berambut merah gradasi hitam itu yang menyuruhnya menahan.

"T-Tapi itu-Ngh!~.." Dan terdengarlah desahan kecil dari mulut mungilnya, tapi malah terus terdengar lagi dan lagi.

Kagami juga hampir terengah-engah napasnya, seperti sulit mengeluarkan sesuatu.

TWITCH

"Nh.. K-Kaga-Ahh.."

"Kuroko, jangan dulu-Ya 'kan, kau sich.." Kagami merasa tidak puas, membuat Kuroko menoleh padanya dengan tatapan cemberut walau masih datar. "Sudah kubilang kalau aku tidak bisa, Kagami-kun."

TWITCH

"Oke, kita lakukan lagi!"

TWITCH

"Ap-"

"BERHENTIIIIIII!" Suara cempreng milikmu menengahi percakapan 'ambigu' yang membuatmu berteriak layaknya orang yang seperti marah karena kesetanan.

Oh iya, kau memang sedang marah pada mereka.

Seketika itu juga Kagami dan Kuroko jadi tuli sementara.

Kagami menoleh ke arahmu dan hanya bisa bilang. "Ha?" Seketika, tensi darahmu naik dan berujar.

"Don't 'ha?' me! Kalian ini benar-benar membuatku risau, tahu nggak sich!" sergahmu marah padanya sambil keceplosan bahasa inggris.

"Memangnya kenapa, (Name)? Kami 'kan tidak melakukan apapun padamu, ya 'kan Kuroko?" Kagami menolehkan kepalanya pada pria yang lebih kecil darinya dan Kuroko hanya bisa berkedip beberapa kali dan menghindari tatapan kalian berdua.

"I-Itu.." Keraguan itu membuat Kagami bingung. Ada apa dengan dunia-eh! Maaf, author salah naskah.

Ehem, lanjut.

"Tetsuya-kun, kau tadi itu mendesah! MENDESAH! Kau hampir terdengar mendesah seperti seorang gadis, tahu nggak sich!" ujarmu, menekankan dan menggaris bawahi kata tersebut sambil menunjuk tajam padanya di depan wajahnya dan ia baru menyadari itu dengan santai dan tenangnya. "Benarkah?"

"Dan kau, Taiga-kun! Apa-apaan dengan perkataanmu yang terakhir tadi, hah? Kata-katamu itu sangat menggantung sekali!" tambahmu, dan ia langsung menyahut untuk membela dirinya sendiri.

"Oi, aku tidak berkata seperti itu! Dan apa maksudmu menggantung?!" dan kau hanya bisa menjambakki rambutmu sendiri, dan bertanya pada dirimu sendiri dengan lantang dalam hati dengan nada frustasi.

'Dan kenapa juga aku merasa senang sekali ketika kalian melakukan percakapan ambigu bin nista itu, sich!'

Dan tingkah anehmu hanya bisa membuat dua orang itu terdiam dan saling berpandangan satu sama lain sambil menyimpulkan satu hal yang pasti.

(Name) sedang kumat.

Setelah bisa mengontrol emosimu yang labil tadi, kau menghadap pada mereka dengan tampang malas. "Kalian ini.. Sebenarnya sedang apa sich sampai obrolan kalian terdengar aneh begitu?"

Kagami menjawab polos. "Sedang mengorek kotoran telinga Kuroko."

Kuroko tak kalahnya menjawab dengan datar bak triplek. "Kagami-kun sedang mengorek kotoran telingaku."

Mereka sedang melakukan ritual mengorek kotoran telinga masing-masing sambil duduk di lantai atap; duduk lesehan saat istirahat kalian di atas atap sekolah.

"TERUS KENAPA BISA SAMPAI JADI PERCAKAPAN ANEH BEGITU, HAH?!" keinginan untuk memukul wajah mereka berdua tersirat jelas di ekspresi yang kau tunjukkan sekarang.

Mungkin setelah ini mereka akan pulang ke rumah dengan muka penuh bonyokan tercinta yang diterima darimu.

Lalu seseorang datang menuju kalian, memanggil namamu.

"Oh, itu dia. Oi, (Name)-chan!" Kau menoleh dan mendapati Koganei dan Mitobe yang membuntuti kawannya dan menuju ke arah kalian bertiga.

"Ah, Koga-senpai, Rinno-senpai. Ada apa?" tanyamu pada mereka.

"Begini. Katanya Riko, pulang sekolah kita tidak akan latihan-khusus untuk hari ini."

Kau, Kuroko dan Kagami saling berpandangan satu sama lain lalu pada kedua pemuda kelas sebelas tersebut.

"Memangnya ada apa sampai tidak latihan?" tanyamu lagi.

"Katanya libur latihan dulu untuk hari ini saja. Begitu katanya." Ujarnya dan disambut anggukan beberapa kali oleh Mitobe yang tersenyum kecil.

"Ohh.. begitu ya.." gumammu dan Koganei pamit untuk pergi ke kantin.

"Ya sudah, aku dan Rin-chan pergi dulu. Mau ke kantin. Dah!" Mereka melambai dan kau juga melakukan hal yang sama pada mereka sambil berterima kasih atas infonya sebelum mereka berdua turun lewat pintu masuk atap dan hilang dari pandanganmu.

Kau menoleh ke arah dua pemuda yang terdiam itu dan duduk dihadapan mereka berdua.

"Jadi? Tidak ada latihan nich?" Kagami memperbaiki posisi duduknya; duduk bersila, melipatkan kedua tangannya di belakang kepalanya sebagai bantalan dan bersender di pagar besi tepian atap.

Engkau mengangguk pelan. "Kurasa begitu. Mungkin Riko-Oneechan menginginkan kalian semua agar tidak terlalu tegang akan latihan dan juga kompetisi yang bakal berlangsung beberepa hari ke depan. Supaya rileks sekalian buat refreshing, begitu." Jelasmu.

"Aku baru sadar kalau pelatih mulai harus benar-benar perhitungan." Kuroko yang dari tadi diam saja membuka mulutnya.

"Kenapa kau bisa bicara begitu?" tanyamu pada Kuroko ayng memakan roti sandwich yang ia beli di kantin dan menjawab, "Karena dia belajar dari pengalaman." Kau masih bingung.

Kagami menghela napas dan menambahkan. "Maksudnya dulu tidak ada namanya bolos latihan maupun libur, jadi masih latihan walau libur dari kegiatan itu-tidak seperti sekarang."

"Ah, begitu ya..." Kasihan juga mereka, pikirmu.

"Ngomong-ngomong, kalian mau apa setelah pulang sekolah?" tanyamu pada mereka.

"Hmm... Tiduran di rumah lah, memangnya apa lagi." Jawaban yang sekenanya dari seorang Kagami Taiga yang tukang makan dan molor tapi geniusnya basket.

"Membaca buku novel yang belum aku tamatkan sampai malam dan belajar." Ujar Kuroko sambil makan rotinya.

"Kalau aku bersemedi di kamar." Ucapmu yang membuat Kagami menoleh cepat padamu. "Bersemedi? Seperti yoga atau semacamnya?" tanyanya penasaran.

"Bukan, bukan yang itu. Bersemedi di kamar sambil menonton film drama." Ujarmu enteng sambil mengibaskan tangan kananmu dan segera membuat Kagami menepuk jidatnya sendiri.

"Bersemedi apaan tuh.." dumelnya sambil kau dan Kuroko tertawa kecil. Berkumpul dengan mereka berdua rasanya asyik sekali ketika berbincang tentang hal-hal yang dari masuk akal hingga tidak masuk akal sama sekali.

Dan kau berharap bahwa persahabatan kalian tetap berlanjut terus.

Tapi kau tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya setelah ini.

Bunyi benda kecil dilempar oleh seseorang ke jendela kaca atas yang mempunyai balkon itu terdengar jelas, membuatmu mendongakkan kepala dari buku pelajaran yang kau baca dan kemudian berdiri dari kursimu sebelum membuka gorden dan membuka kaca jendela kamarmu disaat suara sahutan yang berasal dari bawah terdengar memanggil namamu.

"(Name)!"

Kau mengalihkan pandanganmu pada sumber suara tersebut. Terlihat Furihata yang melambai-lambaikan kedua tangannya dengan senyum riang, Kawahara, Fukuda, Kuroko juga Kagami yang mendongakkan kepala mereka untuk melihatmu yang menoleh ke bawah. Yah mau bagaimana lagi, kamarmu di lantai dua.

"Ah, ternyata kalian! Kukira burung yang mematuk jendelaku." Ucapmu asal dan disahut oleh Kagami yang marah-marah karena ia yang ternyata melempar batu tumpul kecil. Kaupun langsung menyuruh mereka untuk masuk sebelum kau keluar dari kamarmu dan berlari ke lantai bawah untuk membukakan pintu agar mereka bisa masuk ke dalam. Paman Kagetora sedang pergi beberapa hari untuk kerjaan yang kau tak tahu apa itu (katanya bakal bawa oleh-oleh untukmu dan Riko kalau sudah pulang.) dan kau berpikir bahwa Pamannya masih menganggap kalian sebagai anak kecil-makanya Riko sering marah-marah padanya tapi masih saja merasa umurnya baru 18 tahun dengan kegemaran ala ibu-ibu kompleks.

Sedangkan Riko pergi karena ada urusan mendadak dan pergi ke salah satu rumah temannya yang tak bisa ia beritahu siapa namanya. Apalagi yang membuatmu curiga adalah, dia berpakaian feminim dan manis sekali layaknya gadis yang bakal berkencan dengan pacarnya.

Jangan-jangan ia diam-diam pergi berkencan? Tapi dengan siapa? Dia 'kan tidak punya pacar, pikirmu saat itu ketika cengo sendiri-membiarkan ia keluar dan menyuruhmu untuk menjaga rumah.

Kau menyuruh mereka berlima duduk di sofa panjang diruang tamu.

"Rumahnya sepi sekali." Sahut Kagami yang menengok ke sekitar dan kau membalasnya. "Orang-orang sedang pergi, dan aku ditugaskan untuk menjaga."

"(Name)-san, apa kau ada waktu kosong sekarang?" tanya Kuroko tanpa basa-basi.

Kau berpikir sejenak dan menggangguk. "Iya, memangnya kenapa?"

"Kami ingin mengajakmu pergi untuk jalan-jalan ke taman bersama kami. Yah.. Mungkin aneh jika hanya kau yang hanya perempuan diantara kami, tapi bisakah?" Fukuda tertawa miris dan Kawahara mengangguk.

"Iya, serasa kalau ada (Name)-chan, kami jadi lebih lengkap dan bersemangat." Ujarnya disambut anggukan lainnya.

Kau yang menatap mereka sejenak akan itu, kemudian tertawa kecil. "Hehehe.. Aku tidak keberatan kok. Kalian tidak usah sungkan denganku." Kau berdiri dan meminta mereka untuk menunggu sebentar agar kau bisa berganti baju.

Setelah lima belas menit kemudian, kau turun dari tangga dengan pakaianmu untuk keluar.

Karena sudah mulai masuk akhir musim gugur dan di awal musim dingin, kau akhirnya memakai syal berwarna abu-abu berpola kotak-kotak dengan sweater berwarna putih, jaket tebal berwarna merah marun yang resletingnya kau biarkan terbuka dan celana jeans yang berwarna hitam serta tas selempangan berwarna oranye cerah. Rambutmu kau jadikan kuncir kecil disamping kanan kepalamu sementara kau biarkan rambutmu yang lainnya tergerai.

"Maaf menunggu lama! Ayo, kita pergi sekarang." Ujarmu saat masuk ke dalam ruang tamu lagi, membuat mereka berlima mengedarkan pandangannya padamu dan menatap kagum sejenak.

"Wah.."

"Eh.."

"..."

Muka Furihata bersemu merah, begitu juga dnegan yang lainnya. Kagami hanya bisa menganga sedikit dengan muka kaku sementara Kuroko hanya bisa sedikit melebarkan kedua matanya saat menatapmu yang telah berpakaian rapi seperti itu.

Mungkin kau tak tahu, tapi mereka semua bersamaan menyetujui dan menyerukannya dengan lantang dalam hati.

'(NAME)/-CHAN/-SAN, KENAPA KAU TERLIHAT MANIS SEKALI!'

Kau yang bingung akan tatapan mereka hanya bisa diam dan bertanya lagi. "U-Uhm.. Jadi atau tidak nich?" dan mereka segera tersadar dari imajinasi yang mulai menyeruak didalam kepala mereka berlima.

Dan kalian pun akhirnya berangkat menuju taman setelah mengunci rumah dan menaruh kunci cadangannya di bawah karpet rumah.

Jalan beberapa belas menit, kalianpun sampai ditaman kota. Banyak daun yang sudah jatuh berguguran dari pepohonan dan ada juga daun yang diterbangkan angin dengan lemah gemulainya, seperti sedang mengajaknya menari sebelum jatuh perlahan diatas tanah yang kau pijak sekarang ini. Pemandangan disana serba oranye bercampur emas dan coklat. Membuat penyegaran tersendiri untuk orang-orang yang melihatnya-termasuk kau dan yang lainnya.

"Mnhn~.. Disini segar sekali..Aku jadi mengantuk.." Kagami meregangkan kedua tangannya diudara dan menguap. Sepertinya ia mulai terjangkit aura kantuk.

Bukan aura kasih maupun katok lho ya. Jangan salah tebak dulu.

"Bukannya sebentar lagi musim dingin ya? Masih belum turun salju juga.." Furihata menyahut dan kedua teman lainnya juga mengangguk kecil.

"Mungkin sebentar lagi. Dan pertandingan tinggal beberapa hari lagi, ya." Ujarmu pada mereka sambil menangkap daun yang berada jatuh diatasmu setelah melompat kecil.

"Iya, kau benar." Kuroko menggumam dan kalian diam sesaat sambil berjalan sebelum kemudian Kagami mencium dan mengendus bau harum yang tiba-tiba muncul.

Kuroko yang melihatnya bertanya pada sang pemuda bertubuh tinggi tersebut. "Ada apa, Kagami-kun?"

Kagami masih mencoba konsentrasi mencium baunya. "..Bau takoyaki.. Harum sekali.." ujarnya pelan dan membuatmu sumringah.

"Ah, bagaimana kalau kita beli takoyaki sebentar? Takoyaki yang masih hangat yang diangkat dari panggangannya bagus untuk cuaca dingin seperti ini." Usulmu dan kemudian mereka semua setuju dan kalian berjalan menuju kedai takoyaki yang memang dekat dari tempat kalian berdiri kemudian memesannya.

Setelah memesannya dan membayar makanan kalian masing-masing, kalian memakan takoyaki sambil berjalan santai ditaman.

"Hmm~ Enak sekali!" ujarmu saat sumringah dengan senyum lebar ketika merasakan rasa nikmat dan hangat-hangat panas dari takoyaki yang kalian beli.

"Tidak buruk juga, enak.." Kagami menyahut sambil mengunyah beberapa kotak takoyaki yang ia pesan.

Kuroko dan yang lainnya dengan santainya memakan takoyaki mereka juga; menyetujui kalian berdua sambil berjalan.

Matamu melihat-lihat ke arah sekitar. Kemudian Kuroko menyahut. "Ah, bagaimana kalau kita ke tempat seperti biasanya?"

"Boleh saja. Lewat saja ya." Kagami merespon dan yang lain mengiyakan juga.

"Uhm, tempat seperti biasanya?" kau menatapnya bingung.

"Ditaman ini sebenarnya juga ada lapangan basket untuk umum yang letaknya berada dipinggir barat. Kami dulu juga latihan dan main kompetisi 5 vs 5 disini antar regu kalau diluar kegiatan latihan." Jelas Kuroko padamu seraya kau mengerti.

"Wah.. Jadi, seperti Street Basketball ya? Hebat!" kagummu sambil membayangkan kalau nanti pasti lapangannya besar dan seperti di Amerika.

Tak lama kemudian kalian sampai di sebuah lapangan basket yang lumayan luas tempatnya dan beruntung sekarang tak ada yang sedang bermain. Kau menoleh ke sekeliling dengan penasaran yang ada di dirimu, langsung pergi dan tak menyadari bahwa kau terpisah dari kelompokmu yang berputar balik setelah hanya lewat sekilas dari lapangan tersebut.

Kau berjalan menuju salah satu tiang basket yang berdiri tegak disana lalu mendongak. Tinggi yang kira-kira sekitar dua seperempat meter membuatmu harus melihat agak keatas karena ukuran badanmu yang lebih pendek daripada benda tersebut. Ring basket yang menggelantung diatasnya terlihat membayang sedikit karena ditimpa oleh sinar matahari yang mulai menyinari hari yang sedikit berangin tersebut.

Sambil menghela napas, kaupun mulai berjalan balik untuk pergi menyusul yang lainnya disaat kau mendengar suara memanggilmu samar-samar dari kejauhan.

"Hei!" kepalamu kau tolehkan ke belakang saat melihat rupanya seorang pemuda yang berjalan menghampirimu dan berdiri dihadapanmu, kau memasang raut muka bingung sebelum raut itu berubah menjadi terkejut ketika tahu siapa yang memanggilmu.

"Kau.. Yang kemarin dengan teman besarmu itu 'kan?.." Kau bertanya padanya; memastikan dan ia melemparkan senyum lembut padamu.

"Ternyata kau mengingatku, nona." Senyumnya bagaikan malaikat ditambah wajah tampan orientalnya dan rambut hitam legamnya tersebut.

"Iya-Ah, tapi, aku tidak tahu namamu siapa. Maaf karena udah tidak sopan.." kau tertawa garing sambil mengelus belakang lehermu.

"Tidak apa-apa. Maafkan kami juga karena sudah membuatmu kerepotan karena temanku yang sedang kelaparan waktu itu." Ucapnya santai dan kemudian menambahkan. "Baiklah, mulai dari awal. Namaku Himuro Tatsuya. Senang berkenalan denganmu." Salamnya, tersenyum kecil sambil membungkukkan badannya singkat.

"A-Ah, iya. Senang berkenalan denganmu juga. Aku (First Name) (Last Name)." Kau membungkuk singkat padanya juga.

"Hmm.. (Name), ya.. Nama yang cantik seperti orangnya, ya." pujinya terkekeh kecil; membuatmu merona akan pujiannya.

"A-Ah.. Te-Terima kasih.. Tapi tidak juga kok..." Aduh, hatimu tiba-tiba jadi seperti air mendidih panasnya sampai memuncak ke kepalamu dan pastinya kau bisa menebak bahwa rona merah di pipimu itu terlihat jelas.

Lalu terlihat dari belakang, ada seseorang yang menghampiri kalian, berjalan santai sambil membawa beberapa cemilan di dekapannya.

"Muro-chin jahat, meninggalkanku sendirian." Ujarnya dengan nada seperti anak ngambek sambil berujar padanya.

"Maaf, Atsushi. Tadi aku ada urusan."Himuro menjawab pada pemuda itu dan kemudian dia menoleh padamu.

"Ehh?~ Muro-chin, dia.." ujar sang pemuda berambut ungu sambil kedua matanya berkedip beberapa kali dan disambut anggukan sekali oleh Himuro.

"Ya, betul, Atsushi." Ujarnya membetulkan.

"Ah, kau.. gadis pemberi cemilan itu 'kan?" tebaknya dan kau hanya bisa menghela napas. Julukan baru nich, pikirmu dalam hati.

"Halo. Aku (First Name) (Last Name), maaf karena kemarin tidak sempat berkenalan." Kau membungkuk singkat padanya dan ia membalas sama.

"Aku Murasakibara Atsushi, salam kenal, (Name)-chin~.." ujarnya santai, dan tetap didekapannya ia masih memeluk cemilan-cemilan yang sepertinya baru ia beli.

Are? (Name)-chin?

"I-Iya, salam kenal juga." Balasmu padanya walau kau masih tidak mengerti kenapa ia memanggilmu dengan embel-embel 'chin' dibelakangnya. Mungkin caranya sendiri dalam memanggil nama orang yang dikenalnya. Mungkin.

"Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan disini, (Name)-san?" tanya Himuro padamu dan kau menjawab, "Ah, aku hanya pergi ke taman ini sambil sekedar jalan-jalan bersama teman-temanku."

Himuro tertegun, "Teman-teman? Kau terpisah dari rombongan?"

Eh?

Kau melihat-lihat ke sekeliling dan baru menyadari kalau kau sudah terpisah dari teman-teman se-angkatanmu.

"Astaga! Iya, kau benar! Aku harus segera mencari mereka-tapi aku tidak tahu mereka ada dimana.." kau berkeluh kesah pada dirimu sendiri, dan kepanikanmu terus memuncak.

Murasakibara dan Himuro saling bertatapan satu sama lain sejenak lalu kemudian bertanya padamu.

"Mungkin kami bisa bantu. Siapa nama salah satu temanmu dari rombongan?" tanya pemuda berambut hitam legam tersebut.

"Dia-"

"(Name)!" Ketika kau akan menjawab pertanyaan Himuro, disaat itu juga suara sahutan memanggil namamu dari jauh dibarengi oleh suara derap kaki yang dengan cepatnya mendekat menuju arahmu.

Kepalamu kau tolehkan bersamaan dengan pandanganmu teralihkan untuk melihat seseorang tersebut yang memanggil namamu.

"Taiga-kun!" Kau melihatnya yang berlari kecil menghampirimu dan kemudian langsung menyemprotmu dengan sindiran.

"Dasar kau ini, apakah hobimu itu selalu menghilang seperti Kuroko, ha?" sindirnya dan kau hanya bisa diam cemberut sambil menunduk.

"Taiga-kun no baka, aku tidak punya aura tipis seperti dia lho ya." Ujarmu sambil memeletkan lidahmu dengan tampang mengejek, membuatnya memutar kedua bola matanya sambil menghela napas dan kemudian melihat ke arah belakangmu sebelum akhirnya tertegun dengan tampang lumayan kaget diganti dengan raut wajah serius.

"..Himuro Tatsuya, Murasakibara Atsushi.." Kau berkedip beberapa kali seraya menoleh ke arah mereka bertiga secara bergantian.

"Uhm. Taiga-kun.. Kau kenal mereka?.." tanyamu pelan padanya sebelum ia mengangguk kecil.

"Ya.." jawabnya dan kemudian membungkamkan mulutnya, menggeretakkan giginya. Dari ekspresinya, Kagami seperti menunjukkan rasa tidak senang pada mereka; sepertinya ada konflik diantara mereka, dan kau merasakan bahwa atmosfernya mulai tidak enak; suasananya suram seketika.

Kau menolehkan kepalamu pada Himuro yang tertawa kecil seketika. Alismu kau tautkan bersama; menunjukkan ekspresi bingung.

"Ternyata begitu ya.. " ujarnya lalu tersenyum misterius pada kalian lalu ia melirik pada Atsushi. "Jadi dia, ya, Atsushi?.." tanyanya pada Murasakibara seraya melihatmu dari atas atau bawah sejenak dan mengangguk, mengiyakan jawabannya.

"Hmm~.. Sepertinya begitu." Ujarnya dan kau malah bertambah bingung sementara Kagami menatap tajam pada mereka berdua dengan mata dark ruby-nya.

'Apa.. maksud dua orang ini?..' pikirmu dalam hati; masih mencari jawaban dari kebingunganmu tapi tak berdaya.

Himuro mengalihkan pandangannya pada Kagami sambil tersenyum kecil. "I have second thought that you would be here, Taiga."

Hah?

Kagami membalas dengan beraninya lewat bahasa yang sama. "Well, you shouldn't be so surprised about it. Tatsuya. We lived in the same town, aren't we?"

Kau membelalak kaget ketika mereka bercakap seperti itu.

Asli, pakai bahasa asing.

Dua rius.

Demi sempak Mukuro yang menggantung di tiang bendera dan dijadikan bendera wajib militer Namimori Jr. High.

Eh, kok jadi ngawur? Oh, maaf, pembaca. Salah naskah dari fandom mafia sebelah. Lanjut ya!

Mereka saling menatap tajam satu sama lain, membiarkan keheningan berbicara dalam kalbu ketika isyarat mata mereka berbicara antara satu sama lain.

Kagami mendecik. Kau cepat-cepat bertanya pada Kagami, "Taiga-kun, sebenarnya Himuro-san itu siapamu? Dan kenapa kalian bisa saling berbicara dengan bahasa inggris?"

Melihat ekspresimu yang ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka berdua, Kagami hanya bisa bungkam-mengalihkan pandangannya seperti tidak ingin membicarakan apapun.

Apapun tentang hubungannya dengan seorang Himuro Tatsuya.

"Kau mau tahu, (Name)-san? Apa hubunganku dengan Taiga?" Dan kali ini, Himuro yang membuka mulutnya yang ember. Kau menolehkan kepalamu dan mengangguk mantap.

"Iya."

"Sebenarnya.. kami berdua adalah teman sepermainan dan sama-sama tinggal di Amerika. Yah~.. Bisa juga dibilang..." ia berpikir sejenak-menaruh jari telunjuknya untuk menopang dagunya dan tersenyum kecil lagi.

"Aku berperan sebagai seorang kakak untuknya."

DEG

Kau membelalak kaget dengan kedua pupil matamu melebar dan seraya menoleh cepat kepada teman angkatanmu.

Kagami masih menunduk dengan poni rambutnya menutupi ekspresinya sekarang, memalingkan mukanya darimu. Kau bertanya dengan nada hati-hati padanya, mencoba memastikan apakah benar atau tidak.

"Taiga-kun.. Apakah yang dikatakan oleh Himuro-san.. itu benar atau tidak?.."

Ia tetap bungkam, semakin memalingkan wajahnya dari pandanganmu, membuatmu terdiam sambil tertegun; dan membuat semakin yakin kalau kemungkinan besar hal yang kau tanyakan itu mempunyai jawaban positif.

Bahumu melemas sedikit disaat Atsushi menyahut.

"Ah. Sudah saatnya pergi. Muro-chin. Ayo." Ujarnya santai seperti biasa dan Himuro mengangguk kecil padanya sebelum tersenyum misterius.

"Oh ya, sebelum itu, ada satu hal yang harus kau ketahui, Taiga." Kagami melirik tajam padanya sebelum pemuda berbola mata onyx tersebut melanjutkan.

"Sebaiknya bersiap-siaplah untuk menerima kekalahan saat kita bertemu di Winter Cup nanti, karena Yosen akan membalaskan dendamnya." Ujarnya sambil tersenyum kecil, membuat Kagami mendecik dan membalasnya.

"Terserah apa katamu, pokoknya aku takkan kalah darimu, lihat saja nanti!" sergah Kagami mulai memanas; hatinya panas diprovokasi seperti itu. Miris; Orang yang dulunya sebagai seseorang yang dekat dengan dia kini telah menjadi musuhnya.

Himuro mengangkat bahunya dengan tenang dan berujar seperti ujaran panas sang pemuda bertubuh tinggi tersebut hanyalah angin lalu.

"Baiklah jika kau berkata begitu.." ujarnya. Kagami mendelik tajam padanya dan berujar padamu.

"Ayo (Name). Kita pergi dari sini." Kau agak terperanjat dan mengangguk cepat. "Iya.."

Baru kau melangkahkan kakimu satu langkah, Himuro menyahut padamu.

"(Name)-san, satu hal lagi untukmu." Kau menghadap pada mereka berdua kemudian fokus kepada Himuro.

"Apa itu?.." tanyamu padanya.

"Bisakah kau... menjaga Taiga untukku?" pintanya pelan, membuatmu tertegun sejenak. Kau menatap sejenak Himuro yang tersenyum tipis.

"Aku tahu ini mendadak, tapi.. aku merasa, sepertinya aku bisa mempercayakan dirinya padamu, (Name)-san." Ujarnya lagi sebelum menambahkan.

"Dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Jadi tolong, jika bisa, kau dan teman-temannya bisa menjaga dia baik-baik." Ucapnya, bersamaan dengan angin yang dengan pelan berhembus diantara kalian bertiga; dan kau masih saja tetap berdiri disana, mendengarkan pintanya seperti sebagai seorang kakak yang menitipkan adik tercintanya kepadamu.

"...Baiklah, aku akan menjaga Taiga-kun." Jawabmu mantap sambil mengangguk, membuat Himuro tersenyum lebar; seperti lega ketika mendengar bahwa kau mau melakukan pinta kecilnya tersebut.

"Terima kasih, (Name)-san. Aku sangat menghargainya." Ujarnya dan kau membungkuk singkat untuk mohon pamit dan pergi menyusul Kagami yang telah berjalan duluan-meninggalkan dua pemuda yang masih berada di lapangan basket kosong tersebut.

"...Muro-chin, sudah selesai nich?" ucap Murasakibara memecah keheningan yang tadi menyeruak dan disahut oleh Himuro.

"..Iya. Mari, kita kembali, Atsushi." Ujarnya dan langkah mereka membawa mereka pergi dari tempat tersebut menuju tempat tujuan mereka selanjutnya.

"Haahhh..." kau menghela napas untuk kesekian kalinya, langkahmu bergerak lemas sambil kau menyeret kakimu untuk cepat berjalan menuju rumahmu di perjalanan pulang.

'Tak kusangka, banyak kejadian selama aku mulai berada disini..Ahh, Jepang memang aneh..' pikirmu melas sambil memegang batang hidungmu dan menghela napas lagi, menutup mata sejenak untuk melepas lelah kemudian membukanya lagi; memperlihatkan kedua bola matamu.

Kau mulai menerawang, kejadian yang kau selama ini alami ketika tiba hingga detik ini; berputar dan timbul di otakmu, seperti roll film dan kau sendiri yang menontonnya.

'Oh ya, sepertinya Taiga-kun dan mereka berdua punya hubungan yang tidak baik..'pikirmu lagi.

Setelah kejadian itu, Kagami berubah menjadi pendiam. Selama acara jalan-jalan bersama-sama itu dilanjutkan, Kagami hanya melamun; seperti ada yang dipikirkannya. Bahkan Kuroko saja terus bertanya padamu tentang kenapa Kagami bisa begitu. Kau merasa telah ikut campur pada urusan pribadinya.

'Aku harus minta maaf padanya nanti..Kasihan dia.' pikirmu disaat kau membuka pintu rumahmu yang sudah kau buka pintunya dan menutupnya kembali.

"Aku pulang-"

Dan kau melihat ada seorang pemuda yang duduk di sofa ruang tamumu dengan gaya yang santai sambil duduk dengan tenangnya.

.

.

.

Eh?

.

.

.

"Ryouta-kun?" Ya, Kise Ryouta; pemuda berambut kuning dan mempunyai warna bola mata sepedan dengan rambutnya itupun mengalihkan pandangannya kepadamu ketika melihatmu yang cengo berdiri saja disana. Kise memakai baju berwarna krem pastel berlengan panjang yang trendy sekarang ini dan syal coklat dengan merek mahal yang dilonggarkan tergantung dilehernya, jeans hitam panjang, boots setumit yang berwarna senada untuk me-matchingkan mode-nya-membuat gayanya keren seperti biasa.

"Ah, (Name)cchi! Selamat datang kembali-ssu!" ujarnya riang, membuatmu hanya bisa membludrak.

"Selamat datang kembali apanya! Dan kenapa kau bisa ada disini? Kukira aku sudah menguncinya-" "Pintumu terbuka ketika aku mengetuk pintunya. Kau tidak menguncinya, (Name)cchi."

Astaga. Kau ceroboh sekali.

"Hhh... Sudahlah-Ah, iya. Darimana kau tahu alamat rumahku, Ryouta-kun?" tanyamu saat ia berdiri dan berjalan kearahmu.

"Dari Kurokocchi-ssu." Ujarnya sambil tersenyum lebar. Kau menghela napas dan berujar. "Ada perlu apa kau kesini, Ryouta-kun?"

Sekejap kemudian senyum yang ceria itu hilang diganti oleh ekspresi serius. Manik madunya menatap kearahmu dan berkata.

"Sebenarnya, ada sesuatu yang harus aku ceritakan padamu-ssu. Ini menyangkut tentang Winter Cup." Ujarnya yang tak seperti biasanya serius.

"Eh?.." Dalam hatimu, kau merasa tidak nyaman akan tatapannya.

Kau melangkah mundur satu kali. "M-Maksudmu apa, Ryouta-kun?.." tanyamu ketika Kise melangkah maju satu langkah lagi. Tanpa basa-basi, ia berkata.

"Sebaiknya, kau-asisten pelatih, mundur dari tim Kurokocchi dan tidak ikut turnamen ini."

Hah?

Kau melebarkan kedua bola matamu, kaget akan pernyataannya ketika memintamu untuk tidak ikut berpartisipasi dalam apapun menyangkut akan Winter Cup mendatang.

"Ke-Kenapa tidak boleh?.. I-Itu 'kan bukan hakmu!" sergahmu, mencoba menatap tajam padanya. Kau perlahan melangkah terus ke belakang hingga tak ada ruang lagi bagimu karena dibelakangmu hanya ada dinding ruangan saja-sementara Kise terus perlahan mendekat padamu.

"Memang bukan hakku untuk melarangmu, tapi,"

"Aku ingin kau untuk tidak ikut dalam turnamen ini, (Name)cchi."

"Apa maksudmu-"

"Turnamen ini tidak cocok untukmu-ssu! Tidak boleh!" ujarnya, memaksa.

"Aku merasa turnamen ini tidak berbahaya, kok! Kau kenapa sich, Ryou-"

"Tapi ini berbahaya-ssu!" Timpalnya serius tapi kau menggeleng keras dan cepat.

"Tidak!" kau menyanggahi perkataannya dengan tolakan mentah-mentah.

"Memintaku untuk mundur, dan membiarkan Riko-Oneechan, Tetsuya-kun dan Taiga-kun, juga yang lainnya, semuanya berjuang.. Sementara aku disini, tidak melakukan apa-apa..." Kau menatapnya tajam dan mendelik pada sang pemain tim Kaijou tersebut.

Sudah cukup...

"Aku..Aku... BAGAIMANA MUNGKIN AKU BISA BERDIAM DIRI SEPERTI ITU-"

"Diamlah!" Kise menerjangmu, menggenggam erat kedua pergelangan tanganmu dengan paksa hingga kau merasakan dorongannya membuat punggungmu sedikit menghantam dingin tebal yang dingin.

"Kh!.." Kau merasakan sedikit sakit dibagian punggung belakangmu.

"L-Lepas!" Lalu kau mencoba untuk melepaskan dirimu tapi dia terlalu kuat menahanmu. Seluruh pergerakanmu telah dikuncinya. Dari atas hingga bawah kaki.

Kise tetap menatapmu dingin yang masih memberontak. "Jangan memberontak. Kalau kau tidak diam, aku tidak akan segan-segan melakukan sesuatu kalau tidak," tambahnya lagi.

"Aku akan menghancurkanmu."

Seketika kau membatu dan terdiam, terus mendelik padanya. Kise menyipitkan matanya, dengan tampang tak nyaman. "Jangan pandangi aku seperti itu. Aku takkan berniat buruk-ssu. Percayalah.." tapi kau sedikit ragu-ragu akan perkataannya.

"T-Tapi, katamu-"

Cup.

Sesaat, kau merasakan sesuatu yang hangat dan lembut menempel dipipi kirimu. Kau membeku sejenak, dan sedetik kemudian kau membelalak dan merasakan sensasi panas menjalar ke seluruh wajahmu.

.

.

.

Eh?

.

Ehh?

.

EEEHHHH?!

.

.

.

Kise menjauhkan bibirnya dari pipimu dan tersenyum kecil ketika mengintip wajahmu yang manis bersemu merah sampai telingamu merah layaknya bunga sakura yang mekar; semekar-mekarnya dimusim semi.

"Hehe.. Kau manis sekali, (Name)cchi. Wajahmu memerah." Ujarnya sambil tertawa kecil, puas akan hasil kecupan mendadak yang ia spontan lakukan.

"A-Ap-Apa yang k-kau.." Kau tergagap sambil merona hebat. Kise tersenyum lebar padamu.

"Itulah akibatnya kalau kau memberontak-ssu." Ujarnya dan kau langsung mendorongnya agar menjauh darimu. Ia melangkah mundur sedikit setelah melepaskan kedua pergelangan tanganmu dan tersenyum kecil.

"Ukh..." Kau mencoba menahan malu dan amarahmu ketika menatapnya. Dasar orang aneh, apa yang dia pikirkan, sich?! Sampai-sampai menciummu dipipi, lagi!

"J-jangan main-main denganku, Kise Ryouta! Aku tidak suka orang yang selalu memaksa kehendaknya pada orang lain!" semburmu padanya dengan masih muka merona, dan ia hanya bisa berdiri sejenak sambil menatapmu dengan wajah yang dihiasi senyuman tipis yang misterius itu.

"Sekarang juga, tolong kau pergi dari hadapanku dan rumah ini." Ujarmu sambil menggerakkan isyarat; menunjuk kearah pintu depan sambil menatap tajam padanya. Namun, ia tak bergeming.

"Aku bilang; PERGI!" bentakmu keras padanya dengan ekspresi marah.

"Baiklah.. Aku akan pergi. Tapi, tolong." Ujarnya, menambahkan. "Tolong kau pikirkan permintaanku ini, (Name)cchi. Ini juga demi kebaikanmu dan orang-orang yang kau sayangi."

Hah?...

Kau hanya bisa tetap mendelik dan beberapa saat kemudian ia pergi keluar dari rumahmu dan hilang dari hadapanmu; pulang.

Setelah ia benar-benar keluar, kau langsung jatuh terduduk lemas dilantai sambil dengan muka memprihatinkan dan kau merasa lelah. Kau menghela napas; berat sekali dan kemudian berpikir akan perkataannya barusan.

.

"Sebaiknya, kau-asisten pelatih, mundur dari tim Kurokocchi dan tidak ikut turnamen ini."

.

"Sebenarnya, apa alasannya dia mau aku mundur, sich.." gumammu sambil memegangi kepalamu dengan tangan kirimu. Kemudian, secara tak sadar tanganmu menurun dan menyentuh pipi kirimu. Sekilas, kau teringat ciuman yang Kise berikan dipipi tadi. Dan sampai sekarang, kau masih bisa merasakan hangatnya saat ini; membuat wajahmu yang tadi sudah reda, kini kembali merona hebat.

'Astaga, (Name)! Apa yang kau pikirkan?! Masa' dengan begitu saja kau sudah lemah?!' kau menampar dirimu sendiri dan mencoba untuk mengontrol emosimu.

Kau merasa, ini akan menjadi perjalanan yang panjang buatmu-apalagi mendukung timmu yang akan bertanding untuk beberapa hari kedepan.

"...Aku butuh referensi sekarang."

"Lho?" Salah satu pemuda itu melongo.

"Hm?" Satunya lagi mengedipkan mata lentiknya beberapa kali.

"Ah, Midorima! Kebetulan ketemu kamu disini!" tunjuknya agak semangat kepada pemuda yang ia panggil Midorima tersebut.

"Yah.. Dunia sempit sekali, kurasa. Aomine." Ujarnya pada pemuda yang menunjuknya tadi; dan dipanggil Aomine.

"Apa yang kau lakukan disini? Tumben sekali melihatmu di toko buku." Aomine memasang muka bingung sambil melihat pemuda berambut hijau itu membawa beberapa buku ditangannya.

"Ini tempat umum. Boleh-boleh saja 'kan kalau aku datang kesini. Ada majalah horoskop yang harus kubeli. Lagipula, apa yang kau lakukan disini, Aomine?" tanyanya pada pemuda berkulit lebih gelap daripadanya tersebut.

"Ada terbitan edisi baru. Di edisi kali ini ada Mai-chanku yang bahenol. Nih." Ujarnya seraya menunjukkan majalah dewasa yang akan ia beli kepada Midorima sebelum sang pemuda berkacamata melototkan matanya; ketika melihat gambar tersebut dengan muka merah, dan hidung yang hampir mimisan. Untung saja ia tahan dan menyingkirkannya kembali kepada Aomine, sambil menaikkan kacamatanya yang melorot.

"S-Singkirkan gambar itu-nanodayo! Aku tidak suka!" semprotnya, emmbuat Aomine mendecik kesal.

"Cih, kayak bukan kamu saja yang senang barang imut dan buku tentang horosim-atau apalah begitu!" Midorima menimpali balasannya.

"Itu untuk lucky item-ku-nanodayo! Dan horoskop itulah yang benar!" sergahnya sambil mengangguk mantap, membuat Aomine memutar kedua bola matanya dengan malas.

Aomine sekarang memakan jaket tebal berwarna biru tua dengan kaos v-neck berwarna hitam polos, jeans lusuh berwarna biru tua dan memakai jam tangan ditangan kanannya juga kalung silver yang lagi trendy, ditambah ia memakai boots hitam senada merek terbaru yang ia beli.

Sedangkan Midorima memakai baju kaos biasa polos berwarna abu-abu dan ditutupi jaket berwarna senada tetapi dengan warna yang lebih gelap, syal berwarna putih abu-abu bercorak tentara, dengan celana panjang yang nyaman berwarna hitam buram dan jenis sepatu boots yang senada.

"Eh, kau sudah dengar tidak, Tetsu punya orang baru, lho." Midorima menoleh padanya.

Hm? Apa yang ia maksud itu.. (Name)?

"Benarkah? Oh ya? Siapa memangnya-bukan berarti aku tertarik lho ya!" tanyanya pura-pura acuh pada Aomine yang menghela napas.

Dasar tsundere akut.

"Namenya (First Name) (Last Name). Katanya jadi asisten pelatih untuk timnya sich, dan gadis yang aku selamatkan waktu itu."

"Hah? Selamatkan? Maksudmu-nanodayo?" tanyanya lagi dan Aomine menceritakan semuanya ketika pertama kali ia bertemu dengan gadis itu. Setelah mendengar ceritanya, Midorima hanya mengangguk-angguk; mengerti.

"Hmm.. Begitu ya..Aku sudah pernah bertemu dengannya." Mendengar itu, Aomine kaget bukan kepalang.

"Hahh? Kau serius, Midorima?" tanyanya kaget dan disambut anggukan sekali padanya.

"Iya... Dan dialah orangnya." Ujaran Midorima membuat pemuda bermata biru terang itu tertegun sejenak.

"Maksudmu-Ah! Jangan-jangan, dia yang.." Aomine mencoba menerka-nerka dan Midorima menatap serius padanya, mengiyakan tebakannya. Seperti tahu apa yang ia pikirkan saat ini.

"Ya..Tapi," ia menambahkan lagi.

"Kita tidak bisa menolongnya dulu. Ini demi kita semua. Agar langkah kita untuk meraihnya tidak sulit-nanodayo." Ucapnya dan disahut oleh Aomine.

"Apakah sudah ada yang tahu akan hal ini?" tanyanya lagi dan Midorima menjawab seraya menutup buku yang tadi ia baca dengan tenangnya.

"Kise sudah kuberitahu. Kuharap ia tidak membuat onar." Dan ia menaikkan kacamatanya, melirik pada sang ace dari Touou Gakuen Basketball Club.

"Aku memberitahumu ini karena untuk petunjuk kita semua-nanodayo. Kau masih ingat 'kan, taruhan kita dulu?.." ujarnya dan Aomine berekspresi serius dan mengangguk kecil.

"Ya.. Aku masih ingat kok. Tapi jangan khawatir, Midorima. Yang hanya bisa mengalahkan aku, ya aku sendiri." ujarnya tersenyum penuh percaya diri.

Midorima menghela napas dan mulai berjalan memutar arahnya dan melangkah pergi darinya. "Jangan senang dulu, Aomine. Itu takkan bertahan lama, tapi kau berkata benar." Ia berhenti sejenak dan melirik ke belakang; pada sang pemuda.

"Keberuntunganmu, ada pada dirimu sendiri. Berusahalah." Dan ia meninggalkan Aomine yang mematung disana. Sendirian diantara hiruk pikuk suasana toko buku yang mulai menyepi.

Sementara itu, di Maji Burger...

"Sepertinya beberapa regu sudah mulai melakukan pergerakan.." ujar seorang gadis berambut sebahu yang memakai kaos berwarna coklat pastel dilapisi oleh kardigan berwarna lebih tua, dan memakai syal berwarna hitam, pencil jeans berwarna biru muda dan memakai boots shoes setumit berwarna senada dengan bajunya-sedang menikmati kentang goreng yang ia pesan dihadapan seorang pemuda berkacamata dan berambut pendek dengan warna hitam, memandang kaca bening yang merangkup menjadi jendela disisi pinggir. Ya, mereka berdua duduk disebelah jendela sana.

Pemuda itu memakai kacamata, tidak bersyal tapi memakai kalung etnis suku berwarna hitam, memakai baju v-neck berwarna hitam pekat dan berjaket kulit coklat tua. Ditambah jam tangan melingkari tangan kirinya, celana jeans dan juga sneakers berwarna senada untuk bajunya.

"Sepertinya begitu.. Sepertinya mereka berencana untuk mendapatkan hadiah utamanya. Tapi yang terpenting adalah.. kita harus menjaganya, sampai saatnya tepat-kita lepaskan dia." Balasnya pada gadis itu sebelum menoleh padanya.

"Tapi, walaupun begitu, kita harus tetap berhati-hati, Riko. Bisa-bisa, regu lain akan merampasnya lebih dahulu." Dan gadis yang dipanggil Riko itu hanya bisa tersenyum kecil dan memandangnya balik dengan penuh percaya diri.

"Tenang saja. Aku yakin pasti akan berhasil, Hyuuga-kun. Lagipula, sebentar lagi laga yang sebenarnya akan dimulai." Ia mengunyah kentang yang ia ambil dari piring setelah mencocolnya dengan saus.

Mendengar perkataannya, sang pemuda bernama Hyuuga menoleh kearah luar pemandangan kota yang masih terlihat ramai. Suasana senja menyelimuti hari itu juga, disertai angin dan juga keyakinan pasti untuk mereka berdua.

Bahwa tim Serin akan menang kali ini.

"Jadi tinggal sebentar lagi, ya?" "Ya. Dan kita sudah siap untuk maju ke medan perang." Balasnya langsung, dan kemudian mengecek ponsel berwarna merahnya sambil mengetik beberapa tombol dan kemudian mendekatkan telinganya dengan ponsel - menghubungi seseorang.

"Halo? Sudah siap semuanya, 'kan?.. Bagus. Luncurkan semua yang ada. Kalau tidak berhasil, ambil rencana B."

.

TuBerColosis

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro