Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Secretly Devilicious

.

.

.

"KYYAAAAAAA!"

Suara cempreng yang bisa menyebabkan tuli sementara itu tiba-tiba muncul, melengking tajam layaknya pisau tajam bagi gendang telinga milik siapapun yang mendengarnya.

Bahkan hewan-hewan yang memiliki insting dan pendengaran yang tajam seperti serangga, kucing, anjing dan burung pun pastinya akan mengalami gangguan pendengaran saat mendengar suara semacam itu.

Termasuk juga bagi dirimu yang kaget bukan kepalang.

Kau yang tengah sibuk-sibuknya membereskan kamarmu (yang belum kau bereskan sepenuhnya) dari debu dan juga kardus tak terpakai, dibuat terperanjat kaget dan langsung konek akan suara yang menyeruak.

Kau menghela napas dan langsung beranjak dari kamarmu lalu berjalan agak cepat menuju lantai bawah.

Kakimu menuntunmu untuk melangkah ke ruangan dapur tempat dimana seorang gadis yang tengah memasak (baca: bereksperimen) menjerit marah-marah-sekaligus ketakutan sambil duduk di atas meja makan, di salah satu sudut matanya ada tetesan air mata gegara ketakutan melihat sesuatu di lantai. Membuatmu penasaran dan menghampirinya.

"Kenapa lagi, Riko-Oneechan?" tanyamu santai kepadanya yang tengah ketakutan, berbicara tergagap dan terburu-buru padamu karena sudah tak kuat dalam ketakutannya akan benda itu.

"(N-)-(Na-)-(Name)chan! T-Tasukete!~ I-Itu ada disini! Aku takut!~.." ujarnya sambil mewek seperti anak balita yang tidak mau makan dan ngamuk tak jelas, menunjuk-nunjuk lantai dapur.

Kau mengikuti arah dimana ia menunjuk dan kemudian melihat sesuatu yang membuat seorang Riko Aida ketakutan setengah mati.

Dan kau melihatnya, terdapat sebuah-bukan, seekor hewan. Kecil, hitam, berkaki banyak dan menyengat jika kau menemukan yang jenisnya beracun.

Seekor laba-laba.

Kau pun mematung seketika.

"Ahh! (Name)-chan! Cepatlah, usir dia! Huwaahh!~~" timpal Riko sambil masih berteriak histeris dan takut, beringsut untuk duduk lebih ke tengah, mengucilkan diri sambil menjauhi sedikit dari jarak mereka.

Tapi teriakannya tak kau hiraukan. Kau terdiam selama beberapa saat kemudian menuju ke ruang tamu, meninggalkannya yang cengo melihatmu lalu kau kembali sambil membawa sebelah sandal rumah dan kemudian menuju tempatnya.

Dalam hitungan detik, kau berjongkok dan memukul laba-laba itu hingga tak berdaya dengan sekali tamparan ke lantai.

Dengan tampang tak merasa berdosa sama sekali.

Bunyinya nyaring, membuat sepupumu itu bengong di tempat sementara kau mengambil beberapa lembar tissue dan kemudian menyingkirkan mayat laba-laba yang tak berdaya itu dengan benda tipis berwarna putih tersebut, kemudian menggulungnya menjadi bola sebelum membuangnya ke dalam tempat sampah dengan santai dan muka pokerface layaknya teman searwahmu yang kau kenal.

"Sudah aman. Mau sampai berapa lama lagi kau duduk diatas meja makan, Riko-Oneechan?" tanyamu polos saat melihat ke arahnya yang masih belum beranjak dari atas meja makan; membuatnya tersentak kaget.

"A-Ahh.. maaf, maaf! Habisnya aku ketakutan sich.." ujar sang gadis berdada kecil dengan hampir size cup B tersebut sambil beranjak dari atas benda berbentuk persegi panjang tersebut sementara kau menghela napas, dan menggelengkan kepala sedikit.

Oke, habis ini Author bakal dicincang sama Riko.

Lanjut.

"Dasar... Sampai sebegitunyakah kau takut pada laba-laba?" Kau hampir tak bisa percaya ketika mengetahui kelemahan dari seorang Riko Aida; geli pada serangga bernama laba-laba.

Tunggu, laba-laba itu serangga atau hewan ya?

"Ha-Habisnya.. Aku merasa geli kalau melihat mereka. Dan kalau melihat kakinya saja sudah buat aku merinding, hiii~.." Riko memeluk kedua lengannya sambil sedikit gemetar, memasang muka jijik.

"Iya, iya.. Kali ini makan siangnya apa, Riko-Oneechan?" tanyamu sambil mulai membuka keran air dan mencuci kedua tanganmu-agar bersih setelah dari pembasmian (baca: pembantaian) seekor laba-laba.

"Yang ringan-ringan saja. Aku lagi malas karena Ayah sedang keluar kota beberapa hari ini karena pekerjaannya. Temannya ada yang ada di luar kota Tokyo; Yokohama, meminta tolong pada Ayah untuk melatih anak buahnya." balasnya sambil memakai celemek berwarna merah muda dan mengikat talinya di belakang pinggangnya sebelum menambahkan, "Oh, ya (Name)-chan. Nanti ikut aku keluar ya."

"Hm? Kemana?" tanyamu lagi sambil mengelap kedua tanganmu dengan tissue lalu mmebuangnya di tempat sampah lagi, menoleh kepadanya.

"Ada barang untuk klub basket yang harus aku beli. Uangnya sudah disetor olehku dari Hyuuga-kun setelah koordinasi. Kau mau bantu aku, tidak?" dan segera kau mengangguk.

"Boleh-boleh saja. Sekalian aku mau beli sepatu baru." Ujarmu sambil membuka pintu kulkas dan mengambil serpiring chocolate pudding sisa dari dessert makan malammu kemarin malam.

Tanganmu menutup pintu kulkas dan berjalan menuju ruang tengah untuk bersandar di sofa besar berwarna coklat ketuaan yang di depannya berjarak satu meter ada sebuah table coffee dan sebuah televisi. Kau lalu mulai menyantap makanan penutup tersebut dengan santainya.

"Segarnya!~" Pudding itu telah menyegarkan tenggorokanmu dan perutmu yang ingin nyemil disiang yang lumayan tak normalnya bisa jadi dingin itu. Melanjutkan kegiatan makanmu, kau juga bertanya, "Memangnya mau beli barang-barang apa saja?"

"Hanya beberapa bola basket untuk persediaan latihan, handuk, dan beberapa barang lainnya untuk keperluan klub. Itu saja." ujarnya agak nyaring sambil mulai menyiapkan bahan masakan sambil kau hanya bisa ber 'oh' ria saja.

"Nanti jam berapa?" tanyamu balik, sambil mengunyah pudding yang sudah kau makan hampir sepenuhnya. Matamu melirik jam dinding yang tertancap di atas sebelah kirimu. Jam setengah sebelas lebih, pikirmu.

"Mungkin setelah ini. Kau langsung ganti baju dan kita berangkat tiga puluh menit lagi." Balasnya sambil tanpa melihatmu dan melanjutkan masakan yang dibuatnya (walau kau tahu makanannya itu ajaib; jika kau tahu apa maksudku).

Kau hanya mengiyakan saja dan beranjak dari dudukmu menuju dapur untuk mencuci piring yang tadinya ada pudding-sekarang sudah sudah kosong karena beralih masuk ke dalam perutmu. Langkahmu menuju ke tempat cuci piring dan mulai mencuci. Setelah selesai, kau meninggalkan kakak sepupumu yang masih berkutat dengan eksperimen makanannya (dengan perjuangan) dan beranjak kembali ke kamarmu (yang masih belum selesai dibereskan setelah kau tinggalkan begitu saja).

.

.

.

Helaan napas yang kesekian kalinya telah terbuat-dan terbuang ke udara yang lumayan dingin untuk hari ini. Cuacanya cukup normal-dengan kata lain; dinginnya cukup membuat bulu kudukmu merinding. Seperti sekarang ini.

Kau berjalan bersama Riko sambil berjalan kaki (sekalian olahraga) dengan santai di jalan trotoar menuju tempat dimana kalian akan membeli barang-barang yang akan dibutuhkan untuk klub. Sejenak kau melirik ke kanan dan ke kiri.

Pemandangan kota Tokyo yang lumayan ramai seperti biasa membuatmu sedikit penasaran. Kau belum sempat berkeliling seluruh kota; selain hanya berada di aula kota dan distrik perbelanjaan-itupun karena mengekori kakak sepupumu yang sudah tahu akan letak dan jalannya.

Kau mengikuti langkah Riko yang lebih awal daripada dirimu dan kalian berbelok ke arah kanan. Kau bertanya apakah masih jauh tempatnya pada Riko sementara Riko hanya bilang kalau mereka akan tiba lima menit lagi. Kau pun hanya bisa menghela napas sekali dan tanpa sengaja, matamu melihat sesuatu sehingga membuat langkahmu terhenti sejenak.

Riko yang menyadari kau tak mengikutinya, membalikkan badan agar bisa menghadap padamu. "(Name)-chan?"

Kau masih berhenti disitu, terus memandang ke arah tempat disebelahmu. Riko yang penasaran mengikuti arah dimana kamu menatap lalu kedua alisnya terangkat sekaligus kedua matanya terkerjap beberapa kali.

Kalian berdua melihat di tepi jalansana; sebuah lapangan mini berbentuk persegi panjang, tidak besar atau kecil. Cocok untuk latihan anak-anak untuk bermain dan olahraga ditempat tersebut. Dan itu adalah sebuah lapangan mini bola basket plus satu kerajang basket; guna untuk memasukkan bola basket kedalamnya.

Dan terlihat dua pemuda yang terlihat familiar bagi kalian disana. Satunya berambut gradasi merah-hitam yang sedang berlatih sendirian sambil mencoba mendribble dan memasukkan bolanya ke dalam keranjang. Sementara yang satunya lagi berambut biru muda dan tangannya memegang segelas milkshake dan rupanya ia sedang menyeruputi minuman tersebut dengan sedotan yang telah ditusuk didalamnya. Terlihat seekor anjing yang juga berada tepat disamping pemuda yang duduk di bangku panjang itu, berbulu putih dan hitam.

Anjing tersebut melihat kearah kalian kemudian berlari sambil menggonggong keras, tanpa sengaja membuat lemparan pemuda bertubuh tinggi itu meleset dan merutuk dengan bahasa inggris sementara pemuda yang lebih pendek tingginya tersebut melihat ke arah kalian berdua.

Riko tersenyum dan langsung menerima anjing itu berlari ke arah kalian berdua dan menggendong anjing kecil itu dengan cerianya, sedangkan dirimu hanya bisa melihat dua pemuda yang kalian temui sekarang.

Pemuda yang duduk tersebut kemudian bangun dari duduknya dan berkata sambil berjalan ke arah kalian. "(Name)-san, pelatih. Doumo." Ucapnya.

"Konnichiwa, Tetsuya-kun. Tak kusangka bisa bertemu denganmu dan Taiga-kun disini." Balasmu sementara ia mengangguk kecil. Pemuda berbadan tinggi satunya lagi mendatangi kalian dan memasang muka terkejutnya.

"Kuroko, ada ap- Oh.. Rupanya kalian ya?" Sahutnya sambil kau melemparkan senyum kecil.

"Hai, Taiga-kun. Kalian sedang apa?" tanyamu.

"Hanya latihan diluar jam kegiatan. Ini sudah biasa bagi Kagami-kun. Aku hanya menemaninya saja."

"Ah.. begitukah.." kaupun hanya bisa mengangguk-angguk sambil menerima ujarannya.

"Kalau kau sendiri, (Name)-san?" tanyanya balik padamu sebelum kau jawab.

"Ah.. Riko mengajakku pergi berbelanja untuk membeli keperluan klub." Kau melirik ke Riko yang begitu asyiknya main dengan Nigou, tak menghiraukan kalian bertiga karena saking gemasnya pada anak anjing maskot klub basket tersebut.

"Riko-Oneechan." Panggilmu sekali, membuat sang sepupu menghentikan kegiatan fangirlingnya seraya menatap kalian bertiga.

"A-Ah! Iya? Ada apa?" ujarnya cepat. Sudah kau duga, ia tidak menghiraukan kalian. Kaupun menghela napas.

"Bisakah kau kembalikan Nigou pada Tetsuya-kun?" pintamu datar dan kemudian Riko mengangguk kecil, mengembalikan hewan berkaki empat itu pada Kuroko dan menggendongnya.

"Oh iya, Kuroko-kun, Kagami-kun. Apa kalian sibuk hari ini?" Riko tiba-tiba bertanya seperti itu pada mereka.

"..Tidak. aku tidak ada kegiatan yang berarti untuk hari ini." Balas Kuroko sambil mencoba untuk menenangkan sedikit Nigou yang mulai menjilati wajahnya.

"Uhm.. Sepertinya aku juga sedang punya waktu senggang yang banyak." tambah Kagami sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Jangan-jangan kamu kutuan ya, Kagami? (Author langsung ditendang ke empang)

"Wah, kebetulan sekali! Kami perlu bantuan kalian Boleh 'kan?~" Riko memohon sambil memasang tampang (sok) manis, membuatmu berfirasat buruk dalam hati. Soalnya kau sudah tahu sifat Riko seperti apa; kalau ada kesempatan, pasti sedikit-sedikit manfaatkan orang.

Kagami, Kuroko, dan kau bertatap pandang lalu menoleh ke arah pelatih Seirin Basketball Club tersebut yang masih dengan memasang muka yang sama.

'Perasaanku jadi tidak enak..' gumam kalian bertiga dalam hati secara serempak, berkeringat dingin.

.

.

.

"Ohh.. Jadi ini tempatnya ya..." gumammu pelan ketika kalian berempat tiba disebuah toko mirip supermarket besar yang menjual peralatan olahraga yang cukup terkenal di Tokyo akan kualitas dan juga terjangkau harganya.

Dan kenapa kalian sekarang berempat? Karena Kagami dan Kuroko akhirnya hanya bisa pasrah gegara Riko; sepupumu meminta tolong mereka (kalau nanti mengangkut berang-barang berat, merekalah yang jadi tukang angkatnya) untuk membantu kalian.

"Taiga-kun, benar nich, tidak apa-apa membantu kami?" bisikmu pada Kagami yang berjalan disebelah kananmu dan ia hanya membalas dengan santai.

"Yah.. tak masalah buatku sich. Pelatih juga sudah janji untuk menaktrirku dan Kuroko dengan milkshake dan hamburger di Maji Burger setelah ini."

Kau memasang muka feel-like-me-gusta campur are-you-kidding-me padanya. Hanya karena iming-iming makanan, mereka bisa jadi patuh begini? Pasti dunia sudah mulai kacau, pikirmu asal karena sudah pusing akan jawabannya yang ajaib itu. Kau akhirnya juga tak bertanya pada Kuroko karena pasti jawabannya mirip seperti apa yang dikatakan oleh Kagami.

Oh, Tuhan. Apakah harga diri mereka hanya seperti secuil hamburger dan segelas milkshake? Kau hanya bisa menghela napas berat saat memikirkannya.

Kalian berjalan mengikuti Riko yang tahu letak tempat dimana kalian akan memborong beberapa barang dari toko yang kalian perlukan-secukupnya. Dan tak lama kemudian kalian sampai.

Riko kemudian mengeluarkan kertas kecil yang berisi list untuk benda yang diperlukan untuk kegiatan klub.

Kuroko yang melihat rak yang berisi bola basket langsung menyerbunya dan melihat-lihat begitu juga dengan Kagami; langsung pantengin bola-bola oranye tersebut dengan mata yang berbinar-binar.

'Dasar basketball idiot..' ujarmu lantang dalam hati sambil menatapi nasibmu yang tak melakukan apa-apa. Sejenak kau teringat sesuatu.

Kau harus membeli sepatu olahraga baru.

"Uhm.. Riko-Oneechan. Kau tahu tidak, rak sesi sepatu olahraga?" tanyamu seraya menoleh pada Riko yang sibuk menghitung dan menangani list belanjanya dan membalas.

"Hm? Oh iya-Kagami-kun! Bisa kesini sebentar?" Riko kemudian melambaikan tangan bebasnya kepada pemuda tersebut untuk memanggilnya. Kagami yang tengah asyiknya melihat-lihat, hanya bisa menghela napas ketika dipanggil dan berjalan menuju kalian berdua.

"Ada apa?" tanyanya.

"Begini, bisakah kau menemani (Name)-chan berbelanja sebentar? Dia ingin membeli keperluannya juga, sekalian."

"Hmm.. Baiklah." ujarnya dan kalian berdua segera pergi menuju sesi yang dituju.

Keheningan kalian berdua dipecahkan oleh keramaian yang terdengar samar-samar dari para pembeli yang lainnya.

Kau melirik pada Kagami yang sedang asyiknya melihat-lihat, toleh kanan, toleh kiri, seperti mencari sesuatu disini, mengamatinya dengan santai.

Kau pun hanya berjalan melihat kakimu. Rasanya kakimu terlihat menarik untuk dilihat oleh kedua bola matamu.

"Tadi kau bilang mau beli apa, (Name)?" Kagami mulai membuka pembicaraan setelah beberapa menit diam, kau pun menjawab sambil menoleh padanya.

"Oh.. itu, aku sedang mencari sepatu olahraga baru. Sepatu lamaku ketinggalan di Amerika saat pindah kesini." ujarmu padanya, membuatnya mengangguk-angguk kecil.

"Hmm.. Ribet juga ya.. Oh iya, berapa tahun kau tinggal disana?" tanyanya balik padamu.

"Dari umurku masih 4 tahun, aku dan keluargaku pindah kesana karena pekerjaan orang tuaku." Kau menceritakannya pada Kagami.

"Ooh.. Begitukah? Aku juga pernah tinggal di Amerika karena pekerjaan Ayahku, dan mulai tahun ini aku baru pindah kesini juga." ujarnya, membuatmu terkejut.

"H-Hahh? B-Benarkah? Wah... berarti kita sama ya, Taiga-kun?!" Kau merasa senasib seperti dia, serasa orang awam di negara asal sendiri.

"Iya!" sahutnya, kalian berbincang akrab sambil berjalan terus menyusuri toko perlengkapan olahraga tersebut. Bahkan kalian berbicara dengan bahasa inggris.

"Ah! Kita sudah sampai." sahutmu, melihat ke arah depan, melihat-lihat sepatu yang berjejer dengan rapinya. Bermerek mahal namun dengan harga yang murah.

Lumayan lah, daripada ke toko aslinya dan bayar lebih mahal.

'Astaga, kuharap uangku cukup untuk membeli salah satu dari ini..' ujarmu dalam hati, dan menoleh ke arah Kagami.

Wajahnya berbinar saat melihat-lihat sepatu olahraga tersebut. Membuatmu meneteskan keringat dingin dan menepuk jidatmu karena melihat sisi lain darinya ini.

"Wahh... Banyak sekali.." gumamnya pelan dan menoleh padamu.

"Ah, (Name). Bagaimana kalau kita melihat-lihat sebentar? Mungkin saja kau bisa menemukan sepatu yang kau inginkan." Usulnya dan kau mengangguk.

Kalian berdua berpencar untuk melihat-lihat sambil mencoba memilih-milih mana yang cocok untukmu.

"Oh.." kau melihat sepasang sepatu yang menarik perhatianmu. Warnanya hitam dan putih, dilegkapi dengan tali sepatu hitam datar dan telihat biasa diantara sepatu-sepatu dengan warna-warna yang mencolok. Tapi kau merasa, bahwa sepatu itu cocok dengan hatimu.

Tunggu sebentar, apa hubungannya dengan hatimu? Oh, maksudnya kau sudah tertarik untuk membelinya. Dilihat mereknya juga merek yang punya kualitasnya terjamin jadi kau awet memakainya.

Kau pun berjalan menuju tempat sepatu tersebut dan berusaha untuk mengambilnya dan membawanya karena kau ingin membelinya dan memakainya.

GREP

'Eh?'

Kau yang tengah memegang sepatu itu di sisi depannya melihat sebuah tangan, yang juga memegang sisi belakang sepatu. Dan tangan itu berkulit putih pucat.

Lalu kau mendongakkan kepalamu dan mematung disaat itu juga. Di depanmu berdiri seorang pemuda tinggi, berambut hitam, dan bermata hazel.

Tunggu, apakah ia orang luar negeri yang nyasar? Apakah dia adalah orang yang ber-ras mongoloid?

"U-Uhm.. Anu-"

"Maaf, nona. Tapi aku menemukannya duluan." Ucapnya. Dengan bahasa jepang. Asli.

Oh shit.

Ciyus, miapah, DEMI APA.

Kau pun hanya memasang muka idiot tapi kemudian sadarkan diri dari imajinasi liarmu sebelum membalas, "A-Ah! Tapi, aku ingin membeli yang ini juga."

Kau berusaha menjawab seraya mencoba membuatnya melepaskan pegangan pemuda tersebut namun sepertinya sia-sia.

"Tidak, aku duluan." sahutnya, membuatmu sedikit tertarik maju dan kau mulai merasa kesal.

"Tapi aku mau yang ini!" ujarmu sambil mencoba menarik sepatu itu yang ditariknya, membuatnya mendecikkan lidahnya sendiri.

"Tidak, aku yang ini." timpalnya cepat.

"Ini punyaku!"

"Enak saja! Aku sudah mengincar ini lebih dulu, kau tahu!"

"Ini milikku!"

"Milikku!"

"Pokoknya milikku!"

"Kan masih ada yang lain, pilih yang lain saja sana!" timpalnya masih melancarkan aksi tarik-menarik denganmu demi sepasang sepatu.

"Tidak akan! Aku tidak rela!" balasmu sengit, melancarkan tatapan kesal pada pemuda tersebut yang dibalas tatapan sama olehnya.

Ia menghela napas malas, dan berujar padamu. "Dengar, aku tidak ingin membuat pertengkaran. Sekarang lebih baik kau lepaskan peganganmu pada sepatu ini dan masalah selesai." usulnya yang langsung kau tolak mentah-mentah.

"Tidak. Kau 'kan laki-laki, jadi harus mengalah pada perempuan. Apa kau tak tahu etika, hah?" sindirmu sambil menatapnya dengan tatapan sinis.

"Aku tahu etika, tidak usah mengguruiku, dasar gadis pendek!" sindirnya padamu sambil bersuara rada keras, membuatmu naik darah dan meneriakinnya juga.

"Apa katamu?!"

"Ga-dis. Pen-dek! Ba~ KA!" Ia mengejanya dalam beberapa suku kata dengan seringai yang bersifat mengejek sambil menjulurkan lidahnya; membuatmu hampir meledak seperti gunung berapi.

"Dasar tak tahu malu, raksasa!" ujarmu balik dengan kesal.

"Teme! Kau-" Ia mengangkat tangan kirinya dan seraya kau mulai berspekulasi apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kau menutup matamu rapat-rapat, bersiap mendapati bekas tangan yang akan membuat pipi mulusmu mendapatkan bercak merah.

Tapi itu tak terjadi, kau perlahan membuka matamu perlahan dan takut-takut, kemudian setelah mengatur pendanganmu perlahan, lalu melebarkan matamu ketika melihat tangan lelaki itu ditahan oleh seseorang. Seseorang yang berbeda.

Sama sepertinya, sebenarnya beda. Bertubuh tinggi, bermata biru terang dan berambut biru tua, tapi perbedaannya dengan pemuda satu ini adalah kulitnya yang kecoklatan layaknya orang yang habis berjemur di pantai seharian karena terkena sinar UV yang berlebihan.

Tangan kekarnya memegang pergelangan tangannya; lebih tepatnya menahan tangan pucat itu untuk melayangkannya agar kau tidak ditampar.

Kau tertegun sejenak, mematung.

Pria berambut hitam itu mendecik padanya. "Apa yang kau lakukan, ha?"

sang pemuda berkulit dim itu hanya berujar, "Setidaknya kau bisa bersikap mengalah pada seorang perempuan. Kalian membuat keributan di toko ini."

Segera, kau melihat ke sekeliling. Benar yang dikatakan olehnya, kalian bertiga dilihat oleh beberapa orang yang berjalan melewati dan menyaksikan perdebatan kalian. Astaga, kau lupa kalau kalian ada di tempat umum.

Merasa terpojok, sang pemuda bermata hazel pun menarik paksa tangannya sendiri seraya pemuda berkulit coklat itu melepaskan genggamannya dari sang pelaku, dan ia melirik tajam padamu. Kau yang melihat lirikannya langsung bergidik ngeri. Di sisi lain, sepatunya menjadi milikmu.

"..Tch. Awas kau. Kalau kita bertemu lagi, kubalas kau lebih parah." Suaranya dalam, tertahankan; membuatmu merasa tubuhmu entah kenapa bergidik ngeri dan gemetar ketakutan dan menatap pemuda berambut pucat itu melangkah pergi dari sana, sebelum mengetahui orang-orang yang melihat kalian pergi menjauh setelah melihat adegan debat itu selesai.

Woi, dikira tontonan gratis apa? Pikirmu sambil menahan kemarahanmu karena jadi objek dari inti perkelahian tadi.

Oh iya!

"U-Uhm, terima ka-"

Kau menoleh ke arah sebelahmu, berniat untuk berterima kasih padanya karena sudah menolongmu, tapi sepertinya niatanmu itu harus ditunda.

Karena kau mendapati bahwa pemuda yang dimaksud tersebut telah tak ada lagi disampingmu, telah menghilang entah kemana. Hanya terlihat keramaian toko saja; orang-orang berlalu-lalang.

"Eh.." Kau hanya bisa tertegun sejenak, merasakan de javu yang tak kau ketahui bahwa itu semua adalah benar.

'Kemana pemuda itu pergi-Kenapa juga.. aku seperti mengalaminya lagi...' Kau berpikir keras saat itu juga, masih berdiri disana.

Disaat kau tengah perang dengan pikiran absurd-mu itu, samar-samar seseorang memanggil namamu, dan kau mengenal suaranya.

Kau memutar badanmu dan kau melihat Kuroko menghampiri dirimu sambil berlari.

"(Name)-san! Akhirnya kau kutemukan juga.." ujarnya, sambil mengatur napas yang tersengal-sengal.

Eh? Apakah benar ia berlari?! Tapi mukanya masih datar, tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Hah? Apa maksudmu-"

"Kagami-kun menyadari bahwa kau tak ada di sebelahnya dan langsung panik, kemudian ia pergi memberitahu kami. Pelatih juga ikut-ikutan panik dan kami semua berpencar untuk mencarimu." terangnya jelas padamu, membuatmu teringat kembali bahwa kau pergi bersama dengan Kagami, tapi malah berpencar dengannya dan terlibat perkelahian dengan pemuda aneh. Dan ditambah pemuda misterius yang berkulit redup itu yang menyelamatkanmu.

Kau berkeringat dingin. "A-Ah.. Begitu ya.. Maafkan aku sudah merepotkan kalian." Kau meminta maaf lemas pada Kuroko.

"Tidak apa, (Name)-san. Yang penting kau sekarang sudah ketemu."

Tapi bukannya jalan duluan, sang pemuda berambut biru muda tersebut mengulurkan tangan kanannya padamu.

Kau yang bingung hanya bisa menatap sejenak tangannya lalu melihat kepadanya.

Namun yang mengherankanmu adalah, ia tersenyum. Ya, tersenyum. Senyuman kecil; tulus. Tapi dengan segitu saja entah kenapa berhasil membuatmu tertegun sejenak.

Serasa mengerti akan kebingunganmu, ia berkata. "Ayo. Berikan tanganmu, supaya tidak terpisah nanti dijalan."

Dan kau segera mengerti perkataannya. Dengan setengah ragu-dan malu-malu, kau menerima tangannya; menggapainya dan membiarkan ia menggandeng tangan kecilmu agar kalian berdua tak terpisah ketika berjalan.

Kalian berjalan balik, tanganmu masih digandengnya. Kau berjalan di sampingnya, menyamakan langkah dan kecepatanmu untuk menyesuaikan jalannya. Kau melirik ke arahnya.

Terlihat wajahnya masih sama datarnya seperti tadi; kau mengintip ekspresi wajahnya. Lalu kau melirik lagi kearah tangan kalian yang saling bertautan.

Dan terasa sekali kalau tangan berkulit pucat itu mempunyai kehangatan; membuatmu merasa sedikit nyaman akan hal tersebut.

'Tangannya hangat..' gumammu dalam hati sambil memandang tangan kalian kemudian kembali menatap ke bawah; melihat kakimu yang melangkah bersamanya. Dan merasakan bahwa wajahmu mulai memerah akan sensasi yang menyeruak pelan.

"Ngomong-ngomong, (Name)-san."

Kau mengangkat kepalamu saat ia menyahut.

"Kau sudah mendapatkan sepatunya?" tanyanya, membuatmu kembali ke tujuan asalmu; beli sepatu baru.

"A-Ah! Iya, ini aku sudah dapat kok." balasmu, memperlihatkan sepatu yang kau pegang dari tadi didekapanmu dengan tangan sebelahmu yang bebas pada Kuroko.

"Oh iya, tadi sepertinya ada keributan ya. Orang-orang ribut membicarakannya tadi."

JLEB

"A-Ah.. Iya.. Sepertinya be-begitu.." kau mengalihkan pandanganmu untuk tidak membuatnya curiga-dan menghindari pertanyaan yang-kemungkinan besar-bakal muncul.

"Apa kau melihat mereka tadi?" tanyanya, membuatmu terperanjat sedikit dan membalasnya dengan suara yang hampir terbata-bata.

"M-Maaf, tapi karena terlalu sibuk memilih, aku jadi tidak sempat melihatnya, iya.. Hehe..."

Wow, sepertinya alasannya boleh juga tuh, (Name). Bagus, belajar jadi tukang bohong.

"Dan kudengar konfliknya hanya karena berebut sepatu yang sama. Perasaanku disini banyak kok sepatu yang sama. Rasanya mereka membesar-besarkan hal tersebut. Seperti tidak ada kerjaan saja." Dan perkataan datar tapi menohok milik Kuroko Tetsuya itu langsung membuat panah imajiner yang besar sekali menusuk pada dirimu.

Rasanya itu loh... disini, ungkapmu sambil menangis dalam hati, memegang dadamu dengan lebaynya. Dalam hati.

"Oi!"

Terdengar suara familiar lagi dan segera kalian menemukan bahwa Kagami dan Riko berlari menuju kalian berdua dan langsung saja sepupumu itu memelukmu (baca: menerjangmu). Otomatis tanganmu dari Kuroko langsung lepas, dan kau langsung menenangkan Riko yang panik sambil marah-marah padamu karena khawatir kau tersesat di tempat yang ramai seperti tadi.

Kau pun meminta maaf pada mereka semua segera.

"Dasar."

"Aduh!"

Kagami memberikan sebuah cubitan di hidungmu, segera kau meringis lirih sebelum ia melepaskannya.

"Harusnya kau tetap di dekatku jadi tidak tersesat seperti tadi. Mengerti?" tegasnya dan kau mengangguk kecil seraya memasang muka cemberut dan mengelus-elus hidungmu yang dicubit.

"Ayo sekarang kita pulang. Kuroko-kun, Kagami-kun, tolong ya." Riko mengganti topik dan menunjuk beberapa kardus yang ada dibelakang mereka tak jauh disana.

Kalian bertiga berkeringat dingin.

.

.

.

'Aku jadi kasihan pada mereka...' ujarmu dalam hati sambil melirik belakangmu; Kagami mengangkat tiga kardus besar dan Kuroko membawa dua kardus sedang. Mereka berjalan di belakang kau dan Riko, tak jauh dari kalian berdua. Kalian pergi menuju gymnasium sekolah untuk meletakkan kardus-kardus berisi keperluan klub di ruang loker klub.

"Baiklah, sudah beres. Ayo kita pulang-"

"Tunggu sebentar, Kagami-kun."

Kuroko memotong ujaran sang pria berambut kontras tersebut dan menuju pada Riko.

"Pelatih," ujarnya dan mengadahkan tangan kanannya pada gadis berambut karamel coklat tersebut; dan kalian berdua benar-benar bingung.

"E-Eh.. Kuroko-kun? Apa maksudmu?" tanya Riko.

"Bayaran. Kau bilang kalau kami membantumu membawakan barang-barang, maka kau akan meneraktir kami berdua di Maji Burger."

Ngek

Oh iya ya, kau baru ingat kalau mereka membantu karena diiming-imingi makanan di Maji Burger.

Riko yang baru ingat langsung tertawa gugup, menggaruk pipinya dengan jari telunjuknya.

"A-Ah,, iya.. Aku lupa! Hehe.. Gomen, gomen.."

"Aku lapar. Bagaimana kalau kita semua pergi dan makan siang disana saja?" ceplosmu tiba-tiba pada mereka dan Kagami menyetujui perkataanmu.

"Boleh juga, aku juga sudah lapar dari tadi." ujarnya saat tahu perutnya sudah keroncongan, sementara Riko berpikir lagi kalau menghela napas. "Baiklah,.. Ayo kita pergi."

Dan kalian berempat menuju restoran cepat saji tersebut.

"Taiga-kun. " sahutmu pada Kagami. Ia menoleh. "Hm?"

"Sebagai permintaan maaf karena membuatmu panik, aku ada permintaan." ujarmu.

"Memangnya apa?" tanyanya penasaran.

"Main One-On-One lagi yuk!" ajakmu riang, membuat Kagami mendecik lalu terkekeh. Ia menyikut pelan lenganmu.

"Boleh saja. Asal nanti kalau kau kalah dariku, traktir aku ya." Balasnya iseng, membuatmu menggembungkan pipi.

"Jahatnya!~" ujarmu pilu seraya kalian berjalan lagi mengikuti Riko dan Kuroko yang sudah duluan berjalan didepan kalian.

.

.

.

"Terima kasih banyak atas kerja hari ini!" ujar sang sutradara dan disaat itulah semuanya bubar, beberapa belas orang yang bekerja di sebuah studio yang berada didalam salah satu bangunan besar, yang juga merupakan kantor produksi majalah remaja yang terkenal di Tokyo, telah menyelesaikan pekerjaan mereka di sore hari di bulan yang mulai memasuki pertengahan musim gugur tersebut.

Termasuk juga untuk seorang pemuda berambut pirang bermata manik madu tersebut. Ia menarik napas singkat sebelum melangkahkan kakinya untuk memasuki ruang gantinya. Pekerjaannya sebagai model, membuatnya harus dituntut oleh berbagai hal. Dari segi fisik, rupa, lahir dan batin, akademis, non-akademis, dan sebagainya.

Yah, dan dia tetap menyeimbangkannya di segala bidang yang digelutinya. Kise Ryouta lah namanya, anak terakhir dari 3 bersaudara yang mempunyai dua kakak perempuan itu sedang berganti pakaian yang digunakannya untuk sesi pemotretan tadi dengan pakaian biasanya saat datang ke studio pemotretan tersebut.

Selang beberapa kemudian, saat ia telah selesai memakai baju miliknya. Ia menuju meja dekat dirinya dan mengambil sebuah benda elektronik miliknya yang berwarna kuning keemasan. Ia buka ponselnya dan memencet beberapa tombolnya.

Tiba-tiba sebuah getaran kecil ada dari ponsel miliknya, yang membuat Kise tertegun dan melihat siapa nama pengirim e-mail yang masuk sekarang.

"Hm? Midorimacchi?" ia berkedip beberapa kali dan membuka pesan tersebut. Bola matanya menelusuri kata-kata yang telah diketik dan mengerti maksud dari e-mail tersebut.

Segera ia menyambar jaket kulit tebalnya dan langsung meluncur keluar dari tempat tersebut-untuk menuju ke suatu tempat yang akan ia tuju sekarang.

.

Cuaca yang makin mendingin karena angin musim gugur yang berhembus sepoi-sepoi tapi menusuk; membuat beberapa orang mulai memakai baju tebal dan syal sebagai penghangat untuk perlindungan dari dinginnya musim yang mulai berubah tersebut.

Dan disebuah gymnasium, berdirilah dirimu yang melihat ke arah luar jendela dari dalam ruangan. Matamu melihat keadaan luar disekitar lingkungan tersebut. Bahkan kaca pun terlihat buram dikarenakan dinginnya cuaca-sehingga membuatmu harus menyeka bulir-bulir air yang berubah jadi embun; yang menghalangi matamu untuk melihat ke luar daerah.

"Hari ini dingin sekali.." bisikmu pada diri sendiri. Kau sekarang tidak memakai baju seragam sekolahmu. Tapi memakai seragam basket Seirin. Kau mendapatkannya karena ingin sekali memakai baju bercorak putih-hitam-merah tersebut pada sepupumu sehingga ia terbujuk dan kau mendapatkan satu set baju tersebut.

Kau memakai sepatu yang kau beli beberapa waktu lalu dan dalaman baju basketmu, kau memakai t-shirt putih sehingga kau terlihat tidak terlalu mencolok dan membuka auratmu.

Kenapa pakai t-shirt? Itu dikarenakan saat kau mencobanya, seragamnya agak kebesaran walau pas denganmu; dan hampir memperlihatkan buah dadamu yang lumayan, ehm... yah,,... pokoknya lumayan dech. Maka untuk menutupinya agar tidak menarik perhatian, kau akhirnya memakai kaos t-shirt yang kau miliki sehingga terlihat tertutup dan rapi saat bermain.

"(Name)! Pelatih memanggilmu." Fukuda memanggil namamu dan kau menoleh ke arahnya.

"Ah! Iya, aku segera datang!" ujarmu dan berlari kecil menuju pelatih sekaligus manajer dari klub basket sekolah menengah; Seirin High School tersebut.

"Ada apa?" tanyamu cepat seraya berhenti didepannya dan ia membalasmu, "Ini, tolong periksa berkas-berkas ini. Hanya cukup melakukan ini, dan ini. Mengerti?" ujarnya mengajarkanmu menyusun dokumen klub basket dan juga penyusunan schedule. Kau mengangguk.

"Baiklah, akan ku kerjakan." Ucapmu.

"Baiklah, aku pergi dulu dengan Hyuuga-kun." Tambahnya. Kau bertanya, "Eh? Memangnya mau kemana?"

"Membeli minuman untuk para anggota. Mereka 'kan sudah akan istirahat 10 menit lagi dan stok minuman ion kita hampir habis, jadi aku akan membelinya lagi." Balasnya seraya memakai syal merah marunnya sementara kau hanya mengangguk mengerti.

"Baiklah.. Aku mengerti. Hati-hati dijalan." Ujarmu dan beberapa saat kemudian Hyuuga datang untuk ikut serta keluar bersama sepupumu.

Setelah mereka keluar dari gymnasium, kau menutup pintunya rapat-rapat seperti biasa karena takut angin dingin menembus masuk ke dalam ruangan.

Kau kembali ke bangku panjang dimana terdapat beberapa lembar dokumen dan berkas untuk kau seleksi dan juga jadwal schedule yang harus kau isi.

Kaupun duduk dengan PW dan akhirnya mulai mengerjakan pekerjaanmu sebagai asisten pelatih dari klub tersebut. Kau sudah mulai terbiasa mengisi jadwal schedule, mengaturnya dan juga menyeleksi berkas-berkas yang harus wajib diisi oleh kalian.

Setelah selesai mengerjakannya, kau melihat jam tanganmu yang menunjukkan bahwa waktu istirahat akan segera tiba bagi anggota yang berlatih saat ini.

Kau berdiri dan mendekat ke pinggir lapangan, meniup peluit berwarna hitam tersebut dengan nyaring, dan memberitahukan pada mereka untuk beristirahat selama 10 menit.

Setelah itu kau kembali ke bangku panjangmu dan mulai mengatur serta merapikan kertas-kertas yang sudah diisi.

"(Name)-chan." Panggil seseorang, kau menoleh ke arah belakangmu dan mendapati bahwa yang melakukan itu adalah Furihata.

"Oh, Kouki-kun. Ada apa?" tanyamu ramah.

"Kau sedang sibuk-Oh ya, dimana pelatih?" tanyanya padamu, melihat ke kanan dan kiri.

"Riko-Oneechan sedang pergi membeli minuman bersama Junpei-senpai." Ujarmu padanya, dan ia mengangguk kecil;mengerti.

"Ah, sou ka. Baiklah, aku mengerti." Kau mengangguk sekali dan ia kemudian berjalan kembali menuju rombongannya.

Tanganmu merapikan kembali kertas-kertas tersebut dan menaruhnya di dalam tasmu yang nantinya akan diberikan kepada Riko.

Setelah itu, kau melihat bahwa anggota sedang beristirahat sejenak dari latihan yang mulai intens menjelang pertandingan besar-Winter Cup.

Kemudian kau berjalan menuju lapangan tempat mereka berlatih dan melihat beberapa bola berserakan dimana-mana. Dan hatimu tergerak untuk mengumpulkannya dan mengembalikan bola-bola oranye tersebut ke tempat asalnya.

Kau memunguti satu-persatu dan meletakkannya di keranjang yang disediakan. Kau pungut lagi dan taruh lagi. Dan begitu seterusnya.

Sampai sepasang tangan mengangkat sebuah bola yang akan kau angkat; membantumu mengumpulkan benda bulat tersebut.

Kau mendongak dan tertegun. Sepasang bola mata biru muda bersifat teduh dan tenang, yang bertemu dengan kedua matamu-membuatmu menatap sejenak.

Dan tidak menyangka bahwa jarak kalian cukup dekat; cukup dekat untuk bisa saling berciuman. Disaat itu juga kau merasakan panas mulai menjalar di kedua pipimu.

"A-Ah.." Kau terbata-bata dan melangkah mundur, walau ia tidak bergerak dari posisinya seraya kalian berdua saling melihat. Sikapmu agak grogi saat kalian saling dekat.

"Maaf mengagetkanmu, (Name)-san." ujarnya-Kuroko. Ternyata ialah yang hampir membuatmu jantungan tadi. Dikira siapa.

"Ti-Tidak.. Tidak apa-apa." Balasmu padanya saat ia melangkahkan kakinya menuju keranjang tempat bola basket dikumpulkan dan menaruhnya disitu sebelum kemudian mulai memungut lagi.

"T-Tetsuya-kun, kau tidak perlu repot-repot membantuku. Kau bisa istirahat dengan yang lainnya." Kau mencoba menghentikannya yang masih memungut bola-bola basket. Tapi ia menggeleng kecil padamu.

"Aku tak apa. Karena hari ini juga hari piketku."

Doeng.

Ah iya ya... kau baru ingat bahwa ada jadwal piket untuk tiap para anggota.

"O-Ohh..." kau hanya bisa memasang wajah seperti ini; (=v=|||)

"Tapi," kau melihat ke Kuroko saat ia melanjutkan bicaranya.

"Aku juga tidak bisa melihat seseorang yang mengerjakan tugasnya-sendirian pula. Maka dari itu, aku merasa ingin membantu orang tersebut, dan menyelesaikannya bersama-sama."

Tertegun-kaget; itu saja yang bisa kau ekspresikan sekarang. Tak hanya tenang dan datar seperti triplek, tapi seorang Kuroko Tetsuya ternyata adalah orang yang suka menolong dan lemah lembut.

Tanpa sadar, kau menyunggingkan senyuman kecil. Ternyata, masih ada orang yang peduli pada orang lain disekitarnya.

Karena dulu, waktu kau di Amerika, tidak ada anak yang mau berteman dekat denganmu. Sampai akhirnya ketika kau pulang ke Jepang beberapa waktu lalu.

"Terima kasih, Tetsuya-kun.." ucapmu senang, tak tahu kalau setetes air mata jatuh membasahi pipimu, dan kau mulai terisak. Astaga, kau cengeng sekali, walau diberitahu tentang hal seperti itu. Memang, kadang kau gampang menangis akan hal sepele dari dulu. Tingkat emosionalmu itu lumayan tinggi.

Kuroko tak menyangka kalau ia akan membuat seorang gadis menangis. "Uhm.. daijoubu desu ka? Ini, pakailah." Kuroko lalu dengan tenang menyerahkan sebuah sapu tangan berwarna putih dan kau memakainya untuk mengusap air matamu sendiri. Ia berusaha menenangkanmu-mengelus kepalamu dengan lembut agar kau berhenti menangis.

Kau akhirnya sadar sekarang; ternyata Kuroko sudah seperti sosok seorang kakak laki-laki bagimu. Dan sepertinya, ia belum tahu akan anggapanmu tentangnya itu.

Untuk saat ini.

Suara langkah kaki yang memadati kota Tokyo yang ramai seperti biasa terdengar samar-samar. Beriringan dengan suara-suara yang dihasilkan dari deru kendaraan bermotor dan mobil yang dikendarakan penduduk sekitar, melintas di jalan beraspal yang dipakai sebagai jalan raya.

Kise berjalan menyusuri salah satu trotoar yang ia lalui. Ia memakai baju berwarna coklat tua dengan kardigan luarnya yang berwarna kuning, celana jeans biasa dan juga memakai sebuah kacamata hitam. Pekerjaannya sebagai sebuah model majalah remaja pun membuat ia harus melakukan penyamaran-karena kalau tidak, ia bisa-bisa dikerubungi oleh fansnya yang bisa saja berpapasan dengannya.

Ia lalu masuk ke dalam sebuah restoran cepat saji-Maji Burger. Setelah memesan sebuah burger, satu kentang goreng ukuran sedang dan satu gelas cola, ia menuju meja kosong yang berada didekat jendela kaca. Kise kemudian duduk dan mulai memakan burgernya, ia seraya membuka ponselnya lagi dan mengutak-atik tombolnya-menekannya untuk melakukan aktivitas menjelajahi menu ponselnya sendiri. Tak lama kemudian seseorang menyahut tenang padanya.

"Ternyata kau benar-benar datang, Kise."

Pemuda berambut pirang kekuningan tersebut mendongak dan melihat seorang pemuda berambut hijau yang dikenalinya; Midorima Shintarou.

"Ah, Midorimachii. Tentu saja ssu. Bagaimana tidak, pesanmu seperti orang panik sich, hehe..." ia terkekeh saat tahu pesannya memakai subjek SOS.

Midorima yang agak sedikit tersinggung, mencoba berusaha tenang akan pernyataannya tersebut. "Diamlah-nanodayo, waktu mengetik itu aku sedang buru-buru, kau tahu." ujar sang pemain yang mempunyai rambut hijau lumut, membetulkan kacamatanya dengan jari tengahnya; membuat Kise terkekeh lagi.

"Hehehe... Iya iya, ssu.. Ngomong-ngomong, ada apa memanggilku kemari, Midorimachii? Sepertinya kau terlihat tidak tenang ssu." Ujarnya sambil menyomot kentang goreng miliknya.

Midorima kembali berwajah serius-memang benar kalau beberapa hari ini ia sedikit tidak tenang. Gara-gara perkataan orang tersebut. Bahkan, ia hampir saja terlambat melihat siaran Oha Asa beberapa hari ini.

"Mungkin kau tidak percaya, tapi aku bertemu dengannya-nanodayo" Ucapnya, membuat Kise mengedipkan kedua matanya untuk beberapa kali. Ia menyomot kentang goreng.

"Hm? Maksudnya?" tanyanya bingung.

"Maksudku-nanodayo, aku bertemu dengan 'dia'." Ujarnya lagi, membuat Kise yang sedang meneguk cola yang ia minum dan hampir tersedak karena itu.

"Uhuk-Uhuk! Uhuk!.. Ma-maksudmu.. 'dia' yang itu?!" tanyanya lagi, sambil mencoba memastikan bahwa ia tak salah dengar seraya Midorima mengangguk.

"Bagaimana bisa? 'Kan dia sekarang di Kyoto. Tidak mungkin 'kan? Eh, tapi bisa jadi dia kesini karena pertandingan turnamen mendatang." Kise menambahkan.

"Aku juga tidak tahu bagaimana bisa ia muncul. Tapi, yang pasti ia kembali untuk memastikan taruhan kalian yang waktu dulu itu-nanodayo. Termasuk satu lagi,"

Kise mendengarkan dengan serius. "Apa lagi?"

"Itu-"

.

.

.

"Taiga-kun!" panggilmu pada Kagmi yang sedang menyapu lantai basket. Ia menoleh dan kemudian kaget seraya menahan seranganmu. Ya, gegara film populer yang kalian tonton semalam di rumah Kagami; Yang menceritakan para manusia yang bertahan hidup melawan manusia raksasa yang menyerang umat manusia, kau jadi meniru serangan dari karakter utama.

"O-Oi! (Name)! Awas kau!" ujarnya sengit sambil mencoba memakai sapu yang ia pakai tadi untuk menyerangmu. Kau tertawa lepas dan kalian saling berpura-pura bertarung meniru yang ada di televisi.

"Hyaa!"

"Uagh!"

"Terima ini!"

"Tidak secepat itu!"

"Kagami-kun dan (Name)-san, tolong hentikan mainnya. Kita sedang piket. Bagaimana kalau Pelatih dan senpai yang lain datang? Kita bisa dikenai hukuman." Kuroko yang tengah merapikan handuk-handuk yang baru saja kering setelah dicuci olehnya dan Kawahara. Furihata dan Fukuda sedang membersihkan ruang loker kalian.

Dan Riko serta para anggota kelas dua lainnya sedang pergi karena urusan di luar lingkungan sekolah. Mereka berpesan kalau sudah selesai piket, kalian bisa langsung segera pulang.

"Tenang saja, semuanya pasti beres, Kuroko! Kita bisa dengan cepat membersihkan gymnasium ini." Ujar Kagami, sambil saling bertarung denganmu dengan sapu kayu.

"Kalau kalian tidak mengerjakannya dan hanya bermain saja, pasti sudah selesai daritadi." Kuroko menyebut ujarannya dan membuat dua panah imajiner besar, menusuk tembus didada kalian.

Sometimes, he can be so spicy in words. Ya, ungkapan itu bergema dikepala kalian berdua untuk seorang Kuroko Tetsuya yang bagai pepatah; diam-diam menghanyutkan.

Setelah semuanya beres, kalian bersiap untuk pulang. Kau sudah berganti baju dengan seragam sekolah putrimu seperti biasa. Furihata dan dua temannya sudah pulang duluan karena untuk mengerjakan PR bersama; mereka patut dicap sebagai anak yang rajin sekali. Author bangga sama mereka.

Lanjut.

Tanganmu mengambil tas milikmu dan mulai beranjak untuk keluar. Tapi disaat kau hendak membuka pintu, pintu itu terbuka sendiri karena seseorang dari luar membuka pintu tersebut. Kau mendongak pada orang yang telah membukanya duluan. Dan disaat itulah kau tak menyangka bisa bertemu dengan pemuda yang beberapa hari yang lalu kau temui.

"Yo. Tetsu. Aku datang ingin mengembalikan-" ucapnya dengan nada santai seraya kemudian tertegun sejenak melihatmu yang juga menatap balik padanya.

Berbadan lumayan tinggi-yang hampir sama dengan Kagami, berambut biru tua, bermata biru terang dan berkulit dim. Camkan itu.

Kau mengedip beberapa kali, ia juga melakukan hal yang sama. Kagami dan Kuroko yang melihat kalian diam seperti itu, tampak bingung dan diam keheranan.

"AAHH!" kalian berdua berteriak lantang, saling menunjuk satu sama lain.

Sweatdrop overload

"Kau yang kemarin 'kan?! Pemuda dekil yang waktu itu?" ucapmu padanya, seraya masih menunjuk satu sama lain dengannya juga.

"Kau juga, gadis bodoh yang kemarin hampir ditampar oleh pemuda pucat itu, ya 'kan?" tanyanya keheranan karena bisa bertemu denganmu lagi.

"Aomine-kun. (Name)-san. Kalian saling kenal?" ceplos Kuroko pada mereka yang dari tadi diam bersama Kagami.

"Aomine?"

"(Name)?"

Kalian saling bertatapan balik, berkedip beberapa kali seperti orang bego'.

"KAU JUGA KENAL DENGANNYA, TETSU/TETSUYA-KUN?!" tanya kalian lantang secara bersamaan dengan menunjuk satu sama lain juga; dan padanya yang tengah menutup kedua telinga dengan kedua tangannya sendiri bersama Kagami yang merutuki kalian berdua.

"Kalian berisik sekali.." dumelnya saat Kuroko mengangguk dan melepas tangannya dari menutup telinganya.

"Dan bagaimana bisa kalian tahu satu sama lain? Bisakah kami dapat penjelasan?" kuroko menanyakan kalian berdua. Kau berkeringat dingin.

"I-Itu.."

"Begini.. kejadiannya.." Aomine menghela napas sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

.

.

.

AOMINE'S POV

"Hhh.. Malasnya..." ujarku malas sambil berjalan dibelakang, mengikuti seorang gadis yang dulunya teman sepermainanku waktu masih kecil; Momoi Satsuki.

"Dai-chan! Lihat, kaos olahraganya bagus ya? Apa perlu kita beli untukmu? Kau 'kan kadang harus bawa dua kaos cadangan." tanyanya riang; dan sikapnya itu membuatku tambah malas meresponnya. "Terserah kau saja." Ujarku malas dan menoleh ke kanan dan kiri. Mencari kesibukan sendiri, lalu aku melihat sesuatu yang menarik perhatian diriku yang kece ini.

Aku menuju ke sesi barang yang berada dekat tempat Satsuki tengah memilih baju. Dan yang kutemukan adalah sesi pakaian dalam perempuan khusus untuk olahraga.

Wah, ternyata ada juga surga kecil nyempil disini, pikirku mesum seperti biasa. Aku melihat-lihat dan mengambil salah satu dari pakaian dalam tersebut.

Ditanganku sudah memegang sebuah sports bra yang lumayan besar dengan warna merah jambu. Kalau dikira-kira cukup untuk seukuran dada Satsuki. 'kan dia dadanya besar (walau masih kalah dengan Mai-chan tercinta yang dadanya montok dan indah, eaa~)

"Oi, Satsuki. Lihat." Ujarku agak semangat padanya seraya ia menoleh dan kemudian mukanya berubah jadi merah.

"Apa-D-Dai-chan! Apa-apaan kau?! Taruh kembali barang itu! Tidak baik menunjukkannya!" Satsuki ngomel padaku sambil merampas sports bra yang kupegang.

"Ini pasti cocok untukmu! 'Kan dadamu lumayan besar." Ujarku lagi lalu tersenyum sinis. "Kayak kamu saja yang tidak malu aku tunjukkan foto-foto vulgar punya Mai-chan tercinta-Aduh! Apaan sich! Sakit, tahu!" aku meringis kesakitan karena langsung dipukul kepalaku oleh kepalan tangannya dengan kerasnya.

"Hmph! Itulah imbalannya karena bicara kotor." Ujarnya angkuh, membuatku keheranan.

"Hah? Bicara kotor? Memangnya mulutku banyak sisa makanannya ya? Perasaanku aku sudah sikat gigi sebelum pergi lho.." ujarku bego' sambil berpikir keras; membuat Satsuki hanya bisa menepuk dahinya keras karena melihat sikapku yang walau jenius dan ganteng ini, jadi bego' sesaat. Tunggu, yang terakhir dicoret saja.

Satsuki, awas jenong lho. Jangan ditepuk terus dahimu. Nanti Tetsu nggak mau sama kamu lagi.

Lanjut ke cerita.

Samar-samar kami mendengar dari dekat sana ada banyak orang yang ramai melihat-berkumpul seperti melihat sesuatu.

"Eh.. ada apa ya, kok ramai sekali-E-Eh! Dai-chan! Kembalilah! Mou.. dasar.." Satsuki yang penasaran dan melihatku yang sudah tidak peduli, berusaha mengalahkan rasa penasaranku ini. Karena yang bisa mengalahkan diriku adalah aku sendiri. itulah motto-ku.

"Minggir sedikit, mau lihat.." gumamku sabil mencoba berjalan menyalip beberapa orang didepanku dan melihat bahwa ada dua orang sedang berdebat dan rebutan akan sesuatu.

Aku hanya bisa keheranan.

Kenapa? Karena mereka marah-marahan hanya karena berebut sepatu. Yang laki-lakinya tidak mau mengalah. Tapi si gadis itu juga tak pantang menyerah. Ada-ada saja.

Aku melebarkan mata saat aku melihat sang pemuda berambut hitam itu hampir mau berbuat kasar padanya; menampar sang gadis.

Tanpa kuketahui, hatiku tergerak untuk menghentikan perdebatan mereka. kutahan tangannya dan berujar untuk menghentikan mereka berdua untuk tidak saling menyakiti dengan fisik.

Laki-laki itu menatap kesal padaku dengan sengit dan membalas dengan nada menantang tapi aku balik menyahut dengan santai dengan kata yang tepat sasaran sehingga ia diam karena merasa terpojok sebelum menatap kesal padaku dan si gadis. Perempuan itu bergidik ngeri. Kasihan juga sich ngelihatnya begitu. Dan kulihat pemuda itu langsung pergi menjauh.

"Ah, aku balik ke Satsuki saja, nanti malah diomeli lagi." Pikirku dan langsung pergi dari sana, kembali lagi menuju Satsuki sebelum benar-benar diomeli lagi (yang aku hiraukan sepanjang jalan).

END OF AOMINE'S POV

.

.

.

"Begitu ya.. Gawat juga." Kise yang mendengarkan penjelasan Midorima di kejadian beberapa waktu lalu meminum habis cola yang ia minum sejak dari tadi.

Midorima menaikkan kacamatanya lagi tepat setelah ia selesai menjelaskan. "Ya.. Kupikir juga begitu. Kalau sampai-sampai memengaruhi kita semua; bahkan masalah ini dibawa ke turnamen, pasti nanti jadi semakin rumit-nanodayo." Terangnya jelas.

"Tapi (Name)chii terlihat seperti gadis biasa, kok. Ia tidak punya kemampuan apa-apa ssu. Hanya sebagai aisten pelatih dari tim Kurokochii. Bagaimana bisa ia mempengaruhi kita-Yah, walau kadang aku bisa lihat ia punya sifat yang unik daripada gadis-gadis lainnya ssu." Ujar Kise panjang lebar, yang tak disangka Midorima juga menganggukkan kepalanya; setuju akan ujarannya.

Kise tersenyum tipis dengan tatapan penuh arti. "Hee.. Tak kusangka Midorimachii bisa setuju denganku ssu. Biasanya selalu membantah dengan pendapat lain."

Midorima menghela napas singkat. "Itu hanya kebetulan saja-nanodayo. Oha Asa hari ini mengatakan kalau Gemini bisa diajak bicara untuk hal seperti ini dan boleh saja setuju dengannya."

"Hidoi ssu!-Oh ya, lalu harusnya bagaimana, Midorimachii? Apakah kau bisa menolongnya? Kasihan juga jika gadis manis seperti dia harus diseret untuk masalah seperti ini ssu. Bisa saja ia tertangkap oleh mereka-para serigala itu." Tanya Kise panjang lebar, menyomot kentang goreng yang belum habis.

Midorima menggeleng kecil, pelan dan tampak sedikit pasrah. "Aku tidak bisa menolongnya, hanya dialah yang bisa menolong dirinya sendiri." dan itu membuat percakapan berhenti sejenak dengan keheningan yang diisi oleh samar-samar suara para pelanggan yang bercakap-cakap dan pegawai restoran yang mondar-mandir dari dapur untuk membawa pesanan pelanggan yang ingin maupun sudah memesan. Dan angin yang menusuk tulang pun menyebar di udara luar yang mulai berangin lembut tersebut.

"Ngomong-ngomong, apa cincin oranye itu baru dibeli olehmu, Midorimachii?"

"Oha Asa pagi ini bilang kalau aku harus memakai ini di jariku. Kalau tidak, nanti aku kena sial-nanodayo."

.

.

.

"Ternyata, tak kusangka kau melakukan hal seperti itu, (Name)-san." Kuroko bermuka datar seperti biasa dan kau hanya bisa menghela napas pasrah setelah Aomine menjelaskan pada mereka kejadian di sudut pandangnya ditambah penjelasan dari sudut pandangmu juga. Kalian beempat duduk di bangku panjang, saling berjejer. Urutannya adalah Kagami, Kuroko, kau dan Aomine.

"G-Gomen.." ujarmu pelan.

"Oh iya, ngomong-ngomong. Ada perlu apa kau kemari, Aomine?" tanya Kagami, mengingatkannya kembali akan tujuan awal untuk datang ke tempat mereka.

"Oh iya, ini. Begini, Satsuki mau mengembalikan baju milik Tetsu yang ketinggalan. Ia menemukannya saat membereskan lemari bajuku dan memaksaku untuk mengembalikannya. Hora." Ujarnya seraya mengambil sebuah baju bergaris biru muda dengan dasar kain warna putih dari dalam tas olahraganya sebelum memberikannya pada Kuroko-yang menerima pengembalian tersebut. Hm? Baju?, pikirmu.

"Doumo. Kukira baju ini hilang entah kemana. Ternyata ada di Aomine-kun." Terangnya, melihat bajunya dulu yang ketinggalan.

"Warui. Aku terpaksa meminjam bajumu waktu itu karena bajuku basah karena keringat setelah latihan. Tapi sudah tidak muat lagi, jadi aku berniat untuk mengembalikannya tapi lupa sampai sekarang." Ujarnya lagi, menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan tampang santai.

"Dasar kau itu.. AHOmine." Kagami mengejek, membuat Aomine menatap kesal padanya.

"Apa katamu, BAKAgami?"

"Kutunggu kau di Winter Cup kali ini.."

"Hmph, kuterima tantanganmu." Dan dari mata mereka, kau melihat percikan listrik saling bertabrakan, menatap intens untuk saling berkelahi sebelum ditenangkan oleh Kuroko.

Dan kau yang melihatnya serasa tidak ada niat untuk ngomong apapun.

"Memangnya Tetsuya-kun dan Daiki-kun berteman sejak lama ya?" tanyamu pada mereka dan Kuroko mengangguk. "Ya. Kami satu SMP. Aku, Aomine-kun, Momoi-san, Kise-kun, dan Midorima-kun, ditambah dua orang lagi. Di SMP Teiko." Jelasnya dan kau kaget.

"Wah.. Kebetulan sekali.." gumammu, tak menyangka bahwa mereka sudah berteman sejak lama. Sejak SMP pula.

"Ah. Jam berapa sekarang, (Name)?" tanya Aomine padamu, melirik ke arah jam tangan yang kau pakai dan kau menunjukkan waktunya.

"Jam lima lebih sepuluh-"

"Jam lima lebih sepuluh?! Gawat, Satsuki bakal mencariku disaat seperti ini. Aku harus kabur." Ia beranjak tergesa-gesa dan mengambil tasnya seraya berusaha berlari sebelum berhenti dan menolehkan kepalanya padamu.

"Oh ya. (Name)." Kau melihat padanya. "Dadamu bagus tapi kecil. Pesanku adalah mungkin sedikit perawatan maka bisa jadi besar."

Kau membeku sesaat, termasuk Kagami tapi Kuroko terlihat tenang saat Aomine sudah meluncur keluar dari tempat kalian berdiri sebelum sebuah teriakan kesal dimulai dari hitungan 3, 2, 1..

"DASAR MESUUUUUMMMM!"

-keluar dari mulut mungilmu.

Teh yang mengucur dari teko berukir mewah; untuk dituang ke dalam dua buah cangkir yang juga berukir sama seperti tempat menampung teh tersebut. Seorang gadis berumur 20 tahun-an dengan seragam pelayan yang berwarna hitam-putih; dan menuangkan teh di cangkir tersebut kemudian membawanya dengan sebuah nampan dan berjalan menuju dua pemuda yang tengah duduk di sebuah ruangan besar; sebuah ruangan yang lumayan mewah dan megah, dan terlihat lapang dan luas untuk dua pemuda tersebut. Sang pelayan tersebut memasuki ruangan dan menaruh dua cangkir teh itu dengan sopan sebelum melangkah pergi keluar dari ruangan; meninggalkan dua pemuda yang tengah sibuk akan kesibukannya sendiri.

Salah satu pemuda itu mengemut sebuah lolipop yang ia makan sambil melihat ke arah luar jendela. Pandangannya kosong, merasakan kebosanan yang tak terkira. Lalu ia mengalihkan pandangannya pada pemuda yang tengah sibuk memainkan sebuah permainan yang sepertinya selalu ia minati.

"Jadi... sampai lama kita harus berdiam diri? Aku ingin 'memakan'nya segera." sahut pemuda yang mengelum lagi lolipop yang ia pecahkan dan hancur didalam mulutnya.

"Bersabarlah, sebentar lagi. Kau harus sabar sebelum ingin mendapatkan hasil yang memuaskan. Ya'kan?" ujar pemuda satunya lagi, mengambil salah satu buah pion yang terletak dipapan permainan itu sebelum memindahkannya di tempat lain; tepat disebelah pojok kanan selangkah di papan kotak permainan tersebut. Sebuah senyum kecil; tapi juga membuat bulu kuduk merinding-terbentuk dibibirnya, melengkung dengan sempurnanya untuk membentuk sebuah senyuman.

"Skak mat."

"Hm? Hee.. Sudah dapat pencerahan?" sang pemuda yang memperhatikan temannya bermain itu pun membuka mulutnya.

"Setidaknya ada sedikit peluang untuk kita. Walau ada banyak orang asing yang akan mulai memperebutkannya, temanku." Ujarnya, menyenderkan diri pada senderan kursi yang megah itu seraya memberitahukan ramalan-nya pada pemuda yang sekarang mengemil coklat .

"Benarkah?.. Hmm~.." Ia bergumam seperti itu sambil memakan coklat batangan yang ia beli.

"Minggir. Orang asing tidak usah ikut campur." Ya itu dia, pikirnya.

"Ha?" Sang pemuda menatap bingung temannya yang tersenyum.

"Kata-kata tadi rasanya cocok untuk mengusir para orang asing itu. Bagaimana menurutmu?" tanyanya, seraya pemuda yang diajak oleh lawan bicaranya itu pun mengangguk setuju satu kali.

"Boleh juga.. Itu cocok sekali~" Ujarnya, membuat temannya semakin mengulum senyum; senyum mengerikan.

"Kau tahu? Kita bisa saja menyingkirkan mereka tanpa ada masalah. Percayalah, aku tahu segalanya." Ujarnya lagi, membuat temannya ini bisa percaya dan terbujuk untuk setuju.

"...Baiklah~ Tapi kalau kita salah langkah, kita yang dapat celaka." Ucapnya setelah terdiam sementara-membuat temannya yang membujuknya terlihat puas akan jawabannya.

"Tenang saja, aku sudah punya rencana. Dan semuanya, tersimpan disini." Ia menunjuk kepala sampingnya sendiri dengan jari telunjuknya. Ia mempunyai rencana yang tak bisa temannya tebak. Sedikitpun.

"Lagipula," temannya menengok setelah mengunyah coklat yang ia makan tinggal setengah.

"Hanya ada hukum alam disaat seperti ini. Memakan atau dimakan." Ujarnya, membuat temannya memiringkan kepalanya; bingung.

"Hee?~.. Hukum alam? Apa itu?~.." tanyanya balik saat sang pemuda yang ia tanya itu mengambil cangkir miliknya dan mencium aroma yang khas.

Earl Grey tea, pikirnya sebelum menyesap dengan elegan selama beberapa saat sebelum menaruh cangkir itu kembali di meja.

"Ya. Dan kau akan mengerti saat itu tiba untuk memahaminya, teman." Ujarnya, mengulum senyum kecil, menutup matanya sebentar lalu membukanya; melihat kearah luar jendela. Langit berubah menjadi kejinggaan dengan awan putih dan abu-abu yang mulai terlihat. Dengan angin di tengah musim gugur yang tengah berhembus diluar dengan bebasnya.

Disisi lain, kau tak tahu akan takdir dan nasib apa yang akan menghampirimu selanjutnya.

.

TuBerColosis

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro