10. The Confusion
"Baiklah, aku sudah siap. Kuroko, ayo kita pergi." Kagami berujar pada temannya yang berambut berbeda kontras padanya-yang ia panggil Kuroko.
Pemuda yang dipanggil; langsung menoleh dan mengangguk kecil sebelum ia menyelempangi tasnya, kemudian berjalan menyusul rekan dan kakak kelasnya yang telah keluar dari ruang loker yang mereka masukki dan pintunya ditempeli dengan tulisan 'SEIRIN HIGH'S LOCKER ROOM'.
Kuroko melihat kearah sekitar, kakak kelas dan kawan satu timnya sudah berada disini, Riko juga sudah ada-tapi ia merasa kurang.
"Pelatih, dimana (Name)-san?" tanyanya pada Riko yang tengah menutup resleting tasnya dan mengangkat tas milikmu yang ketinggalan.
Gadis itu menoleh kearahnya dan menjawab, "Aku juga heran, ia pergi setelah kita kembali kemari dan sampai sekarang belum kembali. Aku sedikit cemas, takut ia tersesat. Stadion ini 'kan besar sekali."
"Saat kutanya, dia bilang kalau mau mencari seseorang-katanya sih begitu." Kawahara mendengar pembicaraan Kuroko dan Riko sebelum melanjutkannya.
Hyuuga bertanya pada Riko, "Ia belum kembali juga?" dan Riko menggeleng kecil dan masih berwajah khawatir.
Kuroko tertegun sejenak sebelum mendengar Koganei berseru, "Ah, itu dia sudah datang!"
Semua mata tertuju padanya. Dari kejauhan, terlihat sosok seorang gadis yang ditunggu-tunggu oleh mereka semua.
Kau berjalan pelan dan mendongak pada mereka semua sebelum berhenti berjalan. "Aduh, (Name)-chan! Darimana saja kau ini? Kami khawatir sekali, kukira kau tersesat atau apa. Kau tidak apa-apa 'kan?" Riko langsung menghambur padamu karena khawatir sembari mengecek kalau kau terjadi apa-apa..
Kau tersenyum kecil, mencoba menenangkannya. "Aku tidak apa- apa. Jangan khawatirkan aku.."
Kau harus sembunyikan kejadian tak senonoh waktu itu dari mereka. Takut mereka mengamuk. Biarlah kau yang menanggungnya, karena kau tak ingin buat mereka khawatir-apalagi Riko dan Kagetora.
"Benarkah? Kau berkata jujur, bukan?" Riko masih tak percaya dan mengkhawatirkanmu sebelum kau mencoba menenangkannya sembari mengangguk lagi.
"Betul, Riko-Oneechan. Aku tidak apa-apa, tenang saja.."
Riko menghela napas lega dan mengangguk, "Baiklah, kalau memang begitu."
Gadis berambut karamel berkalung peluit tersebut menoleh kearah pemuda-pemuda yang ada di sekelilingnya, dan mereka juga menatap balik.
"Baiklah, mari kita semua pulang dan beristirahat. Besok adalah pertandingan yang lebih berat lagi. Hanya karena menang dan mendapatkan tiket untuk masuk ke babak berikutnya-bukan berarti kita bisa bersantai dan bersenang-senang saja, jadi ingat baik-baik. Istrirahat cukup dan simpan energi kalian untuk besok. Sekarang, mari kita pergi."
"Kemana, pelatih?"
"Ke WC."
.
.
.
"Ya pulang lah, gimana sih?!" Riko mengamuk dan ditenangkan oleh Kiyoshi dan kau.
"Sudahlah, mari kita pulang." Gadis itu mengomando mereka semua.
"Baik!" jawab mereka serompak sebelum berjalan bersama untuk menuju ke pintu keluar stadion.
Kau berjalan disamping Kagami dan Kuroko setelah Riko memberikan kembali tasmu dan kemudian menyadari bahwa Kagami melihat kearahmu terus.
"Ada apa, Taiga-kun?" tanyamu padanya dan ia menggeleng kecil setelah tersadar.
"Ah, bukan apa-apa. Tapi..." Kagami mulai ragu-ragu.
"Tapi..?" kau menelengkan kepalamu sedikit padanya, penasaran.
"Bukankah itu jaketnya Kuroko yang kau ikat di pinggangmu?"
.
.
.
Hening.
.
.
.
"AHH! AKU LUPA!" teriakmu histeris dan membuat semuanya kaget-termasuk Kuroko yang berada di sebelahmu dan Kagami.
Kagami mendecih sambil mencubit hidungmu-lantaran kesal karena teriakanmu yang membahana dan membuatnya kesal.
"Dasar bodoh, jangan teriak di lorong. Bergema, tau'! Kau membuatku hampir tuli!" semburnya kesal.
"K-Kagami.." Furihata hanya bisa tertawa garing.
"(Name)-chan benar-benar sesuatu." Fukuda tertawa kecil.
"Aku tak bisa bilang apa-apa selain setuju." Kawahara ikut tertawa.
"Aduh~~~ Ma-Maaf~~..." rontamu dengan mata terpejam dan hidung dicubit olehnya, berusaha melepaskan tangannya yang mencubit hidung malangmu.
"Harusnya reaksimu biasa saja, (Name)-san. Aku ada disini juga, kau seperti orang panik." Kuroko berkata begitu padamu dengan muka datarnya.
Mulutmu mengerucut dan maju lima senti, "Ya maaf, 'kan aku baru ingat.." ujarmu sambil mencoba melepaskan jaket yang kau ikatkan dipinggangmu dan mengembalikannya pada Kuroko.
"Terima kasih, Tetsuya-kun. Aku tertolong." Ujarmu sambil melemparkan senyum kecil, dan Kuroko mengangguk kecil.
Sementara anak kelas satu berada di depan, kelas dua berada di belakang.
Koganei mengobrol bersama dengan dengan Mitobe dan Tsuchida, sementara Hyuuga, Riko, dan Kiyoshi berjalan disampingnya.
"Tadi itu benar-benar pertandingan yang seru!" Kiyoshi tersenyum lebar.
Hyuuga mendecih sambil menyahut, "Jangan senang dulu, kau terlalu mudah senang, dasar goblok."
Tapi itu tak digubris oleh Kiyoshi dan hanya dibalas tawaan kecil. Riko menghela napas saja ketika melihat kelakuan dua orang aneh itu mengobrol.
"Kalian ini.. Kiyoshi-kun, Kapten, harusnya kalian bersikap dewasa. Besok kita akan bertanding lagi." ujarnya sebelum melanjutkan, "Pokoknya fokus kita sekarang ini kepada Winter Cup saja dulu."
Hyuuga dan Kiyoshi mau tak mau pun mengangguk akan ujarannya dan berjalan kembali menyusul yang lainnya di belakang.
Takkan kubiarkan mereka merebut kebebasannya; yakin Riko dalam hati.
Dan besok dan besok lagi akan lebih berat untuk Seirin dalam menjejakkan kakinya agar bisa maju ke final.
Dan menjadi juara di Winter Cup.
.
.
.
"(Name)-chan."
Kepalamu menoleh kearah sumber suara yang memanggilmu. Ternyata Riko yang berjalan disampingmu. Bersama anggota tim, kalian pulang ke arah masing-masing dan kalian berdua berjalan ke arah yang berbeda-untuk pulang ke rumah. Setelah singgah dari rumah Kagami (dan akhirnya berkenalan dengan Alex-gurunya yang ternyata berada di rumahnya untuk tinggal sementara).
Dan kau kaget bukan kepalang karena dia tahu Kagami dan Himuro sebagai muridnya dulu waktu di Amerika.
Kau memasang senyum kecil. "Ada apa, Riko-Oneechan?"
"Ada apa denganmu hari ini? Kau terlihat pendiam. Apakah karena pertandingan?" rentetan pertanyaan yang ia berikan membuatmu mengingat kejadian tadi.
Pengintaian, ciuman itu, duel antara Kagami dan Aomine, kejadian di lapangan itu, dan bertemu mereka berdua-dan juga yang lainnya. Terlalu banyak pikiran yang singgah didalam otakmu dan hampir membuatmu pusing bukan kepalang.
Kau segera memasang senyum dan berkata,"Tidak ada apa-apa, aku baik-baik saja. Aku tidak apa-apa, Riko-Oneechan. Itu hanya perasaanmu saja." ucapmu bohong padanya dengan senyum palsu, agar Riko tidak mengkhawatirkanmu terus.
Riko memincingkan kedua matanya dan menatapmu sejenak ketika kalian berdua berhenti berjalan. Kemudian ia menghela napas-tanda menyerah. Kau bernapas lega dalam hati.
"Baiklah, kau menang untuk kali ini. Ayo kita pulang, hari sudah malam sekali."
Kau mengangguk dan berjalan kembali bersamanya.
Untuk sekian kalinya, kau menyumbangkan karbon dioksida-tak terhitung jumlahnya. Rasanya kepalamu berat sekali, seperti minta dipecahkan dan dibanting layaknya celengan yang mau diambil uangnya. Dan dengan masih menopang kepalamu dengan malas dengan tanganmu, kau hanya membolak-balik manga shoujo yang telah kau baca beberapa kali-karena mati kebosanan lantaran tidak bisa tidur. Padahal ada pertandingan penting dan kau harus bangun pagi-pagi atau Riko akan mengomelimu.
Jari tanganmu yang bebas mengambil sebuah pulpen dan secarik kertas. Kau mulai berpikir, takkan menyangka kalau semuanya terjadi dalam satu hari. Oke mari kita urutkan lagi rentetan kejadian tadi pagi; kau mulai menulis kejadian-yang kau tidak ingin ingat dan terpaksa untuk mengingatnya kembali.
.
Pengintaian
Alasan: karena kau penasaran.
Bertemu dengan Akashi Seijuurou
Alasan: karena tak sengaja bertemu di lorong dan dia mengeklaim bahwa ia tahu semuanya, dan dengan seenaknya menciummu di depan mata Kuroko Tetsuya. (dirimu langsung merinding ketika mengingat kejadian itu)
Pertandingan antara Seirin VS Touou
Alasan: piala Winter Cup-pastinya.
Aomine menyerang setelah curhat
Alasan: mungkin karena sedih kalah jadi dia melampiaskan semua padamu. (ini juga tambah merinding)
Digendong oleh Midorima
Alasan: katanya dia, kau jatuh pingsan dan ia bernat membawamu kembali tapi malah bertemu dengan Akashi.
.
Kesimpulannya-terlalu banyak yang terjadi hari ini!
Kau menghela napas lagi saat berhenti menulis, serasa tak ada habisnya kejadian yang menimpamu-bahkan untuk hari ini.
Tanganmu meraba pelan leher yang terdapat lingkaran itu. Masih tidak hilang juga walaupun kau sudah mandi tiga kali. Mengingat kejadian itu, kau malah teringat akan Aomine kala itu.
Yang biasanya bersikap acuh, kuat, dan kasar-berubah menjadi lemah...
Dan rapuh.
Teringat saat ia menangis di bahumu dalam diam, dan hanya kau dan angin malam yang jadi saksinya. Lalu tiba-tiba ia mencium lehermu-menyedotnya seperti vampir.
Kau memerah dengan disertai merinding. "Astaga, kenapa aku berpikir di bagian itu!" secepat kilat, kau menggelengkan kepalamu dengan cepat agar pikiranmu buyar seketika.
"Hhh... Aku benar-benar tidak mengerti..Kenapa hal seperti ini terjadi padaku?.." gumammu kecil seraya menghela napas bosan. Matamu menatap nalar ke arah catatan yang kau buat tadi. Mencari alasannya tanpa berdasar adalah mustahil, karena kau akan menemukan hasil yang sia-sia alias nihil.
Ayolah (Name), berpikir lebih keras lagi. Dasar payah; rutukmu pada dirimu sendiri dalam hati sambil memegang kepalamu.
Kau mencoba berpikir lebih keras lagi, pasti ada sebab akibatnya. Dari awal kau sudah curiga, pada saat kau tiba di pertandingan-kau sudah harus kuat siap mental.
Dan kau mulai teringat akan sesuatu.
Mimpi kala itu.
"Mimpi itu... jangan-jangan..." Tanda-tanda kah? Dimana semuanya ada disana, dan pemuda berambut hitam itu.. siapa sebenarnya dia? Dan rasanya, dia terlihat familiar bagimu. Dia mengatakan kalau kau sudah terjebak.
Terjebak? Kau terjebak oleh apa? Oleh siapa? Sejak kapan?
Seseorangkah? Apakah hanya sebuah permainan?
Ataukah perangkap yang disediakan jauh-jauh hari untukmu?
"Muro-chin~"
Pemuda berambut hitam platinum itu menoleh kearah sampingnya-rekan satu timnya. Keduanya sedang beristirahat bersama dengan anggota tim lainnya di ruang loker milik tim Yousen. Mereka akan bertanding setelah ini-dan masih ada waktu satu jam sebelum pertandingan dimulai. Setelah berbelanja, mereka akan menyusul untuk segera ke tempat pertandingan. Di hari kedua ini, masih akan ada babak eleminasi lagi.
"Ada apa, Atsushi? Jajanmu habis?" tanyanya.
Murasakibara mengangguk malas. "Aku lapar. Temani aku beli jajan sekarang juga." rengeknya layaknya anak-anak.
Membuat Himuro hanya bisa menghela napas akan kelakuan rekannya satu ini.
"Baiklah, baiklah... Aku temani." Balasnya sebelum berjalan ke Okamura untuk ijin pergi keluar sebentar perihal Murasakibara. Setelah dapat ijin, duo Yousen tersebut kemudian keluar dari tempat tersebut.
Sekitar 10 menit, mereka keluar dari mini market dengan kantong plastik berwarna putih polos dan besar. Sepertinya mereka berbelanja lumayan banyak. Keheningan menguar saat mereka berjalan kembali dari mini market dekat stadion sampai diantara mereka berdua memecahkan keheningan.
"Muro-chin~" Himuro melirik ke arahnya.
"Kau benar-benar mau membantuku? Aku kira kau hanya bercanda~.." ujarnya sambil merogoh kantong plastik dan memakan salah satu permen yang ia beli.
"Untuk apa aku bercanda, Atsushi. Lagipula, aku yakin kita bisa mengalahkan mereka dan merebut piala itu. Yousen akan menjadi juaranya." jelas Himuro sambil tetap berjalan bersamanya saat masuk area stadion.
"Hmm~.. Begitu.. Jadi kau serius?" tanya Murasakibara lagi ketika ia melirik bahwa Himuro telah membuka minuman kaleng yang ia beli tadi di mini market.
"Tentu saja. Dan kita akan mengalahkan mereka. Temanmu dan Taiga." ujar pemuda berparas flamboyan itu pada temannya yang lebih tinggi darinya.
Murasakibara hanya berjalan dan memasang tampang malasnya. Kemudian ia melirik ke tangannya yang bebas dan mengangkatnya-memandangnya seperti biasa. Tapi tersirat sesuatu yang lebih dari balik iris lavender yang menawan itu.
Sesuatu yang ingin dia capai dari dulu. Bahkan sebelum pertandingan ini diadakan.
"Aku ingin menghancurkan mereka dan mendapatkannya, secepatnya." Dan saat itu juga, tangan itu berubah menjadi kepalan yang terlihat kuat-yang bisa meremas benda sekeras apapun.
Himuro hanya bisa terdiam melirik kearah rekannya satu ini. Manik berwarna hitam bening tersebut menatapnya dengan misterius dan menyendu sesaat.
"...Tentu saja, Atsushi. Tentu saja."
Sementara itu, di salah satu koridor dimana sekelompok pemuda berjalan dan satu orang berada di depan-pemuda itu berambut merah darah dan mempunyai sorot mata yang tajam-dan berbeda warna.
Akashi Seijuurou-adalah namanya. Pemuda itu sedang berjalan bersama dengan tiga orang lainnya menuju ruang loker milik mereka yang berjarak dua koridor dari tempat mereka berjalan. Kelompoknya? Tentu saja dari Rakuzan High-sekolah elit dan berstatus tinggi. Siapapun yang masuk didalamnya adalah calon orang besar dan berbakat.
Seperti dirinya.
Sejenak dia berhenti dan berbalik, membuat tiga orang tersebut melakukan hal yang sama.
Pemuda berambut hitam bertanya padanya, "Ada apa, Sei-chan? Kenapa berhenti?"
Akashi melirik kearahnya sebelum berujar, "Ada yang harus aku kerjakan sekarang. Bisakah kalian kembali ke ruang loker tanpaku?"
Lalu kemudian pemuda berambut pirang pendek menyahut, hendak protes. "Hah? Mana bisa, Akashi. Bagaimana nanti kami harus bilang pada-"
"Baiklah, Sei-chan. Kami akan pergi terlebih dahulu." Mibuchi memotong ucapan Hayama dengan mulus dan Akashi segera berjalan pergi menjauh dari tempat mereka berdiri.
Hayama mendecih pelan dan memajukan bibirnya beberapa senti. Nanti harus bilang apa pada pelatih kalau menanyakan Akashi, ujung-ujungnya malah berdampak pada mereka.
"Katanya ada yang harus dikerjakan... Memangnya apa?" Nebuya mulai bingung.
"Dia hanya berkata begitu, lagipula dia pernah bilang padaku kalau dia bertaruh dengan sesuatu-tapi aku tak tahu apa itu." jelas Mibuchi sambil mengangkat bahu.
"Ini seperti mempertaruhkan sesuatu yang terlihat tak jelas saja." Hayama masih cemberut ketika Mibuchi menjelaskan.
"Jelas kok. Terlalu jelas, malahan."
Hayama menoleh kearah Mibuchi yang menyahut perkataannya.
"Tapi Reo-nee,bukannya-" Mibuchi memotong perkataannya tersebut.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang, selain mendengarkan dan menuruti keinginan Sei-chan kalau ingin menang. Bukankah begitu?" tanyanya pada Hayama yang tertegun dan sedikit menunduk-mulai diam.
Nebuya yang dari tadi terdiam pun menghela napas singkat dan menatap ke arah dimana Akashi pergi sambil berkata lagi, "Lagipula, Akashi pasti punya alasan kalau dia setiap kali melakukan sesuatu. Yah, walaupun kau merasa itu tidak masuk akal bagimu-pasti bisa masuk akal untuknya."
Mibuchi mengangguk kecil dan sedikit setuju akan ucapan pria berkulit lebih gelap darinya tersebut.
"Yang dikatakan oleh Eikichi itu benar, dan sekarang yang hanya bisa kita lakukan adalah terus maju hingga final dan menjadi juara Winter Cup."
Nebuya dan Hayama hanya terdiam sambil menoleh kearah Mibuchi yang tersenyum flamboyan dengan misteriusnya sebelum berkata lagi, "Dengan mengangkat piala itu, Rakuzan takkan terkalahkan."
"Apa lagi yang ingin kau bicarakan?" pemuda berambut hitam platinum itu memandang heran pemuda berambut gradasi tersebut. Mereka berpapasan di belokan menuju ruang loker. Himuro hendak pergi menyusul Murasakibara yang telah tiba lebih dahulu dan Kagami ingin berjalan keluar unuk membeli minuman para senior yang bertanding.
"Kau tidak usah berpura-pura bodoh. Kau pasti mendukungnya, bukankah begitu?" Kagami mendelik padanya.
Himuro tersenyum simpul, "Tentu saja, karena kami akan mengalahkan kalian dan meraih piala itu."
Kagami yang tadinya mendelik lebih garang lagi-kini menjadi tertegun sejenak. Himuro memperhatikannya. Bukankah sudah jelas kalau dia sudah mengenal Kagami dengan sangat dekat-layaknya saudara? Pasti ia langsung tahu apa yang dirasakan Kagami.
Ada sesuatu yang tengah Kagami sembunyikan.
"Kenapa kau bermuka begitu?" selidiknya pada Kagami. Pemuda tersebut sedikit menggeleng dan membuang muka.
"Tidak ada apa-apa. Bukan urusanmu." sergah Kagami agak ketus dan membuat Himuro semakin yakin-bahwa ada sesuatu yang ia sembuyikan.
"Apakah ada sesuatu dibalik semua ini?" perkataan Himuro itu bagaikan bumerang tajam bagi Kagami.
Pemuda bermata tajam itu menyahut sambil mulai berjalan menjauh darinya, "Sudah kubilang bukan urusanmu-"
"Ataukah.. ada kaitannya dengan (Name)-chan?"
Iris merah rubi itu membulat sempurna dan dirinya berhenti bergerak seketika. Ia berbalik dan melihat senyuman misterius miliknya.
"Aku tak tahu apa yang ingin kau tahu dariku, Taiga." Dan ia menambahkan sambil menatap matanya dengan misterius.
"Tapi aku tahu kalau kau pembohong yang buruk."
DEG
Kagami sedikit membelalakkan mata setelah berbalik menghadapnya.
"Aku sudah punya firasat kalau gadis manis itu terlibat akan sesuatu diantara kita-atau mungkin diantara Atsushi, temanmu itu, dan mungkin orang lain."
Himuro masih menatapnya dengan pandangan yang sama, membuat aura mulai sesak bagi Kagami.
"Tapi, tidak semudah itu untuk mengetahui semuanya seperti membalikkan telapak tangan, bukankah begitu, Taiga?" dan pria itu tersenyum simpul dengan tak bersalahnya-matanya yang lumayan sipit pun seperti menutupi manik hitam beningnya.
Kagami menatap tajam dalam diam sejenak, berusaha tenang.
"...Kenapa kau lakukan ini?" mendengar itu, Himuro menatapnya balik-masih dengan ekspresi yang sama pula.
"Demi kemenangan Winter Cup."
"Kadang, kawan bisa jadi lawan, Taiga."
"Aku bisa dengan jelas melihatnya, Tatsuya."
Keheningan mereka terpecah sesaat sebelum ponsel Himuro berbunyi nyaring. Pemuda itu mengangkatnya dan berbicara singkat dan memutuskan sambungan ponselnya sebelum berujar pada Kagami.
"Aku pergi dulu. Atsushi mulai memanggilku untuk bertanding." Dan mata itu menyendu sesaat sebelum pemiliknya berucap lagi.
"Persiapkan dinding yang tebal untuk kami terobos, Taiga." Lalu ia berlalu pergi dari tempat pertemuannya dengan adiknya.
Kagami menatap kepergian Himuro dengan pandangan tajam tangannya ia kepalkan sebelum mendecih pelan.
"Sial.."
"(Name)-san."
Kau langsung mendongak dan menoleh kearah sampingmu. Kau langsung berdiri dari bangku taman dekat stadion.
"Ah, Tetsuya-kun. Kenapa kau disini? Bagaimana pertandingannya?" tanyamu sambil memasang muka ceria.
Kuroko terdiam sebentar ketika memandang muka palsumu itu, "Pelatih menyuruhku untuk mencarimu. Dan kita menang, lolos ke perempat final."
Mendengar itu, kau tersenyum lega sambil mengelus dadamu. "Syukurlah.. Berarti besok kita harus siap-siap. Terima kasih untuk infonya, aku akan kembali-"
"Ada apa denganmu, (Name)-san?"
Baru satu langkah yang kau tapaki, tepat disaat Kuroko mengeluarkan pertanyaan seperti itu untukmu.
Kau berbalik sambil memasang senyuman paksa, "K-Kau aneh, Tetsuya-kun. Aku tidak-"
"Tolong jujur padaku, (Name)-san. Aku tahu dari matamu. Kau berbohong."
Kau tertegun sejenak.
"Kemarin kau mencari siapa? Kenapa baru kembali dengan melamun seperti kemarin? Kau bahkan tidak banyak bicara kemarin-kemarin?" rentetan pertanyaan dari pemuda itu membuatmu makin terhenyak dan tak bisa menjawab sekarang.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"
DEG
Kau menunduk ke arah tanah, poni rambutmu menutupi bayangan wajahmu saat ini-tak ingin ada yang melihatnya.
Kuroko memperhatikan gerak-gerik gadis di depannya. "(Name)-san..?"
Lutut serta bahumu mulai gemetar dan membuatmu semakin menundukkan kepala agar Kuroko tidak melihatmu dengan wajah-yang menurutmu tidak boleh ditunjukkan oleh siapapun.
"A-Aku.. tidak mengerti..." kau mendongak padanya dengan bulir-bulir bening yang membasahi pipimu-jatuh mulus di pipi, dan kedua telapak tanganmu kau kepal eratkan sambil berteriak lantang dengan suara serak dan tertahan.
"Aku tidak mengerti sama sekali, Tetsuya-kun!"
Kuroko terhenyak dan memandang nalar gadis didepannya saat ini.
"(Name)-san, kau..."
"Aku tidak mengerti! Kenapa aku yang disalahkan?! Padahal aku tidak melakukan apapun-dan aku tidak terkait dengan mereka, ya 'kan?! Apalagi dengan dia!"
Perasaanmu mulai kacau balau hanya karena pemuda berambut merah darah itu mengataimu kemarin dengan kejamnya. Dan sampai sekarang, perkataannya itu masih terngiang-ngiang dipikiranmu.
Dan aku benci itu
Kedua tanganmu kau tangkupkan untuk menutupi wajahmu yang mulai basah karena air matamu sendiri-terdengar juga isakan halusmu yang sampai di telinga Kuroko.
Kau tak tahu harus bagaimana lagi-kepalamu serasa terus berputar dan seakan ingin meledak.
Sebenarnya ada apa dengan semua ini?
Kenapa ini bisa terjadi?
Kenapa kau dilibatkan dalam hal yang seperti ini?
Dan kenapa hanya kau, dan bukan orang lain?
Kuroko hanya bisa terdiam melihat kondisimu seperti yang ia lihat sekarang ini. Ingin rasanya berteriak dan mengatakan yang sebenarnya.
Tapi ia tidak bisa.
Kuroko tidak bisa melakukannya.
Mulutnya terkunci rapat untuk mengatakannya.
Tidak, tidak untuk saat ini.
Tidak bisa, belum saatnya dia untuk mengetahui semuanya. Dia harus mencegah semuanya hingga saat yang tepat untuk memberitahunya dan yang lainnya; ketika mereka sudah maju menuju final.
Kedua tanganmu berpindah keatas kepalamu dan menjambak rambutmu sendiri-seperti orang tak waras yang mulai menggila karena ketergangguan jiwa, dan mulai meringkuk.
Tanpa berpikir untuk kedua kalinya, Kuroko menenggelamkan dirimu ke dalam pelukannya. Kedua tangannya memelukmu dan satu tangannya mengelus pelan kepalamu.
Kau terus menangis dan meraung dengan suara serak dipelukannya-tak bisa berontak lagi karena pasrah dan bingung yang bersamaan. Kedua tanganmu mencengkeram lemah jaket yang pemuda tersebut pakai, sementara wajahmu kau sembunyikan di dadanya.
Kuroko terus mencoba menenangkanmu, dan saat ia menyibakkan rambutmu dari leher-
Dia melihatnya.
Bekas lingkaran merah itu. Kuroko menyendu-ia sudah tahu kalau gadis ini menyembunyikan sesuatu darinya.
Karena dia menguping pembicaraan mereka bertiga di koridor waktu itu dan juga menanyakan hal ini pada Midorima-yane melihatnya tak sengaja lewat.
Bahwa ada yang menandainya.
Air wajah datar bak papan cucian itupun mulai sedikit berubah-bahkan didalam kedua bola matanya yang berwarna langit itupun terbesit emosi yang tak bisa ia katakan pada gadis itu sekarang. Ini saja yang bisa ia lakukan untuk saat ini.
Yakni melindungi gadis yang berada di dalam pelukannya dengan sekuat tenaga yang ia bisa.
"Jadi, bagaimana keadaan sekarang?" Kagetora menelpon pada putrinya yang tengah berada di koridor dekat pintu masuk lapangan yang tengah dipakai oleh banyak orang dan tim sekolahnya sudah bertanding di dalam. Seirin sudah masuk ke babak perempat final.
"Aman terkendali. Tapi aku tidak tahu dimana (Name)-chan berada. Aku sudah menyuruh Kuroko untuk mencarinya."
[Baiklah. Kuharap sesuai rencana, karena itu tidak boleh sampai bocor dan terdengar-]
"Biarkan saja, Ayah. Lagipula, itu takkan bertahan lama."
Kagetora-dari ujung sambungan ponsel disana, mengerutkan dahinya. "Maksudmu?"
[Kita pakai cara terakhir agar semuanya jelas.]
Pria paruh baya itu tertegun dan berujar lewat ponselnya.
[Cara terakhir?]
"...Aku akan beritahu padanya nanti."
"Kapan?"
"Disaat waktu yang tepat-aku akan beritahu nanti padanya. Tentang semuanya."
Kagetora hanya bisa diam tanpa kata ketika putrinya itu telah memutuskannya, dan mau tak mau harus bisa mendukung Riko. Mereka tak ingin kalau salah satu keluarganya akan dibuat seperti itu.
Ini demi kebaikan (Name); ujar Riko sebelum akhirnya memutuskan sambungan ponselnya dan kemudian berjalan kembali menuju ruang loker timnya.
Dan dia harus lebih waspada lagi karena nanti di perempat final-mereka akan melawan tim yang akan menghancurkan dinding pertahanan mereka kapan saja layaknya titan yang menyerang umat manusia dengan kekuatannya-Tim dari Yousen High.
.
.
.
TuBerColosis
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro