Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

Bisa mengenalmu adalah hal yang paling kusyukuri.
Dan mencintaimu adalah anugrah terindah yang pernah aku rasakan.

// About Readiness //

Mendengarkan musik sembari mencatat adalah suatu hal yang paling disukai oleh gadis bermata bulat juga berhidung mancung minimalis itu. Jika disuruh memilih antara mencatat tiga halaman buku paket atau mengerjakan Matematika juga Fisika lima soal yang masing-masing soal memiliki tiga anak, maka gadis yang masih duduk di bangku kelas XI itu lebih memilih mencatat tiga halaman buku paket dibanding harus pusing mengerjakan tugas-tugas perhitungan.

Dia bukannya tidak pintar, hanya saja terlalu malas dan sering kali mengantuk jika dipertemukan dengan rumus-rumus. Entah mengapa setiap melihat rumus, dia kerap kali menguap.

"Yey, alhamdulillah. Udah kelar!" seru Ayra seraya tersenyum dan merentangkan kedua tangannya.

Saat dia melihat ke arah depan, melalui jendela kamar transparan terbuat dari kaca yang tepat berada di hadapannya, senyumnya seketika kian mereka tatkala mata bulat miliknya menangkap persensi seorang lelaki yang beberapa tahun belakangan ini mengisi seluruh ruang hatinya, juga otaknya yang dipenuhi oleh nama lelaki itu saja. Akhtar.

"Kak Akhtar kalau lagi serius gitu makin ganteng, kelihatan berwibawa ... gimana aku nggak makin jatuh cinta coba?" tanyanya pada diri sendiri sembari menopang dagunya dengan dua tangan yang dia tumpukan di atas meja belajar. "Kak Akhtar itu kayak Nabi Yusuf yang susah banget buat dideketin karena ketaatannya pada Allah, lalu aku seperti Zulaikha yang dengan tidak malunya selalu mengejar-ngejar Kak Akhtar walau sudah berapa kali dapat penolakan secara tidak langsung. Tapi, kalau akhirny aku seperti Zulaikha yang berhenti mengejar Nabi Yusuf dan berbalik untuk mengejar dan berusaha taat pada Allah, apa Kak Akhtar akan seperti Nabi Yusuf yang berbalik mengejar cinta Zulaikha?"

Helaan napas berat terdengar setelah ucapan terakhirnya terucap. Sebab, sisi lain dari dirinya mengatakan jika kisah seperti Nabi Yusuf dan Zulaikha tidak akan pernah terulang lagi, apalagi dalam kisah hidupnya. Namun, tidak salah, kan jika Ayra berharap kisah itu akan terukir kembali dalam cerita hidupnya?

Karena keasikan melamun sembari menatap Akhtar yang sedang duduk sambil membaca sesuatu yang tidak diketahui oleh Ayra, tiba-tiba saja terkejut ketika ada tangan yang dengan sengaja menggebrak meja belajarnya dengan agak kencang. Ayra sontak mengelus dadanya dan langsung menoleh dengan mata yang melotot horor. 

"Kak, Al!" bentaknya seraya mengambil sebelah tangan Al kemudian dia menggigitnya dengan kencang. "Rasain! Siapa suruh ngagetin aku," lanjut Ayra, kemudian kembali melihat ke arah balkon kamar Akhtar. Wajahnya berubah murung saat netranya tidak lagi melihat persensi Akhtar di tempat sebelumnya.

Sementara itu Al yang tadinya tertawa karena berhasil mengerjai adiknya itu, kini meringis kesakitan setelah Ayra menggigit tangannya dengan begitu kuat. "Dasar kanibal, lo!" umpat Al menahan perih. 

"Bodo amat! Lagian salah Kak Al! Ngapain coba ngagetin aku? Lihat, kan gara-gara Kak Al, aku nggak ngelihat Kak Akhtar masuk ke kamarnya," ujar Ayra amat kesal.

Bukannya meminta maaf, Al justru mencibir Ayra. "Selain kanibal, lo juga penguntit yang nakutin, ya?" tanya Al tidak habis pikir dengan jalan pikiran Ayra.

Selain rumah yang saling berhadapan, hal yang paling disyukuri Ayra adalah kamarnya yang juga berhadapan dengan kamar Akhtar. Itu mengapa Ayra bisa melihat Akhtar dari dalam kamarnya melewati jendela transparan yang memang sengaja tidak Ayra tutup dengan gorden saat dia sedang belajar di malam hari. 

"Bodo amat! Jangan bicara sama aku, karena malam ini kita nggak temenan," putus Ayra, lalu mulai menutup buku paket juga buku tulisnya, lalu setelah itu pergi begitu saja meninggalkan Al yang hanya bisa menggeleng pelan melihat sikap adiknya yang begitu unik.

// About Readiness //

Ayra mendengkus kesal saat melihat sepasang kekasih di depannya sedang makan sembari suap-suapan dan seolah membuat dirinya tidak terlihat di meja kantin itu. "Ini di sekolah kali, pake suap-suapan segala lagi, diliat sama Bu Sintia tau rasa kalian!" sindir Ayra seraya memasukkan satu bulat somay ke dalam mulutnya setelah sebelumnya dia mencocolnya pada saos yang dicampur dengan kecap.

"Iri bilang aja kali. Makanya cari pacar sana! Biar ada temen suap-suapan, biar lo nggak iri lagi sama kita," ucap laki-laki di depannya--Daniyal kekasih Bintang.

"Saran kamu oke juga, Yal. Tapi makasih, aku nggak tertarik sama sekali," ujar Ayra malas, kemudian kembali menyuapkan satu bulat somay ke dalam mulutnya.

"Mau mulut kamu sampe berbusa pun buat nyuruh nih bocah nyari pacar, dia nggak bakalan dengerin. Orang hatinya udah mentok sama Kak Akhtar." Bintang ikut berbicara setelah mengunyah makanannya.

"Itu kamu tahu," ujar Ayra cuek.

"Bangkit kali, Ra. Ngapain masih ngejar-ngejar orang yang nggak ada perasaan sama lo, sih? Buang-buang waktu tahu, nggak?" komentar Daniyal begitu santai, lelaki yang seperantara dengan Ayra dan Bintang itu sama sekali tidak menyesal mengatakan hal yang bisa saja membuat hati Ayra terluka.

Ayra memutar bola matanya malas, karena sudah bosan mendengar kalimat semacam itu yang kerap kali dikatakan orang-orang kepadanya. Bukannya merasa sakit hati, dia justru bosan. "Terserah aku dong. Hati, hati aku, waktu yang terbuang pun waktu aku bukan waktu kamu," balas Ayra acuh, lalu memakan somay terkhirnya.

"Emang, ya susah ngomong sama orang yang keras kepala," cibir Daniyal merasa kesal sendiri.

"Kepala emang keras kali, kalau lembek brarti jelly. Dahlah aku mau ke Kak Akhtar dulu," ujar Ayra, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Bintang dan Daniyal yang masih mencibirnya.

"Assalamualaikum, Kak Akhtar!" seru Ayra begitu ceria. "Aku boleh duduk di sini nggak?"

Akhtar yang masih terkejut dengan ucapan salam serta panggilan dari Ayra tiba-tiba hanya mengangguk sekilas. "Duduk aja," ujar Akhtar setelah sebelumnya dia menjawab salam dari gadis bermata bulat itu.

"Ngapain lo di sini? Sana, balik sama Bintang dan Daniyal," ucap Al yang memang sudah ada di sana bersama Akhtar. Hanya saja Ayra berpura-pura tidak tahu jika di sana ada Al.

"Kak Akhtar lagi ngapain?" tanya Ayra seraya sedikit mendekat, berusaha mengintip laptop yang ada di hadapan Akhtar. 

"Ngetik makalah Biologi," jawab Akhtar sekenannya seraya menggeser sedikit tubuhnya.

Ayra yang menyadari hal itu meringis pelan lalu meminta maaf. Kemudian dia kembali memperbaiki duduknya. "Kak Akhtar, hari ini ada latihan basket, kan?" tanya Ayra seraya memandang Akhtar yang tatapannya hanya fokus pada laptop di atas meja.

Akhtar menggeleng pelan, tanpa mengalihkan tatapannya sekalipun. "Hari ini nggak ada latihan. Yang lain pada sibuk."

Mendengar hal itu membuat Ayra mengembuskan napas kasar. "Ya, nggak bisa nonton Kak Akhtar main basket dong," ujarnya dengan wajah yang terlihat sedikit sedih.

Akhtar menghentikan kegiatannya, lalu menatap Ayra sekilas. "Padahal kamu nggak perlu nonton aku latihan basket. Waktu kamu akan kebuang sia-sia. Beda kalau lagi lomba," ujar Akhtar.

"Justru waktu aku nggak akan kebuang sia-sia kalau hal itu menyangkut dengan Kak Akhtar. Apa pun, aku akan selalu punya waktu untuk Kak Akhtar," ujar Ayra dengan raut wajah yang terlihat bersungguh-sungguh.

Akhtar menggeleng pelan. Kemudian beranjak dari duduknya. "Aku ke kelas dulu. Al, lo kerjain sisanya, ya? Gue baru inget kalau tugas dari Bu Indah belum gue selesain," ujar Akhtar pada Ayra, kemudian beralih pada Al.

Setelah mendapat anggukan mantap serta acungan jempol dari Al dan anggukan kurang rela dari Ayra, Akhtar segera pergi dari sana meninggalkan Ayra yang kini memasang wajah murungnya.

"Makanya jangan asal ngegombalin orang. Semua orang tuh beda-beda dan beberapa orang nggak suka digombalin apalagi orang kayak si Akhtar," ujar Al, lalu mengambil alih laptop yang tadi digunakan oleh Akhtar.

"Yang ngegombal siapa coba? Kan, aku bilang yang sejujurnya," bela Ayra seraya menopang dagunya dengan kedua tangan yang ditumpukan di atas meja.

"Terserah lo lah, Cil. Orang kalau bucinnya udah akut emang beda," cibir Al, lalu mulai fokus dengan laptop di hadapannya.

//About Readiness //

Selamaaat malaaaam. Maaf, ya aku upnya telat. Soo, terima kasih sudah berkenan mampir di cerita ini dan sampai jumpa lagi di hari Senin dengan Chapter 5!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro