Chapter 27
Yang paling menyakitkan itu ketika kita merasa bahagia dan sedih di waktu yang bersamaan.
// About Readiness //
Hari ini kegiatan belajar mengajar di SMA Nusa Bangsa tidak diadakan, lantaran kegiatan tahunan sedang digelar yaitu acara perpisahan kelas XII. Acaranya tidak digelar di malam hari karena ada beberapa hal yang menjadi kekhawatiran para guru dan juga orang tua murid. Karena memang sebelum acara perpisahan ini dilaksanakan para guru dan orang tua siswa sudah mengadakan rapat.
Sebenarnya murid kelas X dan kelas XI tidak diharuskan untuk ke sekolah hari ini, tetapi kelihatannya masih ada beberapa murid yang hadir. Mungkin karena ingin melihat acara perpisahan kakak kelas mereka.
Ayra sendiri memilih untuk tetap ke sekolah, tetapi tidak menggunakan seragam sekolah. Melainkan, memakai abaya berwarna Taupe yang dipadukan dengan jilbab segitiga instan berwarna hitam. Awalnya gadis bermata bulat itu sempat bingung ingin memadukan gamisnya dengan jilbab berwarna apa, karena tidak ingin membuat orang tuanya menunggu lebih lama, akhirnya pilihannya jatuh pada warna hitam.
"Maskernya dibuka, Ra. Nggak pengep?"
Ayra menoleh ke arah Aina, detik berikutnya gadis itu menggeleng pelan. "Nggak pengep kok, Ma. Lagian, kalau aku buka masker temen-temen yang ke sekolah hari ini bisa ngenalin aku. Malu, Ma," jelas Ayra seraya mengedarkan pandangannya.
Aina hanya bisa menggeleng pelan setelah mendengar alasan Ayra tidak ingin melepas maskernya yang memang dia pakai dari rumah. "Ya sudah, terserah kamu saja, Ra."
"Tante Fiya." Ayra sontak berdiri dari duduknya, saat netranya menangkap Safiya yang sepertinya sedang mencari tempat duduk. Untung saja masih ada kursi kosong di belakang kursinya juga kursi kedua orang tuanya. "Tante sini, Tante," panggil Ayra begitu semangat.
"Assalamualaikum. Kalian sudah dari tadi datangnya?" tanya Fiya sesaat setelah Ayra menunjukkan kursi yang bisa diduduki oleh Fiya dan juga Oya.
"Waalaikumsalam," jawab Ayra berbarengan dengan orang tuanya.
"Iya, Mbak udah dari tadi," jawab Aina seraya tersenyum. "Aduuh, Oya makin cantik, ya," lanjut Aina dengan pujian sembari mencubit pelan pipi gembil milik Oya.
"Tante cuman berdua datengnya sama Oya? Om Rasyid nggak dateng, Tan?" tanya Ayra seraya memusatkan perhatiannya pada Fiya.
"Nggak. Abinya Kayla lagi ada jadwal operasi di rumah sakit, makanya nggak bisa datang," jelas Fiya.
"Jadi, Tante ke sini naik taksi dong, ya?"
"Nggak. Tante dateng sama keponakan Tante, kok. Cuman, dia lagi ke minimarket depan beliin susu kotak untuk Oya."
Ayra tampak mengangguk paham, kemudian mulai mengajak Oya untuk mengobrol, karena acaranya juga belum dimulai. Fiya dan Aina sendiri juga sibuk mengobrol, sementara Farhan sendiri tampak sibuk dengan ponselnya. Jangan tanya kenapa Aditya tidak bisa hadir, karena saat ini pria dewasa itu sedang berada di luar kota. Maklum saja, semenjak dia mengganti posisi Farhan di perusahaan, dia selalu saja sibuk terbang ke sana- ke mari. Untung saja masih di dalam Indonesia.
"Gimana, Suf ada?"
Ayra dan Oya yang asik mengobrol sontak mendongak setelah mendengar pertanyaan Fiya barusan. Mata Ayra membulat sempurna saat menatap persensi seorang lelaki yang dia kenal betul.
"Gus Yusuf di sini juga?" tanya Ayra tanpa sadar dan hal itu membuat Yusuf menatap bingung ke arahnya.
"Who?" tanya Gus Yusuf bingung, lantaran tidak mengenali Ayra yang tengah mengenakan masker.
"Aku Ayra, Gus. Yang kemarin nuduh Gus Yusuf penyusup," balas Ayra dengan jujur.
"Oh, yes! I remember you."
"Jadi keponakan yang Tante Fiya maksud itu Gus Yusuf, ya?" tanya Ayra seraya mengalihkan tatapannya ke arah Fiya.
"Benar, Ayra. Jadi kamu sudah kenal sama Yusuf?"
Ayra mengangguk. "Iya, Tante pas di pesantren kemarin."
Bertepatan setelah Ayra menyelesaikan ucapannya, tampak dua orang--perempuan dan lelaki menaiki panggung dan kemudian mulai menyapa seluruh tamu dan orang tua siswa yang ada di depan panggung. Kemudian terakhir mereka juga menyapa para siswa kelas XII yang berada di samping kiri dan kanan panggung.
Setelah melakukan pembukaan, kedua MC itu mulai membacakan susunan acara perpisahan pada hari ini.
Ayra tampak fokus menatap penampilan demi penampilan dari kakak kelasnya. Bukan hanya Ayra, sepertinya semua tamu dan para orang tua juga menikmati penampilan yang disuguhkan oleh mereka semua.
Hingga pada akhirnya, acara yang ditunggu-tunggu tiba juga, yaitu pengumuman tentang siapa siswa paling berprestasi di SMA Nusa Bangsa tahun ini.
"Karena harapan tiga, dua, dan satu sudah selesai diumumkan. Sekarang kita beralih pada peringkat umum yang sesungguhnya!" ujar Nadia--MC yang merupakan tetangga kelas Ayra sendiri.
Tampak riuh tepuk tangan seketika menggema di penjuru lapangan. Ayra ikut deg-degan saat MC mulai membacakan juara 3 umum tahun ini.
"Juara tiga jatuh kepada ... Ananda Nadiya dari kelas XII Mipa-1!" seru kedua MC itu yang mengundang kembali tepuk tangan terdengar.
Setelah Nadia naik ke atas panggung kini giliran juara dua umum yang akan disebutkan namanya.
"Untuk juara dua jatuh kepada ... Muhammad Akhtar Ghairi dari kelas XII Mipa-2!"
Fiya dan Yusuf sontak tersenyum setelah mendengar nama Akhtar disebutkan. Mereka tidak menyangka Akhtar bisa menduduki posisi peringkat dua umum itu. Namun, lain halnya dengan Ayra yang sedang menahan diri untuk tidak berteriak, saking senangnya mendengar nama Akhtar baru saja disebutkan.
"Kan, aku udah bilang kalau Kak Akhtar itu udah paket yang super komplit," gumamnya seraya tersenyum lebar di balik maskernya.
"Dan untuk juara satu umum jatuh kepada ... kalian penasaran, kan?" Tampaknya MC sedang bermain-main dan membuat jantung semua orang berdetak cepat lantaran sangat penasaran dan ikut degdegan. "Okey! Langsung saja juara satu umum jatuh kepada ... Muhammad Althaf dari kelas XII Mipa-2!"
Ayra sontak menutup mulutnya yang masih terlapisi masker. Dia benar-benar terkejut dan tidak menyangka jika kakak jail dan tengilnya satu itu menduduki posisi setinggi itu.
"Alhamdulillah." Ayra menoleh ke arah kanan dan kirinya. Papa dan mamanya tampak tersenyum haru dengan air mata yang sepertinya siap menetes saat itu juga.
"Kak Althaf keren," gumam Ayra seraya kembali menatap ke atas panggung di mana ketiga juara umum tahun ini berdiri.
// About Readiness //
"Ma, Pa ini buat kalian," ujar Althaf seraya menyodorkan piala yang diterimanya saat naik di atas panggung tadi.
Ayra bisa melihat jika kini netra milik lelaki itu memerah. Sepertinya dia berusaha menahan tangisnya sejak tadi.
"Mama bangga, Kak sama kamu." Alih-alih menerima piala yang Althaf sodorkan, Aina justru langsung memeluk Althaf dan menangis di dalam pelukan anak keduanya itu.
"Makasih, Ma," ujar Althaf seraya membalas pelukan Aina tak kalah eratnya juga. "Udah, dong Mama jangan nangis nanti jelek dan papa nggak suka lagi sama Mama," lanjut Althaf setelah dia melepas pelukannya dengan Aina. Lelaki itu terlihat sangat manis karena saat ini dia sedang menghapus air mata yang keluar dari mata mamanya.
"Papa mau peluk aku juga?" tanya Althaf saat dia menghadap sepenuhnya ke arah Farhan.
Farhan tidak langsung menjawab, melainkan pria paruh baya itu tampak menatap Althaf dengan sangat intens. Namun, setelah tiga menit berlalu, barulah dia memeluk Althaf dan menepuk-nepuk punggung anak keduanya dengan pelan.
"Papa bangga, Kak sama kamu. Ditingkatkan lagi, ya. Tapi inget, kamu boleh belajar tapi belajar agamanya juga harus tetep lancar. Kalau bisa, sih diseimbangkan. Nanti kalau kamu udah sukses, jangan jadi orang yang sombong, ya. Keluarga juga jangan sampai dilupain. Kamu sama Adit juga harus selalu jagain mama dan Ayra, ya. Jangan biarin mereka sedih ... paham?"
Althaf tampak mengangguk, kemudian melepas pelukannya. "Makasih, Pa. Pokoknya nanti kalau aku sukses, aku bakalan beliin Papa martabak satu gerobak," ujar Althaf dan Farhan hanya mengangguk seraya tersenyum tipis.
"Kak Althaf, selamaaat, ya!" Ayra langsung memeluk Althaf saat lelaki itu menghadap ke arahnya.
"Makasih, Cil," balas Althaf seraya mengelus punggung Ayra dengan sayang. "Keren, kan gue? Akhtar aja gue kalah loh, Cil."
Ayra memutar bola matanya malas, kemudian melepas pelukannya. "Biarin aja. Tapi di mata aku tetep Kak Akhtar yang paling keren. Kak Althaf tetep lewat ...."
"Papa kenapa?"
Ayra tidak melanjutkan ucapannya lantaran mendengar pertanyaan mamanya yang sangat jelas jika ditujukan kepada papanya.
"Papa kenapa, Ma? Papa ...." Raut wajah Ayra mulai berubah panik begitupun dengan Althaf dan juga Aina saat Farhan kesulitan bernapas sembari memegang dadanya.
"Ayo, Ma bawa papa ke rumah sakit buruan ... Papa!" Ayra berteriak histeris saat Farhan sudah tidak sadarkan diri.
// About Readiness //
Malaaaam. Makasih udah stay dan seehhuu di Chapter 28!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro