Chapter 12
Aku bukan orang yang suka insecure, tapi jika sudah berhadapan dengan perempuan itu, mengapa justru aku merasa sebaliknya?
Ayra.
// About Readiness //
"Psst, Bi ... kamu udah selesai belum?" Ayra bertanya dengan suara yang sengaja dikecilkan, agar guru Kimia di depan tidak mendengarnya.
Bintang menoleh, detik berikutnya menggeleng lemah. "Belom, Ra. Gue sisa nomer satu, tiga, sama lima," jawab Bintang dengan wajah frustrasi.
"Hish, lama! Ayo buruan selesain. Bentar lagi sparingnya udah mulai nih," geram Ayra tertahan.
"Makanya contekin. Daritadi gue minta jawaban malah lo cuekin," balas Bintang agak kesal.
"Ya udah nih, buruan. Jangan sampe ketauan sama Bu Sinta. Bisa disobek kertas ulangan kita nanti," ujar Ayra, seraya sedikit menggeser kertas ulangannya ke arah Bintang, agar sepupunya itu bisa menyalin jawabannya yang memang sudah selesai.
Awalnya Ayra tidak ingin memberi contekan pada Bintang, karena menurutnya Bintang juga harus berusaha mengerjakan soal ulangannya sendiri. Namun, karena waktu yang mepet, lebih tepatnya waktu menonton sparingnya tinggal sebentar lagi mau tidak mau Ayra terpaksa membiarkan Bintang menyalin jawabannya.
"Udah!" seru Bintang kesenangan, kemudian menutup pulpennya, lalu memasukkannya ke dalam tas. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ayra.
"Ya udah ayo kumpulin sekarang!" ujar Ayra tidak sabaran, lalu beranjak dari duduknya, sebelah tangannya yang bebas menarik tangan Bintang agar sepupunya itu ikut berdiri.
"Bu, kami udah selesai," ujar Ayra setelah tiba di depan meja guru.
"Letakkan di sini, dan kalian bisa keluar," titah Bu Sinta.
Setelah mengumpulkan kertas ulangan keduanya di atas meja, juga berpamitan pada Bu Sinta, Ayra dan Bintang pun keluar dari kelas.
"Ayo, Bi buruan! Lapangan futsal udah rame itu, entar kita nggak kebagian tempat di depan," ujar Ayra gemas, lantaran Bintang berhenti melangkah karena tali sepatunya terlepas.
"Bentar, Ra. Sabar, dong. Ribet, nih." Bintang berujar kesal lantaran gadis itu tengah kesusahan mengikat tali sepatunya.
"Ngapain kalian?" Daniyal yang baru saja keluar dari kelasnya, langsung menunduk di hadapan Bintang untuk membantu kekasihnya itu mengikat tali sepatu. Karena memang kebetulan kelas Ayra dan Bintang bersebelahan dengan kelas Daniyal.
"Tuuuh, pacar kamu ngiket tali sepatu aja seribet itu. Nanti kapan-kapan kamu ikutin kursus iket tali sepatu, deh," ujar Ayra dengan kesal. Kesalnya pada Bintang sepertinya sudah merembet pada Daniyal yang sebenarnya tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi di antara keduanya.
"Udah!" Bintang berdiri, kemudian tersenyum manis kepada Daniya. "Makasih. Kamu ...."
"Ayo! Jangan ngobrol lagi, buang-buang waktu tau. Yal, kita duluan, ya dah telat ini." Ayra langsung memotong ucapan Bintang yang akan berbicara pada Daniyal dan menariknya pergi begitu saja.
"Woe, Ra. Hati-hati narik si Bintang, tangannya putus gue penggal pala lo," teriak Daniyal saat Ayra dan Bintang sudah menjauh, bahkan kini sudah hilang ditelan tikungan koridor.
// About Readiness //
"Kak Akhtar, ayo semangaaat!" Ayra yang sedang berdiri di sudut lapangan paling depan berteriak heboh. Suaranya terdengar teredam di antara teriakan-teriakan penonton lainnya yang juga memberi semangat pada pemain lainnya, tetapi dominan perempuan pun menyebutkan nama Akhtar.
"Ra, Ra ... liat deh cowok yang dari SMA Garuda itu, yang nomor punggung 9 asli ganteng banget." Bintang bukannya ikut menonton, memperhatikan para pemain futsal bermain, gadis itu justru mengabsen satu-satu wajah pemain dari SMA Garuda.
Ayra menoleh sekilas ke arah Bintang. "Emang kenapa kalau ganteng, kan cowok jadi wajar aja kalau ganteng," ujar Ayra, kemudian kembali sibuk berteriak menyebut-nyebut nama Akhtar, sesekali juga gadis bermata bulat itu menyebut nama Al.
"Abis ini temenin gue minta nomer WA-nya, ya." Bintang mengabaikan ucapan Ayra dan ucapannya barusan mendapat tabokan pelan di bahunya.
"Gila, ya? Daniyal mau kamu selingkuhi?" tanya Ayra sarkasme.
"Dih, nggaklah. Daniyal akan selalu ada di hati gue."
"Terus ngapain kamu mau minta nomer cowok itu?"
"Ya buat lo lah. Biar lo sama dia bisa PDKT." Kembali ucapan Bintang mendapat tabokan, tapi kali ini cukup kencang karena membuat ringisan keluar dari mulut Bintang.
"Nggak lucu! Lagian aku nggak minat PDKT-an sama siapa pun. Jadi, stooop buat usaha cariin aku cowok biar bisa lupa sama Kak Akhtar, karena itu akan mustahil untuk aku lakuin. Ngerti!" Setelah mengatakan itu Ayra pergi meninggalkan Bintang yang kini mendengkus kasar.
"Gagal lagi! Kenapa, sih tuh anak? Kepala batu banget, aku juga gini biar dia nggak sakit hati kalau misalnya dia nggak jodoh sama Kak Akhtar," gumam Bintang seraya memandangi Ayra yang sedang memberikan botol minuman pada Akhtar, karena memang waktunya istirahat untuk para pemain futsal.
// About Readiness //
"Tahu, nggak tadi pas main futsal, pas Kak Akhtar mau nendang bola ke gawang, itutuh kelihatan keren banget tau, Kak! Saking kerennya aku sampai abadiin di HP aku." Ayra menoleh dan menatap Akhtar yang sedang berjalan di sampingnya sembari menunjukkan foto Akhtar yang berhasil dia abadikan.
Akhtar menatap ke arah Ayra, kemudian tersenyum. "Bagus. Nanti kirim ke aku, ya."
Ayra tersenyum semringah kemudian mengangguk mantap. "Okeee, Kak."
"Ra, foto gue pas mau nendang bola ke gawang juga lo ambil, kan?"
Ayra menoleh ke arah sebelah kirinya untuk menatap sang empu suara, karena memang posisinya kini berada di tengah, diapit oleh Akhtar dan Althaf.
Ayra menggeleng pelan. "Nggak, Kak. Soalnya pas tadi mau difoto, HP aku tiba-tiba ngelag masa," ujar Ayra dan sontak mendapat cibiran dari Al.
"Alah, alasan! Bilang aja, kalau lo emang nggak ada niat buat fotoin gue. Kalau Akhtar aja, dengan suka rela lo ngelakuin apa aja. Lah, sama Kakak sendiri? Boro-boro, palingan lo bodo amat," cibir Al sehingga membuat Ayra melayangkan satu cubitan di lengan Althaf, sementara Akhtar yang mendengar itu hanya menggeleng pelan.
"Jangan suuzan, Kak. Dosa, Kak Al udah banyak, entar ...." Ayra seketika menoleh ke arah Akhtar dan tidak jadi melanjutkan ucapannya lantaran terkejut karena mendengar suara benda yang jatuh, walaupun tidak nyaring, tetapi tetap saja membuat Ayra terkejut karena benda itu jatuh tepat di samping Akhtar.
"Jihan ...." Akhtar langsung berjongkok untuk membantu memungut rantang plastik yang dibawa oleh gadis berjilbab yang namanya tidak asing di telinga Ayra saat Akhtar menyebutnya.
Jihan? Kayak pernah denger. Tapi siapa? batin Ayra bertanya sembari memperhatikan gadis yang masih menunduk itu karena sibuk memunguti barangnya, sehingga Ayra belum bisa melihat wajah gadis berjilbab itu.
"Afwan, Tar. Aku nggak sengaja. Buru-buru soalnya," ujar gadis bernama Jihan itu setelah berdiri sempurna di hadapan Akhtar.
Loh, dia kan santriwati yang di pondok waktu itu. Yang keliatan deket banget sama Kak Akhtar pas di teras rumah Kiai, batin Ayra berujar sembari mata bulatnya menatap Jihan dan Akhtar secara bergantian.
"Nggak apa-apa. Tapi kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Akhtar dan Ayra bisa mendengar dari ucapan lelaki itu jika terselip nada khawatir dari ucapannya. "Kamu kenapa bisa ada di sini? Yang sakit siapa?"
Kak Akhtar nggak pernah nanya banyak-banyak kayak gitu kalau sama aku. Tapi sama dia kok beda? batin Ayra nelangsa.
Jujur saja, Ayra cemburu melihat kedekatan Akhtar dengan Jihan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Biasanya Ayra tidak akan pernah merasa cemburu jika ada perempuan lain yang dengan sengaja mendekati Akhtar, karena Ayra tahu Akhtar tidak akan meladeninya, tetapi mengapa rasanya berbeda jika Akhtar dengan gadis itu?
Apa rasa mindernya karena gadis itu berjilbab dan anak pesantren? Sementara dia kebalikan dari gadis itu? Ayra bukan tipikal orang yang suka insecure, tapi kali ini rasanya berbeda.
"Ada yang patah, tapi bukan kayu ...." Ayra hanya diam dengan fokus menatap interaksi keduanya, dia mengabaikan bisikan Althaf barusan.
// About Readiness //
Malaaam. Makasih udah setia baca cerita ini. Sampai jumpa di Chapter 13.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro