Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 | Hukum Nomor Satu

"If a man expects a woman

to be an angel in his life, he must

first create a heaven for her.

Angels don't live in hell."

(Unknown)

⏱️

Walaupun tampak tak peduli, sebenarnya Ken menyadari bahwa Lea lebih menyukai Mahesa dari pada dirinya.

“Aish! Apasih lebihnya Mahesa dari pada gue?!” Ken berseru gusar.

Ia merenggut sebal mengingat percakapan mereka tadi siang. Ken tak habis pikir, mengapa Lea lebih suka membicarakan Mahesa sementara di hadapan gadis itu ada dirinya, yang jelas-jelas sejuta kali lebih tampan dari pada Mahesa.

Dahinya masih mengkerut ketika sosok seseorang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu kaca. Seperti biasa, Rully tampak necis malam ini. Rambutnya yang terbelah dua jatuh di atas kulit pualamnya. Andai ada seorang gadis di sini, pasti sudah menjerit karena pesonanya.

Ken hanya melirik sekilas, lalu memilih mengabaikannya. Matanya terpejam, menikmati hentakkan dari musik rock yang terputar di audio stuff.

“Ckckck, ini apartement apa kandang sih?” Rully menggelengkan kepala, melihat kaleng-keleng bir dan sampah bungkus fast food berserakan di atas lantai, matanya beralih ke pemilik rumah, yang masih mengabaikan keberadaannya. “Kenapa lo, galau lagi?”

“Kalau mau di sini mending lo diam, atau gue potong lidah lo,” tukas Ken tajam yang tentu saja bukan membuat Rully diam, tapi justru tertawa terpingkal-pingkal.

Tahu, bahwa mustahil Ken melakukan hal itu padanya.

“Azalea atau Mahesa yang berulah?” tanya Rully sambil bersandar pada mini bar yang terletak dekat pantry. Dengan cekatan, tangannya meramu minuman alkohol dengan kadar rendah.

Seperti tersadar sesuatu, Ken membuka matanya, sontak ia beralih pada Rully. Tak ada yang lebih ahli meraih hati wanita dari pada seorang Rully, jangankan Jabodetabek-Bandung, gadis gadis di Singapure, NY, London juga bisa langsung jatuh dipelukannya dalam sekali tepuk.

“Rul, sini deh lo,” panggilan Ken membuat sebelah alis Rully naik. Pemuda itu tak pernah memanggilnya dengan nada begitu sebelumnya. Dari pada memanggil, Ken lebih suka memakinya.

Dengan langkah santai, Rully melangkah menuju ruang tengah, lalu menjatuhkan dirinya di sofa.

“Menurut lo...” dengan wajah angkuh Ken mengangkat kepalanya, lalu menyipitkan matanya. “Gue sama Mahesa gantengan mana?”

Tawa Rully sontak menyembur mendengar kalimat konyol Kenandra. Minuman yang ia tenggak sampai muncrat kemana-mana.

“Jangan ketawa, sialan!” dengus Ken kesal.

“Sorry sorry,” Rully menyeka sudut matanya yang berair. “Abis pertanyaan lo kayak orang geblek! Muka lo sama Mahesa, apa bedanya?”

“Tuh kan!” Ken berseru gemas. “Apa coba bedanya gue sama Mahesa? Jelas, memang, gue lebih keren dan Mahesa cupu, tapi kenapa coba yang itu cewek ributin selalu Mahesa, Mahesa, Mahesa.”

“Lo cemburu?” pertanyaan Rully membuat Ken menyentakkan kepala.

“Ngaco!” Ken menyergah cepat—kelewat cepat, karena detik itu juga Rully menyadari bahwa Ken tengah berbohong.

“Lo mau tahu apa yang cewek suka? Dan kenapa Lea lebih suka sama Mahesa daripada lo?”

Ken ingin tak peduli, tapi kepalanya otomatis mendekat, kelihatan begitu tertarik. Rully mengulum senyuman, ibu jarinya menyapu bibir gelas berkaki satu.

“Ini sesuatu yang nggak akan bisa lo lakuin.”

“Cih, apa yang bisa si cupu itu lakuin dan gue nggak bisa?”

“Banyak,” Rully tersenyum menyebalkan, jarang sekali ia punya kesempatan mempermainkan Ken seperti ini. Ken menatap Rully kesal, berusaha menahan diri untuk tidak melempar pemuda itu dari lantai dua belas gedung ini. “Salah satunya, lo nggak bisa lembut sama perempuan.”

“Maksud lo lembek gitu?”

“Lo terlalu kasar.”

“Rully,” Ken menggeram.

“Lo nggak bisa bersikap baik sama orang lain, lo nggak bisa jadi sosok yang penyayang, lo nggak peduli sama orang lain kayak Mahesa, lo nggak sepinter Mahesa, lo romanticless, lo nggak dewasa dan lo nggak mau ngalah walaupun sama cewek.”

“Brengsek!” Ken melempar gelas berkaki di sampingnya, beruntung Rully bisa menghindar, sehingga gelas malang itu membentur tembok dan pecah tak berdaya di atas lantai. Tampak menyedihkan.

Rully tertawa geli, bahunya terguncang, membuat Ken berhasrat untuk mematahkan leher pemuda di hadapannya.

“Kenandra kenandra,” Rully menggelengkan kepalanya saat tawanya mulai mereda. “Lo mungkin punya aturan kalau lo nggak pernah salah, atau mungkin haram bagi lo meminta maaf, tapi perempuan juga punya aturan.”

Rully tersenyum misterius, membuat Ken mendengus, walau diam-diam dia juga ingin tahu.

“Semua hukum lo nggak berlaku kalau seandainya berhadapan dengan perempuan, karena women always right, itu tetap jadi hukum nomor satu.”

Bullshit! Paradigma cowok tolol yang mau aja dijadiin pengemis.”

“Dan lo sedang menjadi salah satunya,” Rully mengangguk membenarkan, senyumnya tampak misterius. “Lo nggak sadar, kalau lo sedang mengemis cintanya Azalea?”

Ken merasa tertohok dengan kalimat Rully, namun ia tak melakukan apapun selain menatap pemuda itu dengan tatapan nyalang.

“Kenandra, perempuan itu suka dijadikan seperti tuan putri,” Rully tersenyum seraya menyesap sedikit minumannya. “Perempuan suka dapat apresiasi, perlakukan dia seperti dia adalah hal paling berharga yang pernah lo miliki, dan dia bakal benar-benar mencintai lo sepenuhnya.”

“Nggak perlu lo bilang, Lea itu memang hal paling berharga yang gue punya,” desis Ken berang.

“Tapi lo nggak menunjukan itu.”

“Udah!” Ken berseru tak terima.

“Dengan apa? Nurunin dia di tengah jalan tol? Ngiket dia di kursi penumpang? Banting handphone sahabat terdekatnya?”

“Gue udah ganti hp jelek itu ya dan perlu lo catat gue juga minta maaf!”

“Dengan tulus?” tanya Rully retoris, tentu ia sudah tahu jawabannya. Rully tersenyum penuh kemenangan saat melihat Ken tak berkutik di tempatnya. “Kenandra, sebelum lo dapetin hati perempuan, dapatin dulu hati sahabat-sahabatnya, orang-orang terdekatnya. Percaya sama gue, Mahesa nggak akan memperlakukan teman-temannya Lea seperti yang lo lakukan.”

Kesal melihat wajah Rully, Ken melempar bantal yang terletak di atas sofa, lebih kesal lagi karena menyadari bahwa kalimat Rully benar adanya.

Pemuda itu meraih jaketnya dengan asal lalu berderap hendak meninggalkan ruangan.

“Mau kemana?” teriak Rully tanpa berniat mengejar.

“Nyari tronton buat ngelindes badan lo!” seruan Ken hanya dijawab oleh gelak tawa Rully di ruang tengah.

⏱️

Ken tak menyangka ia akan berada di situasi seperti ini. Duduk berhadapan dengan Bryan di sebuah kafe di dekat rumah pemuda gemulai itu.

Di kursinya Bryan tampak gelisah, ia ingin sekali menelpon Azalea untuk meminta pertolongan, tapi Bryan yakin Ken bisa mengirisnya tipis-tipis jika ia berani sekali saja menyentuh ponsel.

“Beb—maksudnya kak Ken ada apa ya?” tanya Bryan dengan suara berat. Tubuhnya menegak, dengan wajah yang menatap lurus ke arah Kenandra. Jiwa laki-lakinya memang hanya muncul disaat-saat darurat.

“Kakak-kakak, kapan lo jadi adik gue?!” Ken melotot membuat Bryan mengumpat dalam hatinya.

“Panggil gue Ken atau Kenandra,” kata Ken seraya memicingkan matanya. “Langsung aja, apa yang Lea suka dari Mahesa dan nggak ada di diri gue?”

Bryan merasa dicekik mendengar pertanyaan Ken. Kalau ia harus berkata dengan jujur, maka mereka takkan selesai sampai besok pagi, dan Bryan akan berakhir dengan raga tanpa nyawa. Jelas saja, Ken dan Mahesa seperti langit dan bumi—walau kadar ketampannya tetap murni semurni emas 24 karat, atau susu sapi nasional.

“Ng... mau jawaban jujur atau engga?”

Dasar Bryan bodoh! Ini sih namanya dia mengumpankan diri ke mulut singa!

“Ang eng ang eng! Jawab yang bener atau gue bikin lo gagu beneran!”

Bryan sontak terkesiap, tubuhnya menegang.

Astaga, berada di dekat Kenandra memanf berbahaya untuk kesehatan jantung.

Bryan menggigit bibirnya, sebelum menjawab dengan nada ragu. “Kak Esa... nggak pernah bentak orang, dia baik hati dan tidak sombong.”

Wajah Ken yang langsung mengeras membuat Bryan menunduk dalam-dalam, menyesali kalimatnya yang terlampau jujur. Ia sudah siap di lempar ke tengah jalanan, ketika pemuda di hadapannya menghembuskan napas pelan, seperti menahan geram.

“Oke, kalau gitu kasih tahu gue, gimana caranya biar Lea bisa suka sama gue?”

“Hah?” Bryan menganga tak percaya.

“Kasih tahu gue, gimana caranya biar Lea suka sama gue,” Ken mengulangi kalimatnya. “Apapun akan gue lakuin. Apapun.”

Penekanan dalam setiap kalimatnya merupakan kesungguhan yang tak perlu diragukan. Sayangnya Ken tidak tahu, bahwa ia bertanya pada orang yang salah. Bryan mungkin takut padanya, tapi pemuda gemulai itu tak pernah melewatkan kesempatan untuk bersenang-senang.

Bryan mengulum senyum, hatinya bersorak, lantas rentetan kalimat meluncur deras dari bibirnya.

Mari ucapkan selamat datang, pada Kenandra yang baru.


—————
A/n: Holla! Apa kabar? Semoga pada sehat ya.

Maapin mangkir update dua kali, bcs as u know gue sempet drop kmrn dan uts juga. Sekarang Alhamdulillah udah fit lagi dan UTS juga udah mau kelar. Semoga bisa update sesuai jadwal lagi yaaa.

Gimana part 17? Ada yang kangen sama Ken?

Gini, setelah ini kita happy-happy dulu yaaa. #TeamEsa kuatkan hati, karena jujur nih...






... Nggak jadi deh, biar kalian penasaran aja wkwkwkw.

Pokoknya intinya semoga kalian bertahan sampai akhir ya, soalnya aku aja yang nulis udah ngos-ngosan wkwk

Yaudah deh itu aja.

Salam sayang,

InnayahP.

P.s: anyway ada yang ikut PO If Only? Terima kasih antusiasme kalian, hari pertama PO If Only masuk top ten no 1 di bukubukularis.com 🎉

Yang belum pesan yuk jangan sampai ketinggalan😜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro