Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16 | Seorang Tawanan

I wonder what i look like
in your eyes.

(Unknown)

Ia sedang diburu.

Mahesa membuka matanya perlahan, namun sejauh apapun matanya memandang, hanya warna hitamlah yang ia temui. Alih-alih di kamar perawatan,  seseorang justru membawanya ke sebuah ruangan gelap gulita. Mahesa ingin bangkit, tapi tubuhnya terikat pada sebuah kursi kayu.

Otomatis, tubuhnya mengkaku.

Ia tak lagi diburu, kini ia adalah tawanan.

Suara sepatu bergema, memantul di dinding, merobek keheningan yang merajai.   Langkahnya bertempo lambat, namun jelas tengah memangsa jarak.

Seseorang muncul dari ketiadaan, menyibak tirai kegelapan yang menyelimutinya. Napas Mahesa putus-putus. Keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya.

Ketika orang tersebut dapat dilihat rupanya, Mahesa tersekat.

Kini ia sadar, ia tak lagi memiliki peluang.

⏱️

Sampai di pagi datangpun, Lea masih tak mendapati satupun balasan dari Mahesa. Semua panggilannya pun terputus pada suara operator. Usahanya untuk mencari Mahesa di Kampus juga berakhir sia-sia. Tak ada satupun dari seniornya yang mengetahui keberadaan Mahesa. Pemuda itu lenyap seperti kabut.

“Coba di telepon lagi, Le,” ujar Kania mencoba menenangkan.

Lea menggelengkan kepalanya lemas. “Nggak bisa K, mail box terus.”

Seperti biasa, mereka tengah duduk di taman kampus dekat air mancur. Sejak tadi, Lea menscroll ponselnya, membaca semua portal berita online sambil berharap-harap cemas, bahwa tak ada satupun berita kecelakaan tadi malam.

“Kenapa nggak coba hubungin kembarannya aja? Ituloh, si bad boy caem,” kata Bryan membuat Kania menjentikan jarinya.

“Setuju! Cuma Ken doang harapan lo buat tahu keberadaan Kak Esa, Le.”

Lea mengerutkan dahinya. Ide untuk menghubungi Kenandra tampaknya bukan ide yang bagus, mengingat bagaimana hubungan kembar identik tersebut. Tapi Kania dan Bryan benar, cuma Ken yang bisa jadi benang merah di antara mereka.

Saat Lea tengah menatap ponselnya, Bryan tiba-tiba berseru heboh.

“Pucuk dicinta, ulam pun tiba.” Pemuda gemulai itu bertepuk tangan riang. “Baru di sebut namanya, sudah muncul, ulala~”

Lea dan Kania otomatis mengadahkan kepalanya. Tampilan Ken hari ini memang benar-benar berbeda dari Mahesa. Anting yang kemarin sempat dilepas kini bertengger lagi di telinga kiri Kenandra, dandanan rambutnya pun kini di gel ke atas, ripped jeans dan jaket kulit yang membungkus tubuh Ken, tampak kontras dengan kulitnya yang seputih pualam.

Dan yang paling menarik perhatian Azalea adalah mata elang penuh percaya diri itu tentu saja tidak dimiliki oleh Mahesa. Tak heran Bryan bisa membedakannya hanya dengan sekali lihat.

Lea menghela napas. Ia biarkan Ken menebas jarak di antara mereka. Sebelah tangan cowok itu memegang paper bag berukuran sedang sementara tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celana. Sangat Kenandra sekali.

Lea tahu ia sedang membutuhkan informasi dari Kenandra, tapi melihat mukanya saja sudah membuat Lea muak setengah mati. “Bryan, Kania cabut yuk, gue lagi males jadi tontonan.”

Seperti yang Lea katakan, dimana ada Kenandra maka di situ pasti akan ada keributan. Mahasiswa kampus mereka yang masih saja mengira Mahesa merupakan anak tunggal tentu saja dibuat heboh karena dandanan Mahesa yang lagi-lagi tampak berbeda.

Terlebih cowok itu menghampiri Azalea. Bisa dipastikan dunia perlambean akan kembali gempar sebentar lagi.

“Jangan pergi dulu,” desis Ken ketika melihat Lea berniat bangkit.

“Gue lagi males ribut Ken,” Lea menghembuskan napas lelah. Namun geraknya terhenti karena mendengar kalimat asing tercetus dari bibir Kenandra.

“Maaf.”

“Hah?” Lea melongo tak percaya. Ia masih ingat betul soal prinsip hidup seorang Kenandra, yang tidak pernah salah dan haram meminta maaf.

“Maaf karena buat lo marah,” kata Ken dengan wajah tertekuk, kemudian cowok itu beralih pada Bryan yang berada di sisi Lea.

Jika mengucap kata maaf pada Azalea saja ia membutuhkan latihan yang cukup lama, bayangkan bagaimana sulitnya ketika ia harus meminta maaf pada Bryan.
Ken menyerahkan paper bag-nya pada Bryan membuat Bryan menatapnya bingung.

“Ma—zzzs,” Ken menyentakan kepalanya kesal. “Azalea, nggak bisa apa gue cuma minta maaf sama lo, nggak perlu sama dia?!”

Ken tampak frustrasi, matanya yang nyalang sama sekali tak cocok dengan pipinya yang menggembung karena cemberut. Tanpa Lea sadari, ia harus menahan senyum melihat tingkah Ken yang seperti anak kecil.

Lea melipat tangan di depan dada, lalu menggelengkan kepala tegas.

“Gue nggak akan mau ngomong sama lo, kalau lo nggak minta maaf sama Bryan.”

“Tapi gue udah beliin hp baru buat gantiin hp dia yang jelek itu, memang nggak cukup?!” jerit Ken setengah membentak. Meski Lea tahu pemuda itu tak benar-benar berniat membentaknya.

Mata Kania juga Bryan langsung melotot mendengar kalimat Ken, apalagi ketika mengintip isi paper bag tersebut. Sebuah ponsel bermerk sama dengan seri terbaru. Ponsel dengan harga termahal dipasaran saat ini.

Astaga dragon, kalau gini, sering-sering aja lempar hape eike masnyaaa~

Lea menggelengkan kepala tegas. “Nggak bisa, lo harus minta maaf.”

“Keras kepala banget, sih?!” teriak Ken kesal.

Lea langsung menyambar paper bag dari pangkuan Bryan lalu menyerahkannya pada Ken. “Kalau gitu ambil lagi hadiahnya, dan kita nggak perlu ketemu lagi.”

Lea tahu sebenarnya ia sudah menang, karena Kenandra langsung mendengkus kasar di tempatnya. Pemuda itu menolak untuk menerima kembali paper bagnya.

Ingat Ken, ingat saran Rully! Tekan sedikit ego lo! Sedikit saja!

Ken menatap Bryan galak, rahangnya mengeras.

“Ma—ah gue nggak bisa!” Ken berseru frustrasi. Meminta maaf pada Bryan benar-benar melukai harga dirinya, tapi sepertinya Lea tak mengenal kata kompromi.

“Kenandra,” panggil Lea lembut namun mengintimidasi. Paper bag berisi ponsel tersebut masih menggantung di ujung jarinya, sementara lewat tatapan mata, Lea memerintahkan Ken untuk meneruskan upayanya.

“Tapi setelah ini lo nggak boleh menghindar dari gue?” tantang Ken membuat sebelah alis Lea terangkat.

Lea tak tahu apa yang merasukinya, hingga ia tak butuh waktu lama untuk menyetujuinya. “Deal!”

Ken mengembalikan fokusnya pada Bryan, menatap pemuda gemulai itu seolah Bryan adalah musuh bebuyutannya berabad-abad.

“Gue minta ma—” lagi-lagi kalimatnya tertahan, Ken memejamkan matanya, mengeraskan rahangnya, mengembuskan napas gusar, sebelum berteriak kesal. “GUE MINTA MAAF!”

Dalam kasus manapun, Lea tak pernah menyaksikan cara meminta maaf yang seperti cara Ken, namun ia rasa untuk seorang Kenandra mengucapkan kata maaf sajawalau bernada ancaman sudah termasuk prestasi yang luar biasa membanggakan.

Tak tahu kenapa Lea kontan tersenyum karenanya. “Gitu dong, baru laki.”

Lea mengembalikan paper bag tersebut pada Bryan, yang diterima kembaran Mikha Tambayong tersebut dengan suka cita.

“Adaw, terima kasih mamasnya, sering-sering deh buang hape eike kalau gitu,” Bryan terkikik geli, sementara Kania menatap iri. Menyesal tak menyediakan hapenya untuk dilempar juga. Sudah diganti sama Mahesa, dapat bonus tambahan lagi dari Ken.

Ken memilih menghiraukan Bryan dan langsung terfokus pada Lea. “Lo nggak boleh menghindar lagi mulai sekarang.”

Lea mengangguk tak acuh, lantas teringat permasalahan utamanya saat ini.

“Ah ya, ada hal penting yang harus gue omongin sama lo.”

Tanpa Lea duga, Ken menarik tangannya. “Kita bisa omongin itu sambil makan.”

⏱️

Ken merasa bahwa mungkin dirinya perlu membeli sebuah mobil yang hanya menyediakan dua seat sehingga Lea tak bisa lagi menyelipkan dua cecunguk sahabatnya diantara mereka.

Makan siang berdua yang Kenandra impi-impikan harus berakhir menyedihkan di salah salah satu gerai fast food, bersama Bryan dan Kania.

Yang lebih menyedihkan lagi, karena sekalipun ia berada di hadapannya, yang Lea bahas sejak tadi, hanyalah Mahesa Januar.

“Gue nggak tahu,” tukas Ken galak, cowok itu mengerutkan alisnya tanda tidak suka. “Gue bukan bapaknya.”

“Tapi lo kan kembarannya,” sergah Lea masih bersikeras menanyakan keberadaan Mahesa. Matanya menyipit, meneliti gerakan mata Kenandra. Jelas-jelas ada kebohongan di sana. Ken tahu dimana keberadaan Mahesa. “Atau jangan-jangan lo nyulik Mahesa? Iya?!”

Kesal dengan sikap Lea, Ken pun bangkit dari kursinya, lalu meminta Kania yang duduk di samping Lea untuk bangkit.

“Mau ngapain lagi?” gumam Lea saat melihat Ken menjatuhkan diri di sampingnya. Tanpa Lea duga, Ken merapatkan tubuh mereka, yang sontak membuat Lea mundur. Berhubung kursi yang mereka duduki menempel pada dinding dan berada di pojok ruangan, maka usaha Lea untuk menjauh terhenti ketika punggungnya membentur dinding.

Ken meletakan lengan kirinya di atas meja, sementara lengan kanannya di atas sandaran kursi. Matanya menatap Lea dalam-dalam. Tubuh cowok itu jelas mengukungnya, tapi untuk pertama kalinya berada di dekat Ken tak lantas membuat Lea merasa terancam.

Sekalipun mata elang itu menatapnya nyalang, namun ada sesuatu yang asing tersimpan dalam iris gelap tersebut. Sesuatu yang bahkan tak Lea temukan di mata milik Mahesa.

“Pertama, gue nggak tau dimana Mahesa.” Ken berujar dengan nada yang sedikit mengambang, gesturenya jelas menyembunyikan sesuatu. “Kedua, gue bukan pengecut yang nyulik rival gue, kalau gue perlu menghabisi Mahesa, maka akan gue lakukan di depan mata lo.” Kali ini suara Ken penuh penekanan. Lea meneliti sorot mata Ken baik-baik, namun sekeras apapun  Lea mencari, ia tak menemukan kebohongan apapun di sana. Ken mengatakan hal yang sejujurnya.

“Ketiga, mulai sekarang, lupain Mahesa. Lo hanya harus melihat gue. Hanya gue!” tandas Ken penuh otoritas.

“Tapi—”

“Cuma. Gue.” Ken mengulang perintahnya penuh penekanan.

Lea ingin menyergah, namun nada memohon yang sekilas terdengar dalam nada suara Ken yang tegas membuat Lea mengurungkan niatnya. Tak bisa. Ia sudah pernah berkeras kepala melawan Ken dan pemuda itu tak juga menyerah. Saat ini, Lea membutuhkan Ken untuk mengetahui informasi mengenai Mahesa.

Mungkin, untuk mendapatkannya Lea harus lebih melapangkan dada. Terlebih lagi, sesuatu dalam iris mata Ken terasa mengganggunya, entah mengapa Lea merasa Ken lebih kesepian dari pada Mahesa.

Jadi satu-satunya hal yang bisa Lea lakukan adalah menghela napasnya pelan. “Terserah lo aja.”

----
A/n: Hallo!

Part 16, wdyt?

Semoga kalian masih bertahan yaaa.

Esa di culik siapa hayo wkwk

Temen-temen, sebelumnya aku mau minta maaf. Aku nggak janji bisa update rutin Selasa-Jum'at. Jujur nih, lagi mumet banget. Tugas banyak. Badan drop. UTS depan mata. Jadi mood buat nulis juga nggak tahu kenapa nggak sebersemangat biasanya.

Ah ya, If Only lagi giveaway loh, yuk cek instagram @.wattpadindo !

Udah kali ya itu aja. Aku tired beb.

Salam sayang,

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro