Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 | Dua Pemuda Lainnya

There are poems,

growing inside of me.

Poems full of sadness

and rage.

If i ever attempted

to write them down

they would burn right

through the page.

(Unknow)

⏱️

Mobil itu melaju di atas kecepatan rata-rata. Desing mesinnya yang menderu membuat otot-otot orang yang berada di dalamnya mengeras. Dua karena kemarahan, dua karena ketakutan.

Terhitung dua puluh menit setelah Lea, Kania dan Bryan ditawam Kenandra. Selama perjalanan hanya Lea yang berani menyahut semua omongan Ken, sementara Kania dan Bryan hanya pasrah mengunci bibir di kursi belakang.

Cukup hp yang disandera, nyawanya jangan.

"Lo kenapa sih suka banget ngebantah omongan gue?!" bukan pertanyaan namun kalimat Ken barusan merupakan kalimat bertanda seru. Ia tak habis pikir bagaimana cewek bertubuh mungil di sebelahnya sulit sekali diatur, tak seperti orang-orang yang mudah tunduk di bawah perintahnya cewek ini lebih senang menyahutinya.

"Ya lo siapa perintah-perintah gue?"

"Kurang jelas kemarin gue bilang gue pacar lo?"

Mendengar kalimat Ken, Bryan dan Kania sontak terbelalak. Kania bahkan tersedak air ludahnya sendiri.

Anjir, mereka udah jadian?!

Kak Esa apa kabarnya?!

"In your dream, stewpid!" Lea mendengus kesal.

Bermimpi saja terus Kenandra, maaf aja nih, tapi kembaranmu tuh lebih manusiawi.

"Lo bilang gue apa?! Stewpid?!" Ken berteriak kencang, sudah tak peduli dengan roda kemudi yang kini sedang di bawah kendalinya.

"Ng... Kak, bisa lebih pelan sedikit nggak?" Bryan yang melihat Kania sudah pucat pasi, akhirnya mengambil inisiatif. Untung ia masih bisa bersikap seperti lelaki normal dalam keadaan genting, walau ia sama takutnya dengan Kania.

Ini saja ia bersyukur celananya belum basah.

"Diam banci!" bentakan Ken langsung membuat Bryan mengkeret, sedangkan Lea sontak menggebrak dashboard.

Sialan juga ini cowok, mulutnya minta digampar!

"Siapa yang lo katain banci?! Turunin gue sama temen-temen gue di sini!" Lea berseru kesal, ia bahkan tak akan ragu kalau harus menonjok mulut cowok di sampingnya.

Mendengar kalimat Lea Bryan dan Kania langsung panik.

"Le, nggak papa kok, Ian nggak papa, iya kan, Yan?" Kania beralih pada Bryan dengan tatapan memohon. Bisa bahaya kalau mereka beneran diturunin, bukan apa-apa, mereka sedang melaju di atas jalan tol!

"Iya kok beb, eike nggak papa."

"Diam kalian ya! Ini urusan gue sama cowok sinting ini!"

Kania dan Bryan bungkam. Jika diibaratkan, saat ini mereka berada di antara singa dan buaya. Ke sana mati, ke sini mati.

"K, kalau eike meninggal tolong hapusin semua history di instagram sama browser laptop eike ya," Bryan menggenggam tangan Kania seraya berbisik. "Passwordnya: bryantambayongcikalakabumbum, nggak pake spasi."

Kania menggelengkan kepalanya dramatis. "Enggak Ian, jangan ngomong gitu, gue kan bolot nggak bisa hapalin password sepanjang itu."

Sementara di kursi belakang adegan drama tengah terjadi, di kursi depan perang dingin tak kunjung usai. Masing-masing blok masih berkeras pada ego mereka, siap melancarkan serangan apapun, pistol, bom, basoka, atau nuklir sekalian.

"Lo nggak dengar gue bilang apa? Turunin gue!" Lea menjerit kencang, ia bahkan sudah tak sadar bahwa tindakannya bisa saja menyebabkan kecelakaan.

"Lo gila ya?!" teriak Ken tak kalah murka, tangannya erat memegang kemudi hingga buku-buku jarinya memutih.

"Ngadepin orang gila memang harus sama gilanya! Gue nggak mau tahu, turunin gue sekarang!" Lea berseru kesal, namun langsung berjenggit ketika mobil tersebut di rem paksa. Tubuhnya mungkin akan membentur dashboard kalau lengan Ken tak lekas menahannya.

Butuh beberapa detik untuk menormalkan jantung dan napas mereka. Sayangnya, belum sempat mereka mencerna segalanya, Ken tiba-tiba saja bergumam dingin.

"Turun."

Pias langsung tampak di wajah Kania dan Bryan, sedangkan Lea justru tak menunjukan penyesalan atau raut ketakutan. Dengan santai gadis itu melepaskan seatbeltnya, lantas turun dari mobil.

Kania dan Bryan yang masih tak menyangka akan diturunkan di tengah jalan tol masih bengong kebingungan. Kala mata tajam Ken melirik mereka lewat rearview, barulah keduanya blingsatan membuka pintu.

Setelah dua kurcaci pengikut Lea turun, Ken melajukan mobilnya, meninggalkan Lea, Bryan dan Kania di pinggir jalan tol.

***

"Dasar cowok sinting!" Lea berseru kesal, sudah tak terhitung berapa kali umpatan lolos dari bibirnya sejak mereka turun dari mobil Ken tiga puluh menit yang lalu.

Beruntung sebuah mobil bersedia mengangkut mereka sampai keluar jalan tol. Disaat Lea sibuk menyumpah, Kania hanya bisa menangis di kursi belakang dalam dekapan Bryan.

Pengemudi yang baik hati itu melirik ke kursi belakang, tampak khawatir. "Temennya yakin nggak harus dibawa ke rumah sakit? Kayaknya dia shock berat."

Kania menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, nggak apa-apa, cuma tadi takut aja."

Gadis itu mengusap jejak air matanya dengan punggung tangan. "Makasih ya Mas, kalau nggak ada Mas, saya juga nggak tahu harus apa."

"Panggil gue Nugi aja, nggak usah pakai Mas," kata pengemudi itu seraya tersenyum lembut.

Lea yang kebagian duduk di samping Nugi otomatis melirik pemuda itu. Dari penampilannya, Nugi mungkin masih berumur awal dua puluh. Sebuah kacamata yang bertengger di hidungnya serta pembawaannya yang tenang membuatnya terlihat lebih dewasa. Sekilas pemuda itu mengingatkannya pada Mahesa, hanya beberapa tahun lebih tua daripada Mahesa. Menurut pengakuannya, Nugi sudah beberapa tahun lulus kuliah, dan sekarang tengah merintis karir sebagai fotografer di sebuah agensi ternama.

Ah ya, berbicara soal Mahesa, selepas kejadian tadi Lea langsung menghubungi Mahesa namun dua belas panggilannya berakhir pada mail box.

Setelah perbincangan singkat itu tak banyak lagi yang berbicara. Sesuai perjanjian Nugi menurunkan mereka di pintu keluar tol, setelah memastikan ketiganya mendapatkan taksi barulah sendan hitam itu kembali melaju.

"Lain kali hati-hati ya jangan sampai diturunkan di tengah jalan lagi," kata Nugi setengah bergurau. "See you teman-teman, semoga bisa bertemu dilain kesempatan."

"Untung aja ada dia Le," ujar Kania seraya menatap mobil Nugi yang perlahan hilang ditelan keramaian.

"Iya untung aja cyin, udah skot jantung eike diturunin di tengah jalan gitu." Bryan menepuk-nepuk dadanya. Rautnya menunjukan kelegaan sampai ia tersadar, ada satu masalah yang belum selesai.

"Lea, hape eike tewas dilempar gebetan dese, gimana dong?" sekarang Bryan mulai merengek, membuat Lea  memutar bola matanya malas. Gadis itu mengeluarkan earphone untuk menyumpal telinga.

Sampai mereka ketemu lagi, Lea pastikan Kenandra tidak akan selamat.

***

Di apartemennya Ken memelototi ponselnya. Meski sudah mengirimkan pesan dan miscall ratusan kali, namun benda pipih itu sama sekali belum menunjukan respon.

Lea sama sekali tak menghiraukan pesannya.

Sial, kalau ia tahu ia akan menyesal setengah mati Ken tidak akan meninggalkan gadis itu begitu saja.

Ken nyaris melempar ponselnya, ketika seseorang muncul dari balik pintu kaca. Sesaat matanya memicing, namun hanya sedetik sebelum ia mengenali siapa yang baru saja masuk ke dalam teritorial-nya.

Pemuda itu tampak necis dengan kemeja biru muda dan celana berwarna putih. Rambutnya yang hitam tampak berkilau di terpa cahaya lampu. Pemuda itu melepaskan kacamata hitamnya, lalu menatap Ken dengan tatapan prihatin.

"Ngapain kesini?" tanya Ken singkat. Ia mencibir, namun tak terdengar marah. Berbeda dengan nada yang ia gunakan tiap bertemu dengan Mahesa, Ken selalu lebih tenang kalau berhadapan dengan Rully.

Pemuda tengil bernama Rully itu langsung melompat ke atas sofa, seraya membuka bir kalengan yang terdapat di atas meja.

"Miskin amat minumnya ginian," katanya seraya menenggak bir tersebut hingga hanya bersisa setengahnya.

"Nggak usah nyari ribut lo ya, gue lagi nggak mood menggal pala orang."

Rully tertawa geli, melihat sikap Ken yang persis cewek PMS.

"Berantem lagi lo sama Mahesa?" tanya Rully mulai mengarahkan topik pembicaraan mereka.

"Bukan berantem lagi, gue lagi perang." Ken menyulut sebatang rokok dengan korek, lantas melemparkannya pada Rully. Namun alih-alih ikut menyundut rokok, Rully malah bergidik.

"Nggak mau ah, cewek nggak doyan bau rokok, boss."

Cih.

Ken sontak berdecih mendengar kalimat Rully, mengejek cowok yang mengaku sebagai playboy nomor satu Jabodetabek-Bandung tersebut.

Sebuah pop up muncul di ponsel Ken, membuat cowok itu langsung terkesiap. Ken menyambar ponselnya, dalam hati berkomat-kamit menyebut nama Azalea.

From: 085682xxxxxx

Kak, Mama lagi di kantor polisi, tolong kirimin mama pulsa 100rb ya! Penting!

Membaca kalimat tersebut, wajah Ken langsung pias. Tanpa menunggu detik selanjutnya Ken langsung menghubungi pemiliknya.

"Sekali lagi lo berani kirimin gue sms kayak gitu, gue bikin lo ngirim SMS dari kuburan, bangsat!" teriak Ken sebelum melempar ponselnya begitu saja. Kepala Ken terasa pening, kekhawatiran menelan habis kesabarannya. Kalau sudah begini, maka sedikit saja kesalahan bisa menyulut amukannya.

Rully yang sejak tadi memperhatikan Ken hanya menggelengkan kepalanya. Tak heran Esa sering dibuat kewalahan dengan tingkah laku Ken.

"Arghhh!" Ken menjerit kesal, menjambaki rambutnya frustrasi. Ia tak bisa dibuat khawatir begini.

Ia baru menyambar kuncinya ketika Rully bergumam pelan. "Itu cewek udah pulang dengan selamat."

Gerakan Ken otomatis terhenti, ia menolehkan kepalanya, menatap Rully sangsi. "Jangan bohong lo!"

"Serius lagi, nggak akan ada cowok yang ngebiarin cewek secantik Azalea Prameswari buat berdiri di pinggir jalan lebih dari lima menit." Rully menenggak lagi birnya. "Kecuali ya, cowok sinting kayak lo."

Kini, Ken menatap Rully dengan tatapan curiga, matanya menyipit demi menilai pemuda di hadapannya.

"Lo udah tahu apa aja?"

Pemuda itu otomatis tertawa geli. "Santai aja masbro, gue nggak segila elo buat ngembat ceweknya Esa."

"Sekali lagi lo nyebut Lea sebagai ceweknya Esa, gue pastiin lo pulang tinggal nama," desis Ken sarat ancaman.

Rully mengangkat kedua telapak tangannya tanda menyerah. "Ampun boss, lagian lo kayak nggak tahu aja. Ada banyak masalah yang lo buat dan Mahesa nggak bisa tanganin, nah kalau udah gitu berarti cuma siapa yang bisa nanganin?" Rully menaikan sebelah alisnya, lantas menepuk dadanya dengan jumawa. "Me, Rully playboy paling ganteng abad 21."

Ken menghembuskan napas kesal. Dipikir, ia peduli gitu?

Ken hendak beranjak ketika Rully kembali bergumam.

"Gue tahu caranya," kata Rully santai, dua lengannya diletakan di atas sofa, menunjukam kuasanya.

"Cara?"

"Biar Azalea jatuh cinta sama lo."

Jika diibaratkan sebuah mantra, maka nama Azalea Prameswari pastilah merupakan mantra paling kuat untuk membuat seorang Kenandra tunduk.

Rully tersenyum penuh kemenangan saat Ken akhirnya duduk seraya menampukan dagu di tangan.

Sepertinya ini akan menjadi permainan yang menyenangkan.

—————
A/n: Jeng jeng!

Gimana gimana part 11? Ada yang makin penasaran?

Siapakah Nugi dan siapakah Rully?

Kita lihat apa peran mereka dalam hubungan Esa x Lea x Ken? Apakah mereka penting? Atau jangan-jangan mereka the next cogan favorite BryanTambayongCikalakabumbum nggak pake spasi?

Hm.

Nggak kok. Nggak ada twist2an. Cerita ini mengalir begitu saja.

Maaf ya kalau part ini berantakan atau ada yang kurang, nanti gue benerin.

Well, di sini siapa aja yang nungguin If Only?

Mau tau dong apa kesan kalian setelah baca Juna x Kiana?

Yaudah deh, itu aja.

Semoga kalian suka.

Salam sayang,

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro