Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04 | Kecewa Sebelum Jatuh Cinta

I'm not saying that.

I think of you constantly,

but i can't deny the fact

that each time my mind wanders,

it always find

some way back to you.

(s.d)

⏱️

Butuh dua hari istirahat total untuk bisa membuat Azalea kembali fit sperti sediakala. Dengan pingsannya Azalea di kelab beberapa hari lalu, maka mereka bertiga meresmikan kelab malam sebagai salah satu tempat paling haram dikunjungi.

Terutama kalau bersama Azalea Prameswari.

Kalau nggak sih, cus ajalah yaw, lumayan bo', bouncer-nya bikin mupeng.

Hihihi.

Dan untuk menghindari segala tipu daya kedua sahabatnya, Azalea berkeras untuk makan siang di kantin bersama yang super ramai daripada harus makan di Mall lalu berakhir di tempat nista seperti dua hari lalu.

Kenapa sih, nek? Makan di Mcdnya aja deh, abis itu langsung balik, janji,” Bryan masih menggerutu tak rela harus panas-panasan di kantin.

Padahal tadi Lea lihat sendiri, mata Bryan berbinar ketika memesan semangkuk bakso rudal favoritenya.

“Terakhir lo ribut laper dan maksa gue buat cabut, kita berakhir di kelab. Ingat?”

Bryan memajukan bibirnya tak melanjutkan protesnya.

Malas menanggapi Bryan, Lea pun beralih pada Kania. “Kata bokap, lo bisa ke rumah sakit nanti sore.”

Bukan Kania, justru Bryan yang bereaksi. Bryan Abighael a.k.a Mikha Tambayong itu menolehkan kepalanya anggun pada Kania. Hidung lancipnya mengkerut mendengar kalimat Azalea. “Yey kenapa lagi, nek?”

“Enggak bisa tidur,” ujar Kania santai, gadis itu menyeruput es tehnya seraya memilah wortel dan brokoli di dalam tupperware. Padahal bekalnya hari ini makanan sehat semua, tapi ia tak berselera.

Seperti mengerti, Bryan hanya menganggukan kepala. Ia mendorong mangkuknya menjauh, membuat Lea dan Kania sontak menoleh. Tak biasanya Bryan Tambayong tidak menghabiskan makanannya, apalagi ini bakso kesukaannya.

“Yey nggak makan, ay nggak makan.”

“Iaaan,” mata Kania kini berkaca-kaca, dengan cepat ia memeluk tubuh pemuda gemulai tersebut, sementara Bryan menepuk-nepuk punggung Kania penuh sayang. Azalea tersenyum hangat memandang kedua sahabatnya. Meskipun sering bertengkar, tapi siapapun dapat melihat bagaimana Kania Santoso dan Bryan Abighael sebenarnya saling menyayangi.

“Hm, maaf, semua meja di sini penuh, boleh saya gabung?”

Suara itu otomatis menginterupsi Kania dan Bryan, sementara Azalea kini mengangkat kepala, menatap sosok yang berada di samping meja.  Mahesa Januar berdiri kikuk, namun senyum melengkung di bibirnya. Mata teduh itu menatap Lea lembut, membuat darahnya berdesir hebat.

Jangan terpengaruh Lea! Ingat di kelab kemarin! Dia sama aja kayak cowok lain!

Lea baru ingin menolak, ketika dua temannya berseru cepat. “Boleh!”

“Ian, Kania!” Lea berseru, melayangkan aksi protes, tapi sepertinya percuma karena mereka sudah sibuk menatap Mahesa dengan sorot memuja.

Cih.

“Terima kasih,” Mahesa berujar singkat sebelum mulai menyuap makanannya.

Namun, bukannya melanjutkan makan—atau setidaknya berpura-pura makan—Kania dan Bryan kini sibuk memutar otak untuk melancarkan serangan. Kesempatan tidak datang dua kali bung!

Dua sahabat saling menyayangi itu saling lirik, melempar tatapan permusuhan.

Perang dimulai.

“Kak Esa? Kayaknya kita belum kenal deh, aku Kania Ilmu Komunikasi 2016.” Kania menjulurkan tangannya, yang belum sempat disambut Mahesa, sudah keburu diselak Bryan.

“Saya Bryan, Komunikasi 2016 juga.” Bryan menggigit bibirnya, lantas mengedipkan sebelah matanya genit. “Biasa dipanggil Bryan, Brianty, Mikha Tambayong tapi kalau mau dipanggil sayang juga boleh.”

Uek.

Ember mana ember?

Lea melirik Mahesa, diam-diam penasaran dengan responnya. Berani taruhan, cowok itu akan bergedik jijik atau minimal... Eh?

Lea mengerjapkan matanya dua kali, memastikan penglihatannya. Tidak. Tidak ada sedikitpun raut geli atau bahkan penghakiman dari sorot mata Mahesa. Sebaliknya, pemuda itu tersenyum hangat menyambut uluran tangan Bryan.

“Mahesa Januar, Hubungan Internasional 2014. Nice to meet you.” Mahesa menoleh ke arah Azalea. “Maaf ya kalau ganggu makan siang kalian, senang bisa ketemu lagi, Azalea.”

Seharusnya Lea tersenyum, atau menggelengkan kepala tanda tidak keberatan. Tapi sebaliknya, ia justru memutar bola matanya tak acuh.

“Bagus deh kalau sadar,” celetuk Lea sambil merapihkan tasnya. “Kania, Bryan bisa tolong dipercepat makannya? Gue nggak mood di sini.”

Kania dan Bryan tentu saja berpandangan bingung. Begitu pula dengan Mahesa yang menatapnya tak mengerti. Seingatnya, baru kemarin mereka saling kenal itupun sebuah perkenalan yang manis.

Apa ia berbuat salah?

“Kalau kamu keberatan, saya bisa pergi,” ujar Mahesa tak enak hati. Tapi seperti angin berhembus, kalimatnya diabaikan Lea begitu saja.

“Kalau kalian masih mau di sini, gue cabut sekarang!” nada suara Azalea yang mulai tinggi, membuat Kania dan Bryan kalang kabut merapihkan bekal dan barang-barang mereka. Keduanya menyempatkan diri meminta maaf, sebelum mengejar Lea yang melangkah lebih dahulu.

“Maaf ya Kak, kalau lagi pms, Azalea memang berubah jadi Aslan.”

Aslan yang Kania maksud adalah Singa dalam serial Narnia, tapi tentu saja bagi Mahesa itu tak penting, yang penting sekarang adalah alasan mengapa gadis itu beranjak dari sampingnya.

Sebuah pemikiran melintas di kepalanya, membuat Mahesa mengusap wajahnya frustrasi.

Ia menggelengkan kepalanya.
Semoga saja tidak.

⏱️

Le, kenapa sih?!” Kania yang sudah sabar terhadap sikap Lea barusan akhirnya berteriak kesal. Gadis itu menghentakan kakinya di atas aspal, menarik perhatian mahasiswa yang tengah bersantai di taman.

Saat ini, mereka bertiga sudah berada di taman kampus. Azalealah yang menuntun mereka untuk sampai di sini. Walau sudah memikirkannya berkaki-kali, Kania ataupun Bryan tak menemukan alasan yang pantas untuk Azalea bersikap seketus itu pada Mahesa.

“Tau darl, lo nggak lihat tadi mukanya kak Esa langsung kebingungan gitu?”

“Ck,” Azalea berdecak sebal, menatap dua sahabatnya yang ternyata lebih setia pada cowok sok alim tersebut. “Kan gue udah bilang, gue nggak mau lagi ikut kegiatan fangirling kalian.”

“Tetap  aja, itu bukan alasan. Lo lupa Kak Esa yang waktu itu balikin HP lo? Harusnya lo tuh berterima kasih sama dia, bukannya malah kayak tadi!” Kania berkacak pinggang. “Kasihan tau calon imam gue, nggak tau apa-apa tiba-tiba di judesin.”

“Setuju eike, nek, sama you!” Bryan menganggukan kepala. Kecuali bagian calon imamnya.

“Ish, kalian tuh udah dikibulin sama dia! Nggak sadar juga?!” Lea bukan orang yang suka mengumbar keburukan orang lain, tapi rasanya tak tahan melihat kedua sahabatnya memuja orang yang salah.

“Dikibulin gimana? Ngobrol aja baru tadi, yakali Kak Esa udah ngebohong.”

“Kania, Bryan, gue liat sendiri dia di kelab malam itu!” wajah Lea memerah ketika mengatakannya, bukan karena malu. “Dia tuh sama aja kayak cowok lain! Suka nyewa cewek buat muasin nafsunya!”

Mendengar kalimat Azalea, Kania dan Bryan terperangah. Mereka terkejut Mahesa si the most perfect guy in the world, ternyata main juga ke kelab malam, tapi lebih terkejut karena pilihan kata yang Lea gunakan.

Sebagai informasi, Azalea jarang berbicara kasar. Gadis itu mungkin sarkas, tapi tidak kejam.

Bryan berkomunikasi dengan Kania lewat tatapan mata. Ada yang salah dengan Azalea, dan mereka sangat menyadarinya.

“Oke, it's suprise me, but Le,” Kania memberi jeda sesaat, lantas menatap Azalea intens. “Apa masalahnya kalau dia ke Kelab dan main sama cewek? Itu kan hidup dia, biasanya lo nggak pernah ikut campur urusan orang lain, apalagi sampai menghakimi?”

“Ya tapi kan...” Lea terdiam, seperti menyadari sesuatu.

Kania benar.

Azalea bukanlah orang yang suka ikut campur apalagi sampai menghakimi. Ia memang tipe gadis lurus yang tidak suka neko-neko, tapi biasanya segala bentuk penghakiman ia tahan untuk dirinya sendiri. Ia selalu berpegang teguh pada prinsipnya, bahwa ia tak boleh menganggap seseorang hina hanya karena dosa mereka berbeda dengan dirinya.

Namun ia juga tak bisa berbohong, ada rasa tak nyaman ketika melihat Mahesa merangkul gadis seksi malam itu. Perasaan yang membuat napasnya sesak walau hanya sekejap, perasaan yang membuatnya merasa kesal tiap kali berpaspasan dengan Mahesa Januar, perasaan yang membuatnya merasa bahwa ada gumpalan pahit yang terjebak di kerongkongannya hanya dengan melihat Mahesa.

Perasaan itu terasa familiar, seperti sebuaah perasaan...

...kecewa?

Mungkinkah ia kecewa karena Mahesa tak seperti yang ia pikirkan? Lebih kecewa dari pada Kania ataupun Bryan yang jelas-jelas menyukai Mahesa?

Sadar bahwa tebakan mereka benar, Kania dan Bryan tersenyum kecil. Sepertinya kali ini, mereka berdua akan sama-sama mengalah pada seseorang.

“Udah nggak usah dipikirin, cukup dirasain, cinta emang gitu datengnya tiba-tiba nggak pake Assalamuallaikum apalagi chat 'otw kamar mandi'.”

-------
A/n: Hallu!

Gimana? Masih ada yang nunggu part selanjutnya?

Sebelumnya, maapin ya yorobun, w telat update. Bcs deadline so so so numpuk. Inipun gue update disaat masih ada 3 tugas kuliah yg blm gue kerjain padahal deadlinenya hari ini dan bsk senin.

Karena gue memang anak Jurnal, jadi tugas nulis gue bukan cuma nulis novel gengs, ada banyak tugas artikel, wawancara dan transkip yang bikin vertigo mendadak. Belum lagi tugas rumah di hari libur, dan acara keluarga. Maapin ea.

Bdw, kalian udah ikut giveaway if only? Jangan lupa GAnya ditutup hari ini jam 18.00 WIB.

Lea lagi ngambek sama Mahesa.

Mahesa lagi makan dijudesin Lea.

Singa Aslan

Bakso rudal kesayangan Bryan Tambayong.

Udalaya itu aja. Bubay.

Salam sayang,

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro