Epilog
"Congratulation kaliaaaaan!" Seorang wanita paruh baya meneriakkan selamat pada orang-orang yang berjejer rapi di atas.
Suara tepuk tangan bergemuruh memenuhi ruangan seukurang ruang rapat gedung DPR.
Semuanya tersenyum bangga, memberikan aplouse meriah sambil meneriakkan kata "Congrats".
Empat orang yang berjejer di depan, dengan senyum lebar berdiri kikuk.
Ada yang menggaruk tengkuknya sambil tersenyum malu.
Ada yang melakukan TOS aneh, membuat gelak tawa.
Dan satu orang menangis karena terharu.
Aku
Sangat beruntung
Berterimakasih
Hai semua
Hai mentari
Hai sahabat
Apa kabarmu saat ini?
Sekarang,
Aku bahagia berada di sini bersama kalian.
Berempat memamerkan benda berwarna emas di tangan kita kini.
Semua orang melihat pada kita.
Semua orang mengakui keberadaan kita.
Bukan sebagai orang kecil dan lemah.
Kata-kata itu membuahkan hasil sekarang ini.
Dunia gelapku kemarin berubah menjadi sinar hari ini.
Bersama kalian,
Bersama kenangan baru kita.
***
Bus merah berhenti di halte yang sedang kutuju. Beberapa orang yang ada dalam bus keluar perlahan. Kututup buku yang sedari tadi kubaca. Alunan musik juga sudah berhenti, namun hujan tetap mengguyur membasahi kota ini.
Aku bergegas keluar bersama yang lain. Berjalan di sepanjang koridor halte busway yanh sedikit basah terkena percikan air.
Di ujung sana, sudah menunggu seseorang. Dengan jaket hitamnya dan sebuah payung berwarna merah, laki-laki itu berdiri menatap gedung-gedung yang berdiri megah di hadapannya. Tangannya yang lain dimasukkan dalam saku celana, menahan dingin.
Dia, laki-laki yang membuatku menghargai arti hidup. Membuatku tak lupa bersyukur telah Tuhan berikan nikmat yang melebihinya dulu. Orang yang terus mengingatkanku untuk tidak pernah putus asa menjalani kehidupan.
Lengkungan manis ketika mata kami saling bertemu, membuatku menundukkan kepala lebih dulu. Detakan aneh saat kami bertemu selalu kurasakan. Apakah dia juga sama? Aku mengambil napas, kemudian mengembuskannya. Dan berjalan mendekati orang itu.
"Sudah menunggu lama?"
Dia menggeleng, senyuman masih belum lepas dari bibirnya. "Baru saja."
Dulu, dia adalah laki-laki kecil yang kumal dan selalu menangis. Merasakan pahitnya dunia namun tidak pernah menyerah. Kini, anak itu tumbuh menjadi laki-laki rupawan dengan kerendahan hati yang selalu kukagumi. Matanya membuatku teduh, dan merasa aman berada di dekatnya.
Dia...
Adalah Abiandra,
laki-laki kecil yang sudah kalian baca kisah hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro