Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 27

"Sahabat adalah orang pertama yang akan menertawakanmu ketika jatuh dalam selokan, tapi dia juga adalah orang pertama yang akan mengulurkan tangan untuk membantumu berdiri dan berjalan lagi bersamanya."

***

"Oh, jadi gitu," Abi berseru mengerti.

Sekarang dia paham kenapa mereka bertiga bisa tahu jika Abi ada di sana. Dia melihat ke arah laki-laki yang hanya tersenyum melihat Abi. Dari awal, dia ini irit suara. Abi pernah mendengar sekali suaranya tapi sampai saat ini anak itu tidak bersuara lagi.

Anak ini yang membantu Abi. Dia yang mendengar rencana Chocron dan gengnya di gudang belakang sekolah. Awalnya tak sengaja dia mendengar, sampai akhirnya menguping pembicaraan remaja-remaja nakal itu.

Rencana Chocron yang sudah tidak benar dari awal membuat Cakra geram. Dia ingat siapa Abi, anak yang namanya begitu terkenal di sekolah. Dan teman sebangku Eko, anak yang dia kenal mulai dari sekolah dasar.

Cakra yang tahu rencana jahat mereka memberitahu Eko dan Feb. Awalnya mereka sempat tak acuh. Tidak perlu berurusan dengan Abi, karena mereka tahu siapa anak itu di masa lalu. Namun, Laki-laki berambut keriting seperti Abi itu terus membujuk Eko dan Feb.

Dia tidak ingin lagi hanya duduk melihat, mendengar namun mencoba tuli seperti dulu. Setidaknya mereka bertiga sempat memiliki rasa simpati pada Abi dulu. Merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa di masa lalu. Hari itulah mereka harus membantu anak itu.

Memang mereka bukan teman Abi, tidak mengenal dekat anak itu. Hanya bermodal simpati dan rasa kasihan mereka mau menolong anak itu. Sampai semua uang saku yang Cakra, Feb, dan Eko kumpulkan untuk membeli sebuah laptop diberikan pada Abi sebagai biaya rumah sakit.

Abi merasa bersalah. Menunduk malu, berterimakasih dalam diam. Bagaimana caranya menebus kabaikan mereka? Ya, dia tahu jika mereka hanya kasihan pada dirinya. Iba, karena dirinya terlihat lemah. Abi rahu.

Namun sampai nekat menolong Abi, ikut babak belur, bahkan merelakan uang tabungan mereka bertiga apa itu semua benar-benar hanya karena sebuah kata 'Iba' saja?

"Suwun, rek. Aku gak tau harus bilang apa," ucap Abi dengan muka datar. Dia tidak lagi menangis seperti dulu. Air matanya sudah habis, mengering. Namun, getaran ucapan terimakasih yang sangat tulus dapat ketiga orang itu rasakan.

Anak itu kemudian menyodorkan sebuah amplop putih pada tiga orang di dekatnya. "Ini tabunganku, daei dulu aku pengen berterimakasih dan ngembaliin ini semua sama kalian. Aku gak mau ada utang budi. Walaupun ini sebenernya gak melunasi semua yang kalian lakukan sama aku. Sekali lagi aku berterimaksih, dan tolong terima ini. Kalau kalian nolak itu malah makin membuat aku malu ketemu kalian lagi. Rasanya pengen tengkurep aja di bawah bantal."

Ketiganya tertawa terbahak-bahak. Jujur saja rasanya sangat tidak nyaman mengambil uang dari anak ini. Dia lebih membutuhkan uang itu daripada keriganya. Tapi, demi menghargai Abi mereka menerimanya. Masih dengan rasa sungkan dan canggung, Cakra berbicara memecah keheningan.

Tak disangka, begitu anak berpostur lebih tinggi darinya itu pandai sekali mencairkan suasana. Mereka berempat mulai akrab. Terutama Cakra dan Abi.

***

Sepulang sekolah, mereka berempat pulang bersama. Abi dan teman-temannya biasanya akan mampir ke rumah Eko sebentar untuk bermin game PS, atau bermain game online bersama menghabiskan waktu.

Setelah adzan berkumandang keempatnya pergi ke masjid bersama menunaikan shalat dhuhur bersama. Dan akan pulang. Eko, Feb dan Abi, Cakra berpisah. Arah rumah mereka berbeda. Kecuali Abi dan Cakra. Nanti malam mereka berempat akan berkumpul lagi di rumah Abi untuk belajar bersama.

Dengan beginilah anak itu membayar utang buduminya pada tiga orang itu. Hanya ini yang bisa Abi lakukan, dan rasanya sangat bersyukur mendapat teman yang benar-benar ikhlas berteman dengannya bukan karena ada niat apapun.

"Bi, tunggu di sini bentar ya. Aku sek mau beli-beli di sana." Cakra menunjuk sebuah toko.

"Iyo."

Cakra langsung meninggalkan tempat setelah mendapat persetujuan temannya itu. Abi menunggu di bawah sebuah pohon sambil memandang langit. Rasanya damai, sudah hampir dua semester dia berteman dengan mereka dan Abj merasa inilah yang disebut sebagai seorang teman.

Terlebih Cakra, dia... Rasanya seperti seorang kakak untuk Abi. Remaja itu selalu senang bercerita apapun bersama Cakra begitupun sebaliknya. Walaupun keduanya kadang berbeda pendapat, tapi cepat pula keduanya berbaikan. Tentang game, pelajaran, ideologi, dan sebagainya bisa saja menjadi bahan perdebatan keduanya.

"Kamu!" sebuah gertakan terdengar nyaring di telinga Abi, rasanya tidak jauh. "Kamu Abi kan!"

Laki-laki yang tiba-tiba datang dan langsung menarik kerah Abi menatap tajam ke manik coklat itu. Tak banyak reaksi yang Abi tunjukkan untuk kawan lamanya itu. Ah, bukan kawan lama. Kawan palsu lebih tepatnya.

"Oh, Chocron."

Bug

Satu pukulan mendarat di pipi Abi lagi. Sama persis rasanya seperti malam itu. Pukulan kasar milik anak ini tidak pernah berubah. "Maaih hidup rupanya ya. Hah! Bagus, aku dan kawan-kawanku masih bisa mengahabisimu nanti."

Abi tertawa hambar, dia lantas bangun dan langsung memukul wajah Chocron sebagai balasan.

"Coba saja kalau kalian bisa!"

"Cih, berani juga kau." Darah segar keluar dari sudut bibir keduanya. "Besok, senin sehabis pulang sekolah. Aku tunggu kamu di gang. Tempat waktu itu kau hampir mati! Besok, akan kami buat kamu benar-benar mati!"

Chocron menantang Abi yang sepertinya setengah tak peduli. Dia sudah tidak memiliki hasrat apapun untuk meladeni anak ini. Walaupun ingin rasanya Abi membayar semua perbuatan buruk Chocron yang dulu dilakukan padanya. Namun, sekarang dia tidak peduli lagi. Kejahatan tidak perlu dibahar kejahatan, bukan?

Remaja berambut sedikit keriting itu mengambil tasnya yang sempat terjatuh. Niatnya ingin meninggalkan orang gila ini begitu saja. Tapi ancaman terakhir Chocron membuatnya marah dan kembali berbalik menatap nyalang anak yang tersenyum miring itu.

"Irma itu adikmu, kan? Bagaimana kalau dia besok pulang dengan keadaan--"

Bug

Kali ini pukulan itu bukan berasak dari Abi lagi, "Cakra."

"Situ masih berani nampakin muka ya!" geramnya, sambil menarik kerah orang yang dipukulnya barusan.

Chocron melepaskan genggaman tangan di kerahnya. Dia menatap kembali Abi, "Besok. Aku tunggu kamu. Sendiri! Ingat adikmu si Irma itu!"

Dia kemudian pergi dari tempat, meninggalkan keduanya. Ingin rasanya Cakra membuat muka laki-laki itu tak berbentuk tapi Abi melarangnya. Dia menatap teman di sampingnya. Apa yang sudah dikatakan si anak sialan itu pada Abi?

"Bi, kamu diancam lagi?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro