Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 23

"Abi, ini buka catatan kamu yang aku pinjam kemarin. Suwun yo," ucap remaja laki-laki yang duduk di sampingnya sambil menyodorkan sebuah buku catatan bersampul coklat.

"Oh, iya. Sami." anak itu lantas menerima buku yang disodorkan dan memasukkannya ke tas merah yang sudah terlihat usang. "Anu, Ko. Kam--"

"Oi, Ko. Kantin yuk. Lapar perutku, belum diisi dari pagi." remaja laki-laki bertubuh gemuk berisi menghampiri meja mereka.

"Boleh," ucap Eko santai. Dia kemudian melihat ke arah Abi yang tadi sepertinya ingin berbicara sesuatu. "Tadi mau bicara apaan ya, Bi?"

"E-eh?" Abi tergagap. "E-enggak, gak jadi," katanya sambil menggelengkan kepala.

"Oh," tanggap Eko singkat. "Yo wis, aku sama Feb duluan." anak itu menepuk pundak teman sebangkubta pelan. Abi hanya menganggguk menanggapi.

Sudah hampir dua tahun mereka duduk sebangku. Namun, Eko dan Abi masih belum juga bisa akrab. Anak di sampingnya itu juga cenderung pendiam, tidak banyak bicara sepertinya. Namun bedanya, jika Abi pendiam karena dia juga memiliki sifat pemalu. Eko pendiam karena dia memang malas untuk berbicara panjang lebar hal tidak penting yang membuatnya jadi boros energi.

Embusan napas halus lolos dari mulut Abi. Dalam pikirannya dia sudah mencoba beberapa kali selama hampir dua tahun ini berbicara dengan Eko. Namun hasilnya nihil, setiap akan berbicara Febrian datang memotong kalimat Abi, membuatnya mengurungkan niat.

Kenapa anak laki-laki itu tidak sekalian mengajak Feb untuk berbicara dengannya? Bukan maksud Abi hanya ingin berteman dengan Eko, dia juga ingin berteman dengan Febrian. Tapi, wajah menyeramkan anak gempal itu membuatnya ciut hingga mengurungkan niat. Feb terlihat seperti preman-preman bocah di masa lalunya.

Ternyata menjadi anak pintar juga tidak mudah untuk mendapatkan seorang teman. Jika kamu terlalu pandai di kelas, mereka akan sungkan berbicara denganmu. Seolah berkata, "Aku gak biasa bicara atau dekat-dekat dengan anak pintar."

Jika menjadi anak yang tidak unggul di kelas, pasti ada saja cemoohan yang didapat meski tidak sekentara dulu. Abi yang selalu mendapat peringkat teratas dan terbawah dulu, sudah merasakan itu semua. Teman-temannya akan berbicara pada Abi ketika mereka tidak paham mengenai pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru mereka.

Namun, tidak semua pergaulan di sekolah seperti itu. Ya, anak itu tahu. Semua yang ada di pikirannya hanyalah asumsinya belaka. Inti dari permasalahan dia tidak mendapatkan seorang teman sampai sekarang adalah, ketidak mampuannya dalam berinteraksi dengan sekitar.

Abi yang pemalu, kurang percaya diri, dan tidak memiliki pengalaman bagus dalam mencari kawan rasanya sangat sulit untuk beradaptasi dan memulai semua. Jika Abi ingin memilki teman, dia harus mulai berani.

Bruk

"Aw." Anak itu mengaduh kesakitan ketika tubuhnya terempas menabrak seseorang yang bertubuh tinggi.

"Situ gak papa, oi?" tanya anak laki-laki yang menabraknya.

Dia mendongak sambil mengelus bagian belakang yang terasa sakit. "Gak pap--" Kalimat Abi terhenti begitu tahu siapa yang ditabraknya barusan. "Chocron," gumamnya.

Dalam hati Abi merutuk dirinya sendiri. Mengapa hari ini harus menjadi hari sial anak itu? Dia menabrak seorang anak! Anak laki-laki yang paling ditakuti karena suka berkelahi dengan sekolah lain dan terkenal berandal di sekolah. Keluar masuk ruang BK dengan berbagai kasus.

"Oh, gak papa toh. Ya udah lain kali kalo jalan hati-hati. Matanya dipake jangan melamun." Kalimat perhatian sekaligus menohok hati masuk ke gendang telinga Abi, membekas di hati dan otaknya.

Tanpa disangka, sebuah uluran tangan disodorkan pada anak yang masih terduduk di lantai. "Situ keknya gak bisa bangun sendiri."

"E-eh?" Lagi-lagi anak itu tergagap, bingung.

Chocron yang tak sabaran mengangkat tubuh kerempeng Abi, membantu anak itu bangun. Dia mengangkat sebelah alisnya, "Situ enteng banget," ucapnya. "Di rumah dikasi makan kapas toh?"

"L-lah, s-saya dikasi makan nasi kok."

"N-nah t-terus." Remaja laki-laki berambut berantakan itu mengikuti gaya bicara Abi yang gagap. "S-situ k-kok r-ringan kek k-kapas? C-cangin y-ya?" Anak itu tertawa lepas.

Abi yang mendengarkan antara takut dipukul dan kesal. Dia diam tidak menanggapi.

"Situ lucu ya," katanya sambil tergelak, memukul-mukul keras punggung anal di hadapannya. "Mulai sekarang situ aku rekrut jadi anggota gengku."

"H-ha?" Mata Abi melebar tak percaya. Sudah cukup dia mendapat masa lalu kelam dulu, dia tidak ingin mengulangi kenakalannya lagi.

Chocron yang mendengar Abi terkejut, memicingkan mata. Mempertajam seperti sedang mengancam anak itu, "Situ gak mau? Kalau gak mau jadi anggotaku, jangan harap hidup tenang di sekolah ini."

"T-tapi saya gak mau nilai saya turun. Saya juga gak pandai berantem."

"Jadi situ nolak ajakanku?" Chocron menarik kerah seragam Abi.

Anak itu ingin meminta tolong. Pada siapapun yang lewat di koridor inu. Tapi apalah daya. Semua anak hanya sekadar lewat, melihat kemudian kabur. Tidak ada yang mau berurusan dengan Chocron, semua anak yang seolah menatang, melihat tanpa izin dan lain-lain akan berakhir dengan pukulan atau bentakan.

Berandal sekolah ini sudah berkali-kali ditegur, mendapatkan point, skorsing, pemanggilan orang tua tetapi tidak ada yang membuatnya takut atau jera. Sekarang ini, remaja laki-laki itu dikabarkan akan dikeluarkan daei sekolah jika berbuat ulah lagi.

"Hei! Jawab! Jangan cuma bengong!" bentakan keras Chocron membuat Abi sedikit takut. Anak itu paling tidak suka dibentak, dia takut mendengar suara bernada tinggi.

Sedikit ragu, Abi mengangguk. Mengiyakan ajakan Chocron daripada dia harus berakhir babak belur tiap hari. Rasanya menakutkan sekaligus menyedihkan mengingat masa lalu Abi yang gelap.

"Nah gitu dong." Anak berambut berantakan itu tertawa puas. Dengan begini, ada lagi orang yang akan ikit dengannya pergi dari sekolah ini. Apalagi Chocron tahu, jika Abi adalah anak berprestasi yang diunggul-unggulkan sekolah. Dia bisa memanfaatkan anak ini untuk mengerjakan seluruh tugas sekolahnya, dengan begitu. Masalah nilai sudah dapat teratasi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro