Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 14

"Setelah ini, ikut aku main lagi ya Bi. Ke tempat biasa." Dayat mengemasi buku paket dan alat tulisnya yang tergeletak di ata meja.

"Iya, boleh." sedangkan Abi sudah menggendong tas merahnha bersiap untuk pergi lebih dulu.

"Okee, pukul dua belas ya. Jangan telat."

"Iya, siap. Aku pulang dulu, Yat."

"Yo, jangan lupa nanti siang ya, Bi."

"Iyoo."

Anak itu berlari keluar dari kelas. Sudah banyak siswa lain yang dijemput oleh orang tuanya. Ada juga yang pulang bersama dengan temannya yang lain. Sementara Abi berjalan sendirian menuju rumah. Ibunya tidak bisa menjemput. Setelah Abi berangkat sekolah, Lastri langsung bekerja menuju warung yang dibiayai oleh bapaknya.

Dia bekerja dari pagi, dan sore baru kembali ke rumah. Sama seperti Trisno yang juga bekerja dari pagi terkadang hingga malam baru sampai. Jadi, di rumah Abi hanya berdua dengan neneknya. Membantu beliau mencuci pakaian atau memasak di dapur, sebelum dia bersekolah dulu.

Kini, ada Dayat yang menjadi temannya. Entah sejak kapan, Abi sering pulang terlalu larut karena asik bermain dengan kawannya itu. Ketika Lastri menanyakan ke mana perginya anaknya itu sampai sore dia kembali, Abi belum kunjung datang dari bermainnya. Romlah hanya mampu menggeleng tidak tahu.

Bocah itu tidak pernah mengatakan akan pergi bermain ke mana. Dia hanya sekadar berpamitan jika ingin bermain di luar bersama salah satu teman sekolahnya. Hampir setiap hari Lastri dibuat khawatir oleh tingkah Abi yang makin hari membuatnya kesal.

Sama seperti hari ini juga. Dayat mengajaknya pergi untuk bermain ke tempat seperti biasanya. Sebuah tempat bermain game dingdong. Benda berbentuk balok, dengan layar yang akan menampilkan sebuah game, dan tombol berwarna merah atau biru serta sebuah alat kontrol yang menempel di kotak game yang selalu membuat Abi lupa untuk berhenti dan pulang ke rumah.

Siang saat akan bertemu dengan Dayat. Abi mengecek kantung tasnya. Biasanya dia akan mengambil uang untuk bermain dari uang jajan pemberian Lastri. Tapi kali ini kantung itu tidak berisi, kosong. Lalu, bagaimana cara dia bisa bermain nanti? Tidak mungkin Abi hanya akan duduk diam menonton saja.

"Bu?"

"Ibu kamu masih belum pulang, Abi." neneknya memberitahu.

Iya, anak itu sudah tahu jika ibunya masih belum pulang. Dia hanya berharap jika Lastri pulang lebih awal agar Abi bisa meminta uang untuk bermain. Namun, rasanya itu tidak mungkin terjadi. Kepalanya tertunduk kecewa.

"Mbah mau ke rumah tetangga dulu kalau kamu mau pergi main lagi. Jangan pulang saat magrib, Nak. Rasanya seperti bukan kamu yang biasanya saja. Kamu gak mau kena cubit Trisno atau Lastri lagikan?"

Ya, sudsh beberapa kali Abi menerima amarah dari orang-orang yanh biasanya mengelus rambutnya, sayang. Berubah dengan teriakan amarah dan cubitan di tangannya. Bahkan Lastri membiarkan Trisno menjawir telinga anaknya itu hingga merah.

Apa yang harus perempuan itu perbuat? Kenakalan Abi yang tidak mendengarkan apa yang mereka katakan membuatnya ikut jengkel. Bahkan pernah sekali anak tetangga ia buat nangis karena alasan yang tak jelas. Abi juga sering meninggalkan shalat, semenjak rumahnya berjauhan dari masjid. Dan Lastri lebih sibuk pada usaha barunya, janjinya untuk mendidik dan memberikan kasih sayang pada anak itu seolah hilang terbawa angin.

Neneknya berjalan keluar rumah. Meninggalkan Abi duduk sendirian di rumah. Sekarang, apa yanh harus dia lakukan? Abi sangat ingin bermain. Dia merasa menemukan dunianya. Melupakan jika dia selama ini hanya sendirian dan hidup penuh kekosongan. Jiwanya sudah candu pada game yang menggunakan koin untuk menjalankannya.

Bagaimana ini? Apakah harus membatalkan janji pada Dayat?

Tangan kurusnya memeluk lutut yang ditekuk. Abi masih berpikir bagaimana cara dia pergi bisa mendapatkan uang untuk bermain. Dan, sebuah niat tak bagus terlintas di otaknya. Anak itu ingat di mana ibunya biasa meletakkan uang. Di lemari kamar mereka, di bawah tumpukan baju yang dialasi koran.

Abi langsung melompat dari duduknya. Dia berjalan sedikit rahu ke arah kamar. Perlahan membuka pintu lemari dan menyeret kursi di dekat kasurnya untuk dijadikan pijakan. Tangannya mengangkat sedikit tumpukan baju Lastri dan koran di bawahnya.

Ping pong

Barang yang dia cari akhirnya ketemu. Dompet berbahan plastik berwarna kuning terang. Ini adalah tabungan ibunya, uang hasil kerja tiap hari pasti Lastri sisihkan untuk dimasukkan ke dalam sini.

Kedua tangan Abi bergetar. Dia masih ragu untuk mengambil uang itu, sampai suara seorang anak laki-laki membuat bocah itu memutuskan mengambil semua uang tabungan Lastri.

Abi janji bakal ngembaliin uang Ibu kalau ada sisa.

Dayat menunggu anak itu keluar. Ketika tahu Abi belum datang ke tempat bermain mereka, bocah gembul itu memilih untuk menjemput teman satu bangkunya. Dia tidak sabar untuk mengajak Abi berduel game.

"Hei, kamu lama banget Bi. Ayok cepetan, nanti makin banyak orang," teriak Dayat ketika Abi menampakkan batang hdiungnya.

Hanya anggukan kecil dan senyum senang, Abi pergi daei rumah setelah menguncinya terlebih dahulu dan meletakkan kunci di bawah karpet. Kedua bocah itu pergi bersama.

Sejenak, Abi melupakan keraguannya mengambil uang Lastri tanpa pamit, hilang. Bukan hanya mengambil beberapa lembar saja melainkan semua uang yang ada, anak itu bawa. Entah berapa jumlahnya Abi pun tidak tahu. Yang dia tahu, hari ini Abi bisa bermain lagi seperti kemarin. Kali ini dia akan mengalahkan Dayat lagi dalam duel.

Dia tidak tahu, akan ada cerita apa besok untuk dirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro