Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 5. Cie, Perhatian

Mampir yaa.. Aku hampir nangis buat video ini.. Huhuhu..



Hampir semua laki-laki sibuk mencari perempuan yang cantik untuk dicintai. Padahal kenyataannya perempuan akan menjadi cantik ketika dia dicintai oleh orang-orang di sekitarnya. Termasuk dari laki-laki pengisi hatinya.

Hampir 3 jam kami semua berada di tempat ini, makan, ngobrol, ngebacot, sampai ada yang curhat kalau dia mau nikah cuma belum dikasih restu sama orang tua mereka, semuanya benar-benar gue dengarin satu-satu.

Bahkan enggak kerasa lapak warung burger sampai berubah menjadi warung STMJ dengan ditambah menu pisang goreng yang baru saja matang, menambah deretan makanan yang menghiasi meja kita-kita ini.

"Lo bayangin dong, gue udah ngebet banget nikahin cewek gue ini, pas gue datang ke rumah orangtuanya, eh malah penolakan yang gue dapat. Katanya dia ini anak pertama, jadi bokap nyokapnya enggak mau buru-buru anaknya nikah. Makanya lamaran gue ditolak. Ngenes enggak? Banget kan. Emang sialan bokap nyokap lo, Yang."

Daru terlihat bersemangat sekali menceritakan kekesalannya. Urat-urat di sekitar lehernya jelas terlihat, sampai gue sadar emosinya bukan cuma candaan belaka.

"Terus gimana? Tunda dong."

Gue coba ajuin pertanyaan waktu emosi Daru mulai mereda. Sekilas dia ngelihat ke arah pacarnya, yang duduk di sebelahnya, sebelum cengengesan sama gue.

"Kalau enggak bisa gue nikahin, ya gue kawinin aja."

"Wah, parah lo, Dar."

Ariva memasang ekspresi takut waktu Daru dengan kurang ajar mengatakan keinginannya itu. Bukannya gue mau sok suci, atau gegayaan enggak mau padahal doyan, yah namanya cowok dikasih yang enak apalagi dari pacarnya sendiri, pasti semangat banget kan. Tapi gue akui, ekspresi takut Ariva juga enggak bisa diabaikan gitu aja. Karena pandangan cewek sama cowok beda banget.

Mungkin bagi cowok, kissing itu sebuah kebutuhan setiap ketemu ceweknya. Tapi kalau cewek kadang diajak kissing waktu ketemu selalu aja ngeles. Katanya cowoknya bau lah, belum mandi lah, atau abis keringetan jadi enggak mau deket-deket. Banyak banget dah alasannya. Sampai kadang gue sering frustasi sendiri hadapi cewek kayak gini modelnya.

"Lo juga bentar lagi diajakin sama cowok lo. Percaya sama gue, Ar."

"Kalau ngomong seenaknya aja." Ariva sedikit emosi kali ini. Dia anggap kata-kata Daru bukan sekedar bercandaan, sampai gelas berisi STMJ melayang ke arah Daru.

Untung ada ceweknya Daru yang halangin. Kalau enggak repot juga jadinya.

"Tapi zaman sekarang emang udah enggak bisa disamain kayak zaman dulu sih. Dulu dilarang pacaran, paling terima-terima aja. Dikurung di rumah kalau punya anak cewek, sah-sah aja. Cuma kalau sekarang diterapin hal kayak gitu, ya enggak bisa. Zaman udah berubah. Lingkungan udah berubah. Kalau dulu komunikasi cuma via surat, sekarang bisa pakai video call. Kalau orang pacaran enggak bisa ketemu, karena dipisahin sama orangtuanya, bisa aja mereka phone sex atau VCS, buat melepas rindu mereka. Memang sih dampaknya enggak langsung, maksudnya enggak langsung hamil. Tapi otak mereka udah enggak bisa dibenarin lagi. Pikiran mereka udah tertuju ke kawin aja. Tanpa orangtua mereka sadari hal-hal kayak gini."

Waktu Ghena ngomong, semua orang pada ngelihat ke dia. Cewek yang rambutnya udah enggak beraturan itu, terus kulitnya berminyak karena keringetan, nampilin ekspresi bingung waktu kita semua natap ke dia.

"Ada yang salah ya?"

Ragu-ragu dia ngelirik Ariva, yang malah ketawa lalu ngerangkul Ghena di sampingnya. Mereka kayak sahabat dekat gitu. Sampai gue yang duduk di depan Ghena cuma bisa ikutan ketawa.

"Setuju sih gue sama Ghena."

Daru dan temen gue satu lagi, si Azka juga setuju sama kata-kata Ghena. Sebenarnya dalam hati gue juga setuju, cuma gue tahan aja. Kesel gue belum hilang sama ini cewek. Kalau gue setuju, nanti kelihatan gue dukung dia.

Percakapan mengenai hubungan Daru sama ceweknya yang akan diakhiri dengan kawin versi mereka terputus gue dengerin karena ulah Ghena yang tiba-tiba aja sangat-sangat random.

Bayangin aja dia tadi makan pisang goreng yang emang gue pesen buat tambahan camilan untuk ngobrol kita malam ini. Tapi baru satu gigit pisang di tangannya, pisang itu dia sodorin ke gue, yang emang kebetulan duduk di depan dia.

Dari ekspresinya yang meringis, gue tahu ada hal yang enggak dia suka.

"Kok pisangnya begini sih. Asem. Gue enggak suka ah."

Ghena ngomong dengan jujur sambil maksa gue terima pisang yang udah dia gigit. Terus dengan gampangnya dia berdiri, pesan air putih sama yang punya lapak STMJ ini, terus duduk lagi sambil meringis-meringis. Walau kayak gitu, dia tetap bisa fokus sama cerita Daru yang seru banget buat didengar.

"Ghe, enak enggak pisangnya?" tanya Ariva, karena dia lihat Ghena makan sebelumnya.

"Apaan, kagak manis. Asem gitu. Basi kali."

Karena penasaran dengar kalimat yang Ghena bicarain, akhirnya pisang yang tadi dia kasih ke tangan gue, gue potong, terus gue cobain. Pengen tahu gue, sesuai enggak dengan info yang dikasih tahu Ghena.

Ternyata gue tahu kenapa Ghena bisa ngomong kalau pisang ini asem. Karena bahan dasar pisang goreng ini adalah pisang nangka. Bukan pisang uli. Dan pisang goreng dibayangan Ghena, pisang uli yang manis dan empuk kalau digigit. Kalau pisang nangka ini keras dan sedikit asem.

"Enggak enak, kan?"

Ghena tahu kalau gue cobain pisang yang dia kasih. Tapi masalahnya kok gue yang malu kayak kepergok gitu ngelakuin sesuatu yang sebenarnya enggak pantas gue lakuin ke orang yang baru sekali ini gue temuin.

"Emang pisangnya begini."

"Oh. Bukan basi ya."

Lagi-lagi dia nyengir sambil menikmati air putihnya.

Semua orang di sini enggak ada yang sadar sama hal-hal aneh yang Ghena lakuin. Tapi anehnya kok jadi cuma gue yang nge- notice semua kelakuan Ghena malam ini.

***

"Lo enggak papa kan, Ghe, pulang sendiri?"

Dari yang gue lihat si Ariva khawatir banget sama Ghena karena dia harus pulang sendirian.

Lagian udah tahu bakalan khawatir sama sahabatnya pulang sendirian, masih aja si Ariva minta dijemput pulang sama pacarnya.

Dasar cewek aneh. Enggak bisa ya malam minggu tanpa pacar?

"Bel, lo anterin tuh si Ghena. Biar Ariva enggak khawatir."

"Gue? Kan dia bawa motor. Ngapain gue anterin?"

Daru malah ketawa ngakak waktu lihat respon gue yang mirip orang marah, plus enggak terima. Tapi emang terlalu ngada-ngada ini anak satu. Si Ghena bawa motor, malah nyuruh gue anterin pulang. Otaknya dimana sih?

"Lo konvoi dong. Ikutin dia sampai rumah. Gitu aja pakai mikir lo. Nanti kalau anak orang dibegal gimana? Lo mau tanggung jawab?"

Ekspresi gue makin enggak suka dengar kalimat Daru. Kejauhan banget pemikiran temen gue yang satu ini emang.

Tapi lama-lama kok gue jadi setuju sama kata-kata Daru. Ini hampir jam 12 malam, 11:43, dan gue yakin juga jalanan mulai sepi sekarang.

"Rumah lo di mana, Ghe?"

"Hahaha, mantap, Bel. Gas terus."

"Gue? Di Pamulang? Kenapa? Udah sih enggak usah ikutan aneh. Gue biasa balik sendiri, Mas. Biasanya dari kampus juga jam seginian."

Waktu Ghena ngomong jujur soal jam pulang kampusnya, reaksi kedua mata gue enggak bisa ditahan. Gue melotot kaget dengarnya.

Sumpah, kalau si Elin balik kampus jam segitu, udah gue gantung orangnya.

Continue..
Hehehhee.. Konvoi pertama dan terakhir. Krn abis itu Ghena maunya dijemput... 🤣🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro